Tautan-tautan Akses

Vonis Fidelis Terkait Kasus Ganja Dinilai Cukup Progresif


Suasana pembacaan vonis dari majelis hakim di PN Sanggau, Kalimantan Barat (courtesy: Theo Kristoporus Kamayo)
Suasana pembacaan vonis dari majelis hakim di PN Sanggau, Kalimantan Barat (courtesy: Theo Kristoporus Kamayo)

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, menjatuhkan vonis 8 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 bulan kepada Fidelis Ari Sudewarto, seorang pria yang menanam ganja untuk pengobatan istrinya.

Majelis yang dipimpin Achmad Irfir Rohman dengan hakim anggota John Sea Desa dan Maulana Abdulah menilai Fidelis terbukti bersalah. Fidelis telah memiliki 39 batang ganja, meski dengan alasan pengobatan bagi istrinya.

Perbuatan Fidelis dinilai memenuhi unsur Pasal 111 dan 116 UU nomor 35 tentang Narkotika. Jaksa sendiri menuntut Fidelis hukuman lima bulan penjara dan denda Rp 800 juta subsider satu bulan kurungan. Dengan demikian, hakim memutus lebih berat daripada tuntutan jaksa.

Kakak kandung Fidelis, Yohana LS Suyati sebelumnya sempat berharap Fidelis bebas murni dalam kasus ini.

Mendengar vonis hakim, Yohana mengaku keputusan akhir akan diambil secara hati-hati. “Mengenai vonis ini, kami sekeluarga masih pikir-pikir. Kami akan melakukan diskusi terlebih dahulu dengan keluarga dan tim kuasa hukum,” kata Yohana kepada VOA.

Meski dihukum, vonis untuk Fidelis jauh lebih ringan dibandingkan dengan terdakwa dalam kasus narkoba yang lain. Menurut hakim, salah satu yang meringankan vonis adalah bahwa Fidelis terbukti menanam ganja tidak atas dasar niat jahat dan mencelakakan orang lain, terutama istrinya.

Vonis Fidelis Terkait Kasus Ganja Dinilai Cukup Progresif
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:34 0:00

"Dalam memutuskan, majelis hakim memperhatikan tiga hal, yaitu yuridis, sosiologis dan filosofis. Ketiganya memiliki porsi yang seimbang," kata Hakim Irfir di muka persidangan.

Fidelis dibela oleh tiga pengacara, Theo Kristoporus Kamayo, Marcelina Lin dan Rencana Suryadi dari Kantor Advokat Ranik, Marcelina, dan rekan. Kepada VOA, salah satu pengacara itu, Theo Kristoporus mengaku akan berdiskusi dengan kliennya dan keluarga untuk memutuskan sikap.

Namun melihat fakta persidangan, di mana terbukti Fidelis menanam ganja untuk pengobatan istri, bukan untuk berniat jahat atau memperdagangkannya, vonis hakim ini tetap menimbulkan rasa kecewa.

“Kita sebenarya kecewa dengan vonis ini, karena dari fakta di persidangan, Fidelis ini tidak terlibat dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap. Sedangkan tuntutan jaksa sendiri menyatakan dia tidak terlibat, fakta persidangan juga demikian.

Sedangkan majelis hakim memvonis dengan pasal 116, itu kan memberikan dan menyalurkan ke orang lain, dari kaca mata hukum itu kan bisa diposisikan sebagai bandar. Bahkan salah satu penyidik di BNNK sewaktu ditanya hakim apakah Fidelis terlibat dalam penyalagunaan dan peredaran gelap sudah menjelaskan bahwa Fidelis tidak terlibat,” ujar Theo Kristoporus Kamayo.

Jika Fidelis menerima vonis hakim yang dijatuhkan Selasa, 2 Agustus 2017 siang itu, maka dia akan tetap berada di penjara hingga November nanti. Fidelis ditangkap oleh aparat penegak hukum pada 19 Januari 2017.

Sejak kasus ini bergulir, simpati masyarakat muncul terutama di media sosial, dan berharap suami Yeni Riawati itu tidak ditahan. Yeni sendiri, yang menderita syringomyelia, akhirnya meninggal 32 hari setelah penangkapan Fidelis.

Keluarga dan rekan kerja Fidelis hadir di persidangan (courtesy: Theo Kristoporus Kamayo)
Keluarga dan rekan kerja Fidelis hadir di persidangan (courtesy: Theo Kristoporus Kamayo)

Theo Kristoporus mengaku cukup terharu dengan vonis 8 bulan ini. Sesuai jenis kasusnya, vonis ini relatif ringan. Karena kasus ini baru, kata Theo, pihaknya menghormati keputusan hakim.

Pakar hukum pidana Dr. Syarif Hasyim Azizurahman, S.H., M.Hum kepada VOA mengatakan, hakim tentunya tidak hanya melihat prinsip kepastian hukum tetapi juga keadilan hukum. Dalam posisi di mana ada pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, maka yang harus didahulukan adalah prinsip keadilan hukum.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat ini melihat, prinsip keadilan hukum sudah diterapkan dalam kasus ini. Sesuai undang-undang, ancaman hukuman minimal untuk tindakan yang dilakukan Fidelis adalah pidana 4 tahun penjara.

Karena jaksa hanya menuntut 5 bulan dan hakim memutus 8 bulan, kata Azizurahman, maka pengadilan sebenarnya sudah mengarah ke keadilan hukum. Sangat sulit untuk berharap hukuman bebas murni, karena ada unsur yang terbukti.

“Saya kira dalam kasus ini, hakim dan jaksa sudah mempertimbangkan posisi kasus ini yang tujuannya bukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, tetapi dalam kapasitas penyembuhan. Karena itu, vonis 8 bulan itu akhirnya dijatuhkan, tanpa melihat bahwa sesuai aturan hukuman minimalnya 4 tahun.”

Azizurahman mengapresiasi hakim yang nampaknya tidak kaku mengikuti undang-undang yang berlaku. Apresiasi yang sama juga diberikan kepada penegak hukum yang lain termasuk jaksa, yang mempertimbangkan alasan dan tujuan Fidelis menanam ganja, yaitu sebagai bagian dari upaya penyembuhan istrinya.

“Kalau dilihat dari sudut pandang hakim atau jaksa penuntut umum, ini adalah keputusan yang progresif, menurut hemat saya. Tetapi kalau dari sisi terdakwa memang belum, karena keinginan mereka kan dibebaskan.

Menurut saya, paling tidak dari gambaran ini, kita sudah melihat ada arah untuk mempertimbangkan asas hukum yang progresif tadi. Meskipun belum bisa memuaskan semua pihak, terutama dari pihak terdakwa,” ujar Syarif Hasyim Azizurahman.

Dalam sidang putusan hari Rabu siang, hadir keluarga besar Fidelis yang memberikan dukungan moral. Kepada media seusai sidang, Fidelis sempat menyampaikan kekecewaannya, karena dia menerima hukuman dan pada sisi yang lain, nyawa istrinya tidak dapat diselamatkan. [ns/uh]

XS
SM
MD
LG