Tautan-tautan Akses

Setara Institute Minta DPR dan Pemerintah Tak 'Ganggu' Reformasi TNI


Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani (tengah) saat menggelar konferensi pers tentang reformasi TNI di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019. (Foto: VOA/Sasmito)
Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani (tengah) saat menggelar konferensi pers tentang reformasi TNI di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019. (Foto: VOA/Sasmito)

Setara Institute meminta pemerintah dan DPR untuk tidak menggoda TNI dengan tidak memberikan jabatan tertentu dan kerja sama di luar tugas pertahanan untuk memastikan reformasi TNI tetap berjalan. Sasmito Madrim menyampaikan laporannya dari Jakarta.

Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, meminta presiden mempertimbangkan pembatalan wacana penempatan prajurit TNI aktif ke jabatan-jabatan sipil yang dikecualikan oleh UU TNI. Di luar rencana tersebut, TNI kini sudah menandatangani lebih dari 40 nota kesepahaman (MoU) dengan berbagai lembaga dan kementerian di luar operasi militer selain perang. Salah satu contohnya yaitu kerjasama menteri pendidikan dan TNI dalam penanganan intoleransi dan radikalisme di sekolah dasar.

Setara menilai langkah ini merupakan kemunduran dari reformasi TNI yang sudah berjalan lebih dari dua dekade.

"Ini kebaikan-kebaikan Pak Jokowi terhadap tentara yang membuat senang, tapi ini mungkin juga kabar buruk, karena kembali menggoda tentara untuk berpolitik. Dan itu yang terlihat jelas bagaimana politisi sipil tidak percaya diri jika tidak menggoda tentara," jelas Ismail Hasani di Jakarta, Selasa (8/10).

Ismail Hasani juga menilai presiden Jokowi lebih memanjakan TNI jika dibandingkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Beberapa kemanjaan tersebut misalnya dengan pemberian tunjangan-tunjangan, pemberian fasilitas-fasilitas dan kemudahan kredit perumahan, serta penambahan jabatan sipil. Menurutnya hal tersebut dapat berdampak negatif bagi reformasi TNI yang masih berjalan.

"Pak SBY yang berlatarbelakang militer lebih mampu, mendesaian, menata bagaimana pembangunan dan penguatan TNI. Tapi Pak Jokowi nyaris tidak punya pengetahuan dan kemampuan untuk mendesain bagaimana penguatan reformasi TNI berjalan," tambahnya.

Kendati demikian, Setara Institute menilai reformasi TNI telah mencapai beberapa hal penting di antaranya penghapusan dwi-fungsi ABRI, larangan terlibat kegiatan bisnis dan politik praktis.

Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sisriadi mengatakan penempatan personel TNI di kementerian dan lembaga sudah sesuai dengan UU TNI.
"Kita kalau bicara dengan personel bicaranya dengan Kementerian PAN RB. Tidak ada dengan kementerian lain secara liar begitu, tidak bisa kita lakukan itu. Kita patuh dengan Undang-undang," jelas Sisriadi saat dihubungi VOA.

Sisriadi berpendapat reformasi TNI sudah selesai dengan diberlakukannya UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Menurutnya, saat ini TNI sedang malakukan transformasi diri menjadi lembaga yang lebih baik, antara lain pada sumber daya manusia TNI, pelatihan sistem operasi, kesejahteraan anggota dan alutsista. [sm/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG