Tautan-tautan Akses

Wonder, Aplikasi Tangkal Kekerasan Pada Perempuan


Dua relawan menunjukkan aplikasi Wonder yang ada dalam perangkat telepon mereka. (Foto:VOA/ Nurhadi)
Dua relawan menunjukkan aplikasi Wonder yang ada dalam perangkat telepon mereka. (Foto:VOA/ Nurhadi)

Setelah dikembangkan selama dua tahun, sebuah aplikasi bernama "Wonder" diluncurkan di Yogyakarta, Jumat (13/12) sore. Aplikasi ini hadir sebagai upaya menekan jumlah tindak kekerasan, khususnya terhadap perempuan dan anak.

Ketika mendengar nama aplikasi ini, Wonder, barangkali yang langsung muncul di benak adalah karakter pahlawan super perempuan, Wonder Woman. Jika itu yang terjadi, Anda tidak sendiri. Indra Gunawan, dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengaku punya bayangan yang sama.

“Tahunya kalau saya Wonder itu yang teringat, yang ketangkep adalah Wonder Woman. Sebuah film yang kalau kita menyaksikan banyak kehebatan dari perempuan. Jadi saya langsung mengasumsikan Wonder ini adalah sesuatu yang hebat, dan tentu juga ada keterkaitannya dengan isu-isu perempuan dan tentu juga anak,” kata Indra.

Aplikasi Wonder dikembangkan selama dua tahun atas kerja sama sejumlah pihak. (Foto: Humas UGM)
Aplikasi Wonder dikembangkan selama dua tahun atas kerja sama sejumlah pihak. (Foto: Humas UGM)

Indra yang menjabat Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kemen PPPA memaparkan kisah itu di Yogyakarta, Jumat (13/12) di tengah peluncuran sebuah aplikasi baru bernama "Wonder". Selaras dengan dugaan awal Indra, "Wonder" memang aplikasi hebat bagi perempuan dan anak Indonesia. "Wonder" akan membantu perempuan dan anak bertindak ketika akan terjadi aksi kekerasan.

Meski diluncurkan di Yogyakarta, Indra berharap aplikasi ini akan terus dikembangkan di seluruh Indonesia. Selain itu, kawasan bencana juga akan memerlukannya. Pengalaman terakhir, kata Indra, terkait bencana gempa dan tsunami Palu, kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di kawasan hunian sementara.

“Kita bicara tentang berbagai kasus kekerasan perempuan dan anak, tidak hanya pada kasus kekerasannya saja, tapi juga kasus-kasus di kawasan bencana, ini tentu akan sangat relevan sekali,” tambah Indra.

Apa itu "Wonder"?

"Wonder" adalah aplikasi pertolongan cepat dan darurat bagi korban kekerasan. Pengembangnya adalah Yayasan Sebar Inspirasi Indonesia (YSII) dengan dukungan Australia lndonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2). Dukungan pengembangan juga diberikan oleh Komnas Perempuan dan Universitas Gadjah Mada.

Aplikasi ini digunakan oleh masyarakat umum di satu sisi dan relawan terdaftar di sisi yang lain. Dalam kondisi darurat, korban kekerasan bisa menggunakan "Wonder" untuk mendapatkan pertolongan relawan dengan lebih mudah. Relawan yang ada dalam aplikasi telah diverifikasi serta dilatih oleh lembaga mitra "Wonder Indonesia".

Dalam kondisi darurat, korban kekerasan bisa meng-klik tombol penyelamatan dalam aplikasi. Jika memungkinkan, pesan khusus dapat ditambahkan. Relawan yang telah mendaftar, dalam radius 3 kilometer, 5 kilometer dan 10 kilometer dari lokasi korban akan menerima notifikasi. Mereka yang bisa menolong, dapat menerima notifikasi tersebut, dan peta akan disediakan oleh aplikasi untuk menuntun relawan menemukan korban kekerasan.

Aplikasi Wonder memudahkan relawan menemukan lokasi korban kekerasan. (Foto:VOA/ Nurhadi)
Aplikasi Wonder memudahkan relawan menemukan lokasi korban kekerasan. (Foto:VOA/ Nurhadi)

Ada tiga fitur dalam aplikasi ini. Pertama adalah penyelamatan, yang merupakan layanan bersifat kedaruratan, diberikan kepada korban yang membutuhkan penyelamatan atau evakuasi segera. Kedua adalah tempat perlindungan, yang merupakan layanan untuk korban dalam kondisi terancam dan membutuhkan tempat perlindungan darurat. Fitur ketiga adalah pendampingan, yaitu layanan untuk membantu korban dalam upaya pendampingan menempuh mediasi maupun jalur hukum.

“Lewat aplikasi, layanan relawan bisa terwadahi dan lebih mudah diakses masyarakat dalam kondisi kedaruratan. Aplikasi ini menghubungkan mereka dengan relawan-relawan terdekat yang telah terdaftar dan memiliki ketrampilan dasar, sesuai jenis pertolongan yang dibutuhkan,” ujar Direktur Eksekutif YSII, Atika.

Atika juga menambahkan, setiap relawan yang terdaftar pada "Wonder" wajib terafiliasi dengan salah satu organisasi relawan yang terdaftar di Yogyakarta. Hingga saat ini, ada sekitar 40 organisasi relawan di Yogyakarta telah menjadi mitra dalam layanan ini.

Dalam pengembangan "Wonder", YSII bekerja sama dengan PT Privy Identitas Digital atau PrivyID. Perusahaan ini telah merancang "Wonder" agar memberikan kemudahan, baik bagi relawan maupun korban untuk saling terkoneksi. Sistem verifikasi identitas digital dilakukan untuk melindungi relawan maupun korban, dari pemalsuan identitas atau laporan fiktif. PrivyID memastikan, data pengguna aplikasi "Wonder" sesuai dengan data kependudukan resmi.

“Kami sangat bersyukur memiliki kesempatan untuk memberdayakan teknologi kami, untuk membantu lembaga seperti YSII, AIPJ2, dan Komunitas Relawan Yogyakarta dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata CEO PrivyID, Marshall Pribadi.

Pengembangan di Seluruh Indonesia

Aplikasi "Wonder" diluncurkan pada hari Relawan Internasional, bertepatan dengan peringatan 16 Hari Tanpa Kekerasan Pada Perempuan. Judhi Kristantini dari AIPJ 2 mengatakan, meski lahir dan diluncurkan di Yogyakarta, aplikasi ini diharapkan akan terus berkembang di seluruh Indonesia.

“Karena sesungguhnya di sini, pemerintah Indonesia didukung oleh pemerintah Australia sama-sama berkomitmen untuk menenuhi target tujuan pembangunan berkelanjutan, dan menghilangkan semua bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan manusia dan jenis-jenis eksploitasi,” ujar Judhi.

Sekitar 40 organisasi relawan di DI Yogyakarta sudah tergabung dalam aplikasi Wonder. (Foto: VOA/ Nurhadi)
Sekitar 40 organisasi relawan di DI Yogyakarta sudah tergabung dalam aplikasi Wonder. (Foto: VOA/ Nurhadi)

Universitas Gadjah Mada (UGM) turut bergabung dalam pengembangan aplikasi ini karena kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di sektor pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, UGM memiliki pengalaman nyata terkait hal ini. Kasus pelecehan dosen kepada mahasiswa dan dugaan perkosaan mahasiswa dalam program KKN menjadi pengalaman pahit bagi UGM. Rektor UGM, Panut Mulyono memaparkan, mereka terus berupaya kasus itu tidak terulang.

“Aaat ini UGM juga menerbitkan atau sedang dalam proses menerbitkan peraturan rektor khusus tentang penanganan dan penanggulangan pelecehan seksual. Peraturan saat ini sedang direview oleh senat akademik dan mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa kita terbitkan,” ujar Panut.

Panut juga menambahkan, UGM kini menerapkan Manajemen Etika dan Penguatan Integritas (MEPI). Program ini menekankan semua civitas akademika UGM, memperkuat etika khususnya dalam masalah-masalah terkait perempuan.

Panut setuju, respon cepat sangat diperlukan dalam melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan. Dia yakin, pemanfaatan teknologi informasi melalui aplikasi akan sangat membantu.

“Mudah-mudahan aplikasi 'Wonder' ini bermanfaat dan tentu harapan kita semua, kasus-kasus pelecehan dan tindak kekerasan terhadap perempuan semakin berkurang, dan nantinya menjadi tidak ada. Dan jika terjadi kasus, maka dengan aplikasi 'Wonder' ini, kasusnya bisa teratasi dengan cepat dan ditangani dengan sebaik-baiknya,” pungkas Panut. [ns/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG