Tautan-tautan Akses

Sandiaga: Bonus Demografi Bisa Jadi Musibah 


Sandiaga saat menghadiri diskusi Gerakan Milenial Indonesia di Kalideres, Jakarta. (Foto: VOA/Ahmad Bhagaskoro)
Sandiaga saat menghadiri diskusi Gerakan Milenial Indonesia di Kalideres, Jakarta. (Foto: VOA/Ahmad Bhagaskoro)

Calon wakil presiden nomor urut 2, Sandiaga Salahuddin Uno menawarkan sejumlah gagasan untuk membantu generasi milenial menghadapi bonus demografi, yang puncaknya diperkirakan akan terjadi pada 2030 mendatang. Pertama, dengan memberikan pendidikan vokasi bagi generasi milenial agar sesuai dengan lapangan kerja yang ada. Kedua, mendorong generasi milenial agar menjadi pengusaha.

Menurutnya, tanpa perencanaan yang matang bonus demografi Indonesia hanya akan menjadi bencana nasional bagi Indonesia.

"Ini sudah semakin dekat puncak dari bonus demografi kita. Begitu lewat kita akan kehilangan jendela peluang ini, karena itu kita akan mendorong pendidikan kita tuntas dan berkualitas. Ke depan juga harus ada kepastian bahwa lapangan kerja akan tersedia bagi milenial kita. Baik mereka sebagai pencari kerja atau maupun yang sekarang kita ubah mereka menjadi pencipta lapangan kerja," tutur Sandiaga saat menghadiri acara Gerakan Milenial Indonesia di Jakarta Barat, Sabtu (27/10).

Sandiaga menyatakan akan mengkaji dan merevisi aturan-aturan yang kurang berpihak bagi pekerja maupun pengusaha nasional, jika nantinya menang dalam pemilihan presiden 2019.

Sandiaga Dorong Penuntasan Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan

Sandi menyebut perbaikan ekonomi ini penting, untuk penuntasan persoalan lainnya seperti kekerasan terhadap anak dan perempuan. Menurutnya, sebagian besar persoalan tersebut muncul karena dipicu persoalan ekonomi.

"Kita lihat bahwa selama ekonomi jadi permasalahan, ibu-ibu terutama yang strata ekonomi menengah ke bawah mengalami tekanan. Karena mereka juga sumber ekonomi keluarga, 67 persen ekonomi rumah tangga itu dihasilkan ibu-ibu. Dan UMKM itu dominasinya 60 persen itu perempuan hebat dan mandiri. Dan saya lihat justru isu-isu perlindungan anak dan perempuan kembali ke ekonomi," imbuhnya.

Sementara itu Pembina Gerakan Milenial Indonesia Rahayu Saraswati Djojohadikusumo berharap generasi milenial dapat memanfaatkan perkembangan teknologi dan digital menjadi peluang usaha. Sehingga tidak hanya sebagai konsumen, tapi juga mampu menciptakan peluang usaha dari teknologi.

"Saya suka apa yang Pak Prabowo sampaikan kemarin, ini ajakan untuk anak-anak muda. Diharapkan anak-anak muda tidak jago main gadget atau jari-jarinya menghabiskan rata-rata negara berkembang 4-8 jam per hari hanya untuk di medsos. Tetapi kalau bisa mau maju dan bertahan, justru kita yang harus buat aplikasinya, buat gadgetnya dan mobilnya," jelas Saraswati.

Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (berdiri). (Foto: VOA/Ahmad Bhagaskoro)
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (berdiri). (Foto: VOA/Ahmad Bhagaskoro)

Mahasiswa Suka Ide Sandi, Tak Yakin dengan Pelaksanaannya

Lalu bagaimana tanggapan para mahasiswa di Jakarta yang menjadi wakil dari generasi milenial terhadap gagasan Sandiaga Uno.

Diwawancarai secara terpisah, Faisal Bachri, mengatakan, “Niatan menjadikan anak muda ujung tombak ekonomi bangsa ini bagus. Tapi menurut saya yang sudah tidak percaya dengan elit, anak muda Indonesia ini cuma jadi pion yang dikorban demi kepentingan ekonomi sedangkan potensi dalam dirinya dilenyapkan.”

Hal senada disampaikan Yulia Adiningsih, ia mengatakan, "Antisipasi menghadapi bonus demografi harus dilakukan. Tapi, jika pendidikan diorientasikan hanya untuk kerja itu bisa jadi masalah juga. Di era digital semua orang bisa menghasilkan uang dengan mudah tanpa sekolah. Tapi belum tentu dengan bijak. Ini yang perlu diperhatikan. Orang menjadi YouTuber saja sudah bisa menghasilkan uang dan sudah menjadi profesi, tinggal regulasinya saja yang belum ada. Regulasi yang lebih sesuai dengan zaman.”

Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030. Namun berdasarkan catatat Kementerian Tenaga Kerja, 60 persen tenaga kerja di Indonesia atau sekitar mencapai 133 juta, hanya lulusan Sekolah Menegah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar (SD). Dengan tingkat pendidikan tersebut, generasi muda Indonesia diperkirakan tidak akan mampu bersaing dengan pekerja dari negara lain pada era perkembangan digital nanti. [Ab/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG