Tautan-tautan Akses

Rumah Panggung di Pesisir Jateng yang Tenggelam, Solusi Paten atau Palsu?


Semarang adalah kota yang menjadi langganan banjir rob karena turunnya muka tanah dan naiknya permukaan air laut. (Foto: Courtesy/Walhi Jateng)
Semarang adalah kota yang menjadi langganan banjir rob karena turunnya muka tanah dan naiknya permukaan air laut. (Foto: Courtesy/Walhi Jateng)

Air laut yang main tinggi dan daratan yang terus turun adalah kombinasi bencana di sepanjang perairan utara Jawa Tengah. Rumah panggung ditawarkan sebagai solusi, tetapi aktivis melihat jalan keluar ini tak menyelesaikan akar persoalan.

Kawasan pesisir utara Jawa Tengah mengalami dua bencana sekaligus. Tinggi muka tanah semakin turun, sementara air laut makin tinggi karena faktor perubahan iklim dan kondisi cuaca jangka pendek.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menawarkan solusi baru untuk persoalan ini. Gubernur Ganjar Pranowo, giat menawarkan program bantuan rumah sistem panel instan (ruspin) untuk korban bencana rob. Salah satunya, dibangun di Desa Bedono, Kecamatan, Sayung, Kabupaten Demak.

Kawasan ini langganan rutin bencana rob. Air laut terus naik, dan warga berusaha mengatasi dampaknya dengan meninggikan lantai rumah. Sayangnya, upaya ini seperti lari dari kejaran tanpa henti. Belum lama ditimbun, rumah akan kembali tenggelam karena air laut terus naik.

Pemprov Jawa Tengah meninggikan rumah warga hingga 1,5 meter dari muka air laut. (Foto: Courtesy/Humas Jateng)
Pemprov Jawa Tengah meninggikan rumah warga hingga 1,5 meter dari muka air laut. (Foto: Courtesy/Humas Jateng)

“Ini kan areal rob, jadi adaptasi masyarakat musti dilakukan. Selama ini yang dilakukan adalah penimbunan. Ditimbun, tenggelam. Ditimbun, tenggelam,” kata Ganjar, Selasa (14/3).

Karena tidak mau pindah, Ganjar menawarkan konsep rumah panggung. Tiang-tiang beton ditancapkan di laut, dan rumah baru didirikan di atasnya.

“Nah ini ditemukan konsep agar mereka tinggal di sini. Dulu kalau rumah mereka nempel di tanah, landed houses itu banjir, terus kemudian diurug dan rumahnya tinggal pendek. Sekarang dinaikkan sekalian, itu dari muka tanah kira-kira dari mula tanah 1,5 meter, jadi cukup tinggi,” kata dia.

Program ini sedang digalakkan. Warga cukup bergotong-royong membuat tiang cor semen, dengan kisaran anggaran Rp10 juta. Sementara unit rumahnya, yang dibuat dari panel beton yang bisa disusun dalam waktu satu hari, butuh dana sekitar Rp50 juta, yang merupakan bantuan pemerintah. Di Bedono ini, ada 34 keluarga yang menerima bantuan rumah panel instan.

Proyek bantuan rumah panel instan di Bedono, Demak yang sering tenggelam akibat kenaikan muka air laut. (Foto: Humas Jateng)
Proyek bantuan rumah panel instan di Bedono, Demak yang sering tenggelam akibat kenaikan muka air laut. (Foto: Humas Jateng)

"Ini adalah area land subsidence. Hari ini masyarakat masih ingin bertahan di sini. Jadi, satu-satunya alternatif yang paling kompromistis, ya rumahnya harus panggung,” tambah Ganjar.

Tentu rumah ini masih butuh penyempurnaan. Warga penerima bantuan harus melakukan sejumlah perbaikan untuk membuatnya lebih nyaman. Namun, sebagai rumah panel instan konsep ini mudah diterapkan dan lebih cepat. Setidaknya, rumah warga yang kian tenggelam oleh naiknya muka air laut cepat teratasi. Ganjar menyebut rumah ini lebih lega, lebih sehat dan lebih adaptif.

Rohmi, yang sudah beberapa pekan tinggal di rumah panggung dalam program ini, mengaku merasa nyaman.

“Bagus, enak tidak kena ombak lagi, untuk tidur enak, tidak kena banjir. Pokoknya enak lah,” ujarnya.

Rumah lama Rohmi hancur karena diterjang ombak laut, dan sama sekali tidak bisa ditinggali. Dia membeli lahan kecil baru di lokasi yang tidak begitu jauh dari rumah lamanya, dan menerima bantuan rumah panggung itu.

Meski relatif membantu bagi warga, konsep rumah panggung serupa belum akan diterapkan untuk fasilitas umum. Misalnya, sekolah SD Negeri 03 Bedono yang menjadi langganan terendam banjir. Menurut Ganjar, renovasi atau pembangunan sekolah ini butuh diskusi lebih jauh.

"Dulu di sana, kena abrasi sudah tidak dapat ditinggali. Lalu beli tanah di sini dan dapat bantuan ruspin. Rumahnya bagus, enak, tidak harus menaikkan rumah lagi. Buat tidur enak, tidak banjir," ujarnya.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo melihat kondisi banjir di Semarang pada 28 Februari 2021, terlihat posisi air yang lebih tinggi dari jalan raya. (Foto: Courtesy/Humas Jateng)
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo melihat kondisi banjir di Semarang pada 28 Februari 2021, terlihat posisi air yang lebih tinggi dari jalan raya. (Foto: Courtesy/Humas Jateng)

Rumah Panggung Bukan Solusi

Kelihatannya, meninggikan rumah akan menyelamatkan warga dari air laut. Namun, itu hanya sementara. Iqbal Alma, aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah kepada VOA mengatakan, rumah panggung itu akan kembali terendam di masa depan.

Untuk jangka pendek, penderitaan warga mungkin terkurangi, karena akhirnya mereka bisa hidup di lingkungan yang tidak terkena rob, abrasi dan sebagainya. Tapi akhirnya, ini akan selalu berulang. Nanti kalau naik lagi, bikin lagi. Naik lagi, bikin lagi. Akan selalu seperti itu,” tegasnya.

Hitungannya, di kawasan Semarang sampai Demak, tanah turun setidaknya 10 sentimeter per tahun. Masih ditambah dengan kenaikan muka air laut yang juga menjadi gangguan besar di kawasan ini. Karena itulah, Walhi berpandangan yang harus diselesaikan seharusnya adalah akar masalah, bukan dampak yang ditimbulkan.

Walhi Jateng dan warga Bedong, Demak, menanam mangrove untuk menekan dampak rob. (Foto: Courtesy/Walhi Jateng)
Walhi Jateng dan warga Bedong, Demak, menanam mangrove untuk menekan dampak rob. (Foto: Courtesy/Walhi Jateng)

“Ketika akar-akar masalah ini tidak diselesaikan, juga akan sama saja. Warga akan kembali tenggelam. Itu kan sebenarnya hanya menunda saja untuk warga kembali tengelam,” jelasnya.

Akar masalah yang disebut Iqbal, sebagaimana juga hasil penelitian berbagai pihak termasuk sejumlah universitas di Jawa Tengah, adalah eksploitasi air tanah yang berlebihan. Kawasan pantai utara Jawa Tengah merupakan pusat industri, dan mereka sepenuhnya mengambil air dari tanah. Selain itu, perubahan iklim juga berperan, karena naiknya muka air laut. Pada periode tertentu, banjir rob juga terjadi karena pengaruh cuaca dan air pasang laut akibat siklus bulan.

Di kawasan Sayung, Demak yang mengalami penurunan tanah cukup tinggi, bahkan dibangun Jatengland Industrial Parak Sayung.

Solusi besar yang diambil pemerintah, dengan membangun tanggul laut yang sekaligus berfungsi sebagai jalan tol di atas laut, juga dinilai tidak berdampak banyak.

“Menurut kami, itu hanya solusi palsu atau memindah masalah. Mungkin masalah di Semarang terselesaikan, tetapi bagaimana dengan daerah lain?” tanya Iqbal.

Membendung air laut untuk tidak masuk ke kawasan Semarang dan Demak, hanya akan membuat air laut pindah ke wilayah lain untuk masuk ke darat. Dalam skala lebih kecil, kata Iqbal, pembangunan tanggul laut di kawasan Marina dan kawasan industri Tanjung Mas sudah membuktikan. Tanggul yang jebol awal tahun lalu menimbulkan banjir parah di wilayah Semarang yang tidak mudah diatasi karena permukaan air laut sudah lebih tinggi dari daratan.

Banjir terjadi pada Selasa, 4 Februari 2020 di Kecamatan Tugu, Kota Semarang. (Foto: BPBD Kota Semarang)
Banjir terjadi pada Selasa, 4 Februari 2020 di Kecamatan Tugu, Kota Semarang. (Foto: BPBD Kota Semarang)

Tanggul Laut Dibangun

Lepas dari kawasan pantai di sepanjang Semarang-Demak, pemerintah pusat memang membangun tanggul penahan air laut besar yang sekaligus merupakan jalan tol menghubungkan kedua kota. Ruas tol Sayung-Demak sepanjang 16,01 kilometer merogoh anggaran Rp5,9 triliun telah selesai dibangun dan siap digunakan.

“Saya juga sangat menghargai Jalan Tol Sayung-Demak yang telah dibangun ini. Karena yang kedua, ini juga sebagai tanggul laut, sehingga rob yang ke depan menurut saya akan makin jauh dan levelnya akan makin tinggi masuk ke daratan karena perubahan iklim itu, sedikit bisa kita cegah dengan fungsi jalan tol sekaligus tanggul laut dari jalan yang telah dibangun ini,” kata Presiden Jokowi ketika meresmikan tanggul sekaligus tol itu pada 25 Februari 2023.

Rumah Panggung di Pesisir Jateng yang Tenggelam, Solusi Paten atau Palsu?
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:34 0:00

Tanggul laut sekaligus tol Semarang-Demak memiliki total panjang 26,40 km. Seksi 1 membentang dari Semarang ke Sayung sepanjang 10,39 km dan sepenuhnya dibiayai pemerintah pusat sebesar Rp10 triliun. Sedangkan seksi 2, Sayung-Demak dikerjakan dengan skema Kerja Sama Badan Usaha dengan Pemerintah (KPBU).

"Ditargetkan, semua ruas tol Semarang-Demak ini selesai pada akhir tahun 2024,” kata Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono. [ns/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG