Tautan-tautan Akses

Presiden SBY Tetap akan Terima Penghargaan 'Negarawan Dunia 2013'


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam perjalanan menuju New York, AS untuk menerima penghargaan Negarawan Dunia 2013 dari sebuah organisasi AS (foto: dok).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam perjalanan menuju New York, AS untuk menerima penghargaan Negarawan Dunia 2013 dari sebuah organisasi AS (foto: dok).

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan tetap akan menerima penghargaan 'Negarawan Dunia 2013' dari organisasi AS, The Appeal Of Conscience Foundation.

Meski menuai berbagai protes, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan tetap akan menerima penghargaan 'Negarawan Dunia 2013' (World Statesman Award 2013) dari sebuah organisasi Amerika Serikat, The Appeal Of Conscience Foundation, atas prestasinya dalam membina kerukunan umat beragama di Indonesia.

Di tengah kontroversi terkait perlu tidaknya menerima penghargaan World Statesmen Award 2013 dari orgganisasi The Appeal Of Conscience Foundation (ACF), Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dipastikan tetap akan menerima penghargaan tersebut.

Dalam pidatonya di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta Senin (27/5) sebelum berangkat ke Swedia dan Amerika Serikat, Presiden mengatakan pemberian penghargaan dari organisasi internasional itu didasarkan atas catatan mereka terhadap kemajuan demokrasi di Indonesia, kerukunan umat beragama dan komitmen yang kuat dari pemerintah Indonesia dalam mendorong perdamaian dan penyelesaian konflik secara damai.

Meski demikian, Presiden mengakui, kritik atas dirinya jika menerima penghargaan itu karena banyaknya persoalan intoleransi umat beragama di Indonesia yang belum terselesaikan.

Presiden mengatakan, "Berkaitan dengan rencana penghargaan kepada saya sebagai Presiden bukan pribadi, saya juga mendengar dan mengetahui ada sejumlah kalangan yang tidak setuju, protes, saya hormati dan hargai pandangan itu sebagaimana saya menghormati dan menghargai pandangan yang berbeda dari tokoh masyarakat Indonesia."

Presiden juga menjelaskan, kepergiannya ke Amerika Serikat bukan hanya untuk menerima penghargaan penghargaan World Statesman Award dari ACF, melainkan untuk menghadiri agenda pertemuan ke 5 Pembangunan Pasca 2015 (UN High-Level Panel of Eminent Persons on the Post-2015 Development Agenda) di Markas Besar PBB di New York pada 29 – 30 Mei 2013.

Sebelumnya, kritik dan protes terus bergulir dari berbagai kalangan terhadap rencana dari organisasi ACF untuk memberikan penghargaan World Statesmen Award 2013 kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketua SETARA Institute Hendardi menilai, pemberian penghargaan untuk kebebasan beragama kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah sebuah kekeliruan. Menurutnya, dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh SETARA Institute, terjadi peningkatan 20-30 persen praktek intoleransi selama tahun 2006-2012. Maraknya kasus intoleransi tambah Hendardi didorong oleh tidak adanya penegakan hukum yang tegas dari pemerintah. Untuk itu menurutnya, Presiden sebaiknya menolak pemberian penghargaan itu.

"Sesungguhnya, menurut saya, jika Presiden bersikap sebagai negarawan, dia tidak menerima penghargaan ini," kata Hendardi.

Sementara, rohaniawan Romo Antonius Beni Susetyo mengatakan Presiden mempunyai kewajiban untuk melindungi setiap warga negara untuk menjalankan kebebasan beragama.

Romo Beni mengatakan, "Kekerasan, intoleransi kemudian penyegelan rumah ibadah marak terjadi. Kekerasan itu berlangsung terus menerus tapi tali kekerasan tidak pernah diputus. Persoalannya, kewajiban kepala Negara memberi perlindungan kepada setiap warganegara, ini kan diatur dan konstitusi kita mengatakan itu. Jadi konstitusi memberikan jaminan kebebasan beragama melindungi setiap warganegara. Jadi setiap orang harus mendapat perlindungan. Tidak bisa dengan seenaknya orang menindas yang lain, menakut-nakuti bahkan membunuh..ini harus kita akui. Jadi ini sebenarnya momentum bagi Presiden untuk mengatakan bahwa saatnyalah kekerasan ini dihentikan. Kalau tidak tali kekerasan terus menerus tidak pernah putus. Jadi selama ini pembiaran berlangsungnya kekerasan itu terus terjadi."

Kritik yang sama juga dilontarkan Pakar Etika Politik Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Franz Magnis Suseno SJ dengan menyampaikan surat protes kepada ACF. Dalam suratnya, Romo Magnis menulis, penghargaan itu hanya akan membuat malu ACF. Menurut Magnis, selama 8,5 tahun kepemimpinan Presiden Yudhoyono, kaum minoritas Indonesia justru berada dalam situasi tertekan.

Dari data SETARA Institue ada beberapa peristiwa pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia. Di tahun 2012 tercatat ada 371 peristiwa dan hanya 264 di antaranya yang ditangani oleh aparat penegak hukum.

Recommended

XS
SM
MD
LG