Tautan-tautan Akses

Spanyol Targetkan Akhir Mei Longgarkan 'Lockdown'


Seorang pria tidur di tengah jalan yang sepi di Barcelona, Spanyol, saat diberlakukannya karantina wilayah tersebut, 17 April 2020. (Foto: dok).
Seorang pria tidur di tengah jalan yang sepi di Barcelona, Spanyol, saat diberlakukannya karantina wilayah tersebut, 17 April 2020. (Foto: dok).

PM Spanyol Pedro Sanchez menargetkan paruh ke-dua bulan Mei untuk memulai pelonggaran, sementara pemerintahnya dan pemerintah negara-negara lain mulai merencanakan untuk keluar dari langkah-langkah pembatasan yang ketat karena wabah virus corona.

Berbicara di parlemen hari Rabu (22/4), sewaktu ia meminta perpanjangan perintah lockdown sekarang ini hingga 9 Mei, Sanchez mengatakan bahwa pada waktu Spanyol benar-benar mulai melonggarkan pembatasan, maka prosesnya akan berlangsung “perlahan dan bertahap.”

Ini akan sejalan dengan peringatan dari para pejabat kesehatan masyarakat yang dalam beberapa hari belakangan ini mendesak pemerintah agar berhati-hati sewaktu mencabut pembatasan terhadap bisnis dan kehidupan masyarakat, dengan menyatakan bahwa bertindak terlalu cepat akan berisiko bagi kemunculan kembali wabah.

Spanyol telah menjadi salah satu negara paling terpukul di dunia oleh wabah itu, dengan melaporkan 208 ribu kasus COVID-19 terkonfirmasi dan sedikitnya 21.700 kematian akibat virus corona itu.

Lockdown ketat diberlakukan pada pertengahan Maret. Sebagian bisnis telah diizinkan untuk buka kembali, dan setelah masyarakat mengecam, pemerintah menyatakan mulai hari Minggu anak-anak berusia di bawah 14 tahun akan diizinkan keluar untuk berjalan-jalan.

Dengan banyak negara di dunia yang berfokus pada program pengujian untuk mencari orang-orang yang terjangkit virus corona, mengisolasi mereka dan melacak kontak dekat mereka, ada kekhawatiran mengenai daerah-daerah di mana pengujian yang luas tidak tersedia dan di mana orang tinggal di tempat-tempat yang padat penghuni.

Ini mencakup kamp-kamp pengungsi. Pada hari Rabu (22/4), badan PBB untuk urusan pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan kasus terkonfirmasi pertama di antara pengungsi di sebuah kamp di Lebanon Timur.

UNRWA menyatakan perempuan yang terjangkit itu adalah seorang Palestina dari Suriah dan bahwa pasien telah dibawa ke rumah sakit di Beirut. UNRWA menyatakan semua hal yang diperlukan untuk membantu keluarganya melakukan isolasi mandiri, dan mengirim tim ke kamp itu untuk melakukan tes virus corona.

Pemerintah berbagai negara juga berupaya keras menemukan vaksin untuk COVID-19, suatu tonggak sejarah yang akan membantu mencegah wabah besar-besaran pada masa mendatang.

Robert Redfield, direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) mengatakan kepada Washington Post hari Selasa bahwa gelombang wabah ke-dua akhir tahun ini, pada waktu musim flu dimulai, “akan jauh lebih sulit” dan menimbulkan tekanan besar bagi sistem layanan kesehatan.

AS dan China termasuk di antara negara-negara yang melakukan uji coba vaksin virus corona. Para pejabat memperingatkan akan perlu waktu hingga setidaknya awal tahun depan sebelum vaksin tersedia bagi umum.

Para pejabat kesehatan Inggris menyatakan Oxford University siap melakukan pengujian satu calon vaksin terhadap orang-orang pada hari Kamis.

“Pada masa normal, mencapai tahap ini perlu waktu satu tahun,” kata Menteri Kesehatan Matt Hancock kepada wartawan. Ia memperingatkan bahwa pembuatan vaksin merupakan proses pengujian berkali-kali. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG