Tautan-tautan Akses

Sudirman Said Bantah Telah Katakan Ada Pertemuan Rahasia Jokowi-Moffett


James “Bob” Moffett, kepala eksekutif Freeport McMoRan, yang berpusat di Louisiana, menjawab tuduhan dalam sebuah konferensi pers setelah bertemu Jaksa Agung Indonesia di Jakarta, Kamis, 5 November 1998 (foto: AP Photo/Muchtar Zakaria)
James “Bob” Moffett, kepala eksekutif Freeport McMoRan, yang berpusat di Louisiana, menjawab tuduhan dalam sebuah konferensi pers setelah bertemu Jaksa Agung Indonesia di Jakarta, Kamis, 5 November 1998 (foto: AP Photo/Muchtar Zakaria)

Sudirman Said, Mantan Menteri ESDM era Joko Widodo yang juga Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga hari Kamis (21/2/19) membantah telah mengatakan adanya pertemuan rahasia antara Presiden Joko Widodo dan Boss Freeport McMoRan, James R. Moffett tahun 2015 lalu.

Sudirman Said membantah bahwa ia telah mengatakan tentang adanya pertemuan rahasia antara presiden Joko Widodo dan James R. Moffett, bos Freeport McMoran pada Oktober 2015 silam. Usai berbicara pada talkshow bedah program capres-cawapres di Fisipol UGM Yogyakarta, Kamis 21/2/19), ia mengatakan kepada para wartawan yang mencegatnya, bahwa ia hanya mengatakan kronologis pertemuan kedua pihak. Pernyataan yang berujung kontroversi itu disampaikannya dalam diskusi di Institut Harkat Negeri Jakarta Rabu (20/2/19), untuk merespon diskusi bedah buku.

“Saya juga tidak menyebut ada pertemuan sembunyi, kan. Saya menyebut ada pertemuan, tadi saya menyebutkan, dan saya tadi mencertakan kronologis, menjelang masuk saya diberi tahu oleh salah satu asistennya (asisten presiden), yang menyebut ‘Pak Menteri pertemuan ini tidak ada.’ Saya tidak pernah menyebut ada pertemuan rahasia, saya menjelaskan saja seluruh tahapan pertemuan itu.”

Sudirman said menegaskan, bahwa dalam diskusi buku Simon Sembiring, dan dalam buku itu disebutkan tentang surat Menteri ESDM tertanggal 7 Oktober 2015.

“Jadi saya menceritakan kronologis saja, tidak ada yang saya tambahkan, tidak ada yang saya kurangi. Konteksnya bedah buku kemarin, jadi ada bedah buku pak Simon Sembiring mantan dirjen Minerba di situ ditulis bahwa surat Menteri ESDM tanggal 7 Oktober 2015 itu ditulis melampaui kewenangan dan dianggap melemahkan posisi pemerintah Indonesia dalam bernegosiasi dengan Freeport kedepan. Jadi saya mesti menjawab bagaimana surat itu lahir. Itu (surat.red) ditulis setelah saya dipanggil pak presiden, kemudian disitu saya bertemu pak James R. Moffett, dan saya diminta menulis surat, itu saja.”

Dalam diskusi di UGM, Sudirman Said bersama Said Didu hadir dalam kapasitasnya sebagai Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno.

Sedangkan narasumber dari capres-cawapres Jokowi Makruf adalah Johny G. Plate dan Satya Widya Yudha.

UGM sendiri menampilkan 5 ahli sebagai panelis yaitu, Dekan Fakultas Peternakan Prof. Ali Agus, Dr. Subejo dari Fakultas Peternakan, Prof. Eni Hemayani dari Fakultas Teknologi Pertanian, Dr. Deendarlianto dari Fakultas Teknik yang juga Kepala Pusat Studi Energi UGM, dan Dr. Nanang Indra Kurniawan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Dalam paparannya, Sudirman Said juga mengkritik bahwa pemerintah Indonesia saat ini ketinggalan dalam tiga hal yaitu eksplorasi, diversifikasi, dan konservasi energi dan sumber daya mineral.

“Kita itu sangat sibuk melakukan produksi dan pengolahan tetapi sangat ketinggalan dalam eksplorasi. Juga sangat ketinggalan dalam diversifikasi, ini menyebabkan konsumsi kita hari ini 1 juta barrel untuk minyak tetapi produksinya hanya 800 an bisa kurang sehingga ketergantungan pada fosil sangat tinggi. Kemudian dari 63.000 MW listrik terpasang, kurang dari 9 persen diisi dari sumber energi terbarukan. Padahal target 2013 harus diisi 23 persen, ini kita ketinggalan.”

Satya Widya Yudha, yang mewakili TKN Jokowi Makruf menekankan pada upaya mencapai ketahanan energi nasional.

“Kalau kita membawa isu ketahanan atau energy-security itu faktornya hanya ada 3. Satu, kemampuan mensuplai. Kedua, ketersediaan infrastruktur untuk jalannya supply tersebut. Yang ketiga, affordability atau kemampuan masyarakat untuk membeli energi itu sendiri. Dan, keempat adalah semua itu harus environmentally friendly, ramah lingkungan.”

Berbicara mengenai ketahanan pangan, Said Didu mengkritisi pemerintah yang masih mengimpor bahan pangan terutama beras.

Sementara Johny G. Plate menyoroti pemerintahan petahana yang membangun infrastruktur untuk mendukung produksi pangan, memperluas lahan pertanian serta memberdayakan petani.

Talkshow bedah program di Fisipol UGM masih akan berlangsung 3 kali putaran lagi yang akan dilaksanakan setelah Debat Calon Presiden dan Wakil Presiden. [ms/em]

XS
SM
MD
LG