Tautan-tautan Akses

“Sumba Timur Cup 2018,” Pacuan Kuda yang Masih Harus Dibenahi


“Sumba Timur Cup 2018” adalah salah satu pacuan kuda yang menampilkan kuda-kuda Sumba terbaik. (Courtesy: Max FM Waingapu)
“Sumba Timur Cup 2018” adalah salah satu pacuan kuda yang menampilkan kuda-kuda Sumba terbaik. (Courtesy: Max FM Waingapu)

Sumba tidak saja terkenal dengan tenun indahnya, tetapi juga kuda-kuda gagah yang kerap mencuri perhatian pencinta kuda di seluruh dunia. “Sumba Timur Cup 2018” adalah salah satu pacuan kuda yang menampilkan kuda-kuda Sumba terbaik. Sayangnya masih banyak yang harus dibenahi, terutama pengamanan demi keselamatan joki yang rata-rata masih anak-anak.

Odan, 11 tahun, luar biasa senangnya dapat kembali jadi joki atau penunggang kuda di arena pacuan kuda “Sumba Timur Cup 2018” yang berlangsung di Lapangan Rihi Eti Praililu, Kambera, Sumba Timur, mulai 10 Oktober lalu.

Odan, 11 tahun, baru selesai mengikuti pacuan kuda. Ia membolos selama mengikuti pacuan itu. (Courtesy: Max FM Waingapu)
Odan, 11 tahun, baru selesai mengikuti pacuan kuda. Ia membolos selama mengikuti pacuan itu. (Courtesy: Max FM Waingapu)

Ini bukan kali pertama ia menjadi joki, tapi setiap kali ikut selalu terasa istimewa. Siswa kelas empat sekolah dasar ini memang harus bolos sekolah selama masa pacuan kuda, tetapi ia senang karena setiap hari ia bisa membawa pulang uang yang cukup lumayan bagi kedua orang tuanya, yaitu sekitar 300-600 ribu rupiah. Bagi keluarga mereka ini jumlah yang sangat besar, apalagi jika Odan dapat menjadi joki selama sepuluh hari.

Begitu pula dengan Abner, usia 11 tahun, siswa kelas IV SD Nangga Lindiwatu di Lewa, suatu kota yang terletak sekitar 70 kilometer dari Waingapu, dimana pacuan kuda itu dilangsungkan. Abner yang dikenal tak memiliki rasa takut, sudah menjadi joki sejak usia delapan tahun, dan setiap kali pula ia terpaksa bolos dari sekolah. Sekali naik kuda ia dibayar 50 ribu rupiah. Dalam sehari ia bisa memperoleh antara 500 ribu hingga satu juta rupiah bagi kedua orang tuanya.

Abner, 11 tahun, sudah jadi joki sejak usia 8 tahun dan senang bisa ikut pacuan ini setiap tahun. (Courtesy : Max FM Waingapu)
Abner, 11 tahun, sudah jadi joki sejak usia 8 tahun dan senang bisa ikut pacuan ini setiap tahun. (Courtesy : Max FM Waingapu)

Pacuan Kuda Tak Lagi Sekedar Cara Mensyukuri Hasil Panen

Pacuan kuda, atau dalam bahasa Sumba dikenal sebagai “palapang njara” yang biasanya dilakukan seusai panen kini tidak lagi sekedar menjadi cara mensyukuri hasil panen yang melimpah dan hiburan sederhana bagi warga lokal, yang kemudian menjadi atraksi wisata yang menarik wisatawan dalam dan luar negeri; tetapi juga sumber mata pencarian bagi warga – terutama anak-anak seperti Odan dan Abner – dan wahana menjaring kuda-kuda terbaik di Sumba untuk diperjualbelikan.

Itulah sebabnya lomba pacuan kuda di Sumba dilaksanakan setiap tahun, bahkan tak jarang hingga tiga atau empat kali dalam satu tahun. “Kadang bahkan ada yang meminta video-call untuk menyaksikan langsung acara yang tidak disiarkan di televisi itu, supaya dapat melihat kuda-kuda terbaik dan segera melakukan penawaran,” ujar salah seorang warga Sumba, Heinrich Dengi, ketika diwawancarai VOA.

Ada sekitar 682 kuda yang ikut berlaga dalam pacuan kuda “Sumba Timur Cup 2018.” Lomba yang akan berlangsung hingga 20 Oktober ini dibagi dalam 15 kelas; berdasarkan usia, tinggi badan dan kemampuan lari kuda. Kelas pemula misalnya diikuti oleh kuda-kudu kecil yang kuat, seperti kuda Sandel khas Sumba; sementara kelas super atau A-super diikuti kuda berbadan besar dan tinggi yang merupakan hasil persilangan kuda Sandel dan kuda Australia.

“Umumnya kuda-kuda kecil di kelas pemula merupakan milik masyarakat kebanyakan, sedangkan kuda-kuda besar biasanya milik pengusaha dan pimpinan daerah,” ujar Heinrich Dengi.

Pacuan kuda tahun ini diikuti 682 ekor kuda. Satu joki bisa berlomba beberapa kali. (Courtesy: Max FM Waingapu)
Pacuan kuda tahun ini diikuti 682 ekor kuda. Satu joki bisa berlomba beberapa kali. (Courtesy: Max FM Waingapu)

Pengamanan Joki Sangat Minim

Sebagian besar joki atau penunggang kuda dalam pacuan kuda ini adalah anak-anak berusia 7-12 tahun, seperti Odan dan Abner, karena memiliki tubuh yang lebih ringan dibanding orang dewasa, sehingga membuat kuda lari lebih cepat dan lincah. Ironisnya selain pembayaran yang nilainya sangat kecil jika dibandingkan joki pacuan kuda lain di Indonesia, pengamanan bagi mereka juga sangat minim.

Hampir tidak ada joki yang mengenakan helm misalnya. Tak jarang joki yang masih anak-anak ini mengalami kecelakaan karena kuda lari keluar lintasan, kepala joki terbentur pintu atau tembok, bahkan terlempar dan terinjak kuda. Itulah sebabnya mobil ambulans lengkap dengan perawat dan dokter selalu siaga di lokasi pacuan kuda ini. Sejauh ini pemilik kuda selalu bertanggungjawab jika ada joki yang mengalami kecelakaan, dan belum ada kecelakaan fatal yang mengakibatkan joki mengalami luka serius.

Kuda Sandel Sumba kerap menjadi incaran penggila kuda di seluruh dunia. (Courtesy: Max FM Waingapu)
Kuda Sandel Sumba kerap menjadi incaran penggila kuda di seluruh dunia. (Courtesy: Max FM Waingapu)

Pemda Mulai Lakukan Pembenahan

Melihat besarnya manfaat pacuan kuda tahunan ini, baik bagi pemeliharaan dan pengembangbiakan kuda lokal, peningkatan ekonomi daerah lewat datangnya wisatawan dalam dan luar negeri, serta naiknya harga jual kuda; pemerintah daerah Sumba mulai mengalokasikan anggaran khusus untuk membenahi pacuan kuda ini dan bekerjasama dengan pengurus Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia PORDASI.

Pembenahan penyelenggaraan pacuan kuda ini memang masih panjang. Tetapi demi masa depan olahraga berkuda dan masa depan joki anak-anak seperti Odan dan Abner, pembenahan memang harus dilakukan sekarang juga. (em)

*Laporan ini merupakan hasil kerjasama dengan Radio Max FM Waingapu, Sumba.

Recommended

XS
SM
MD
LG