Tautan-tautan Akses

Serangan Koalisi Tewaskan 1.600 Warga Sipil di Raqqa, Suriah


Asap membubung tinggi setelah serangan udara koalisi pimpinan AS terhadap kota Raqqa, Suriah, 28 Juli 2017.
Asap membubung tinggi setelah serangan udara koalisi pimpinan AS terhadap kota Raqqa, Suriah, 28 Juli 2017.

Serangan udara dan artileri Amerika, Inggris dan Perancis terhadap ISIS di Raqqa, Suriah, menewaskan lebih dari 1.600 warga sipil, menurut penyelidikan Amnesty International. Tim peneliti menggabungkan hasil hitungan langsung dengan sumber terbuka dan data satelit untuk mengidentifikasi masing-masing serangan udara itu dan korban. Seperti dilaporkan wartawan VOA Henry Ridgwell dari London, pasukan koalisi mengakui beberapa warga sipil tewas dalam operasi tahun 2017 tetapi membantah jumlahnya.

Serangan koalisi untuk merebut kembali ibukota Raqqa, yang dinyatakan ISIS sebagai ibukota kekhalifahannya, dimulai Juni 2017. Selama lima bulan, Amnesty international, organisasi HAM, mengklaim serangan itu menewaskan lebih dari 1.600 warga sipil.

Setelah penyelidikan dua tahun, Amnesty mengumpulkan nama lebih dari 1.000 korban dan memverifikasi 641 kematian di Raqqa.

Amnesty bekerja bersama kelompok penyelidik Airwars selama dua bulan di Raqqa, mewawancarai penyintas dan mendatangi lokasi serangan.

Peneliti menggunakan sumber terbuka dan data satelit untuk mencari-tahu kapan masing-masing dari lebih 11 ribu bangunan hancur di Raqqa dihantam. Mereka membuat rekonstruksi virtual 3D dari kota yang hancur itu.

Donatella Rovera dari Amnesty International mengatakan, "Ribuan sukarelawan di seluruh dunia secara online mempelajari lebih dari 2 juta bingkai gambar satelit. Pada saat sama, ada rekan laboratorium bukti yang bermitra dengan beberapa universitas, dan kami meminta mahasiswa mempelajari setiap informasi yang keluar dari Raqqa, setiap video, setiap unggahan di Facebook tentang lokasi orang, dan ucapan belasungkawa atas kerabat yang meninggal."

Rovera mengatakan beberapa serangan koalisi jelas-jelas tidak pandang bulu.

"Pasukan Amerika bangga karena menggunakan lebih banyak artileri di Raqqa daripada di tempat mana pun sejak perang Vietnam. Itu tidak perlu dibanggakan karena risiko bagi warga sipil tidak bisa diterima. Dan tentang tembakan udara, tembakan itu memang tepat tetapi setiap ketepatan tembakan jelas hanya setepat kecerdasan Anda," tambahnya.

Dalam video propaganda, ISIS menggambarkan Raqqa sebagai ibu kota utopia kekhalifahannya. Amnesty mengatakan, kelompok teror itu menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia, memasang ranjau pada jalur keluar dari kota itu dan menembak siapa saja yang mencoba melarikan diri.

Tetapi peneliti mengatakan pasukan koalisi juga harus mengakui tanggung jawab atas besarnya jumlah korban. Menanggapi bukti yang ada, menurut Amnesty, pasukan koalisi mengakui kematian warga sipil dalam jumlah yang jauh lebih kecil.(ka)

XS
SM
MD
LG