Tautan-tautan Akses

Rencana Taman Konservasi Dongi Perlu Revisi Perda Tata Ruang


Kompo Dongi sebagai Aquatic-Terrestrial Transition Zone atau sebuah sebuah tempat yang terendam secara berkala yang berperan penting dalam proses ekologi yang berlangsung di perairan Danau Poso. (Foto : FARP Poso/2018)
Kompo Dongi sebagai Aquatic-Terrestrial Transition Zone atau sebuah sebuah tempat yang terendam secara berkala yang berperan penting dalam proses ekologi yang berlangsung di perairan Danau Poso. (Foto : FARP Poso/2018)

Para aktivis lingkungan mengingatkan rencana pembangunan Taman Konservasi Dongi dan kawasan perlindungan burung di daerah Dongi seharusnya didahului dengan revisi peraturan daerah rencana tata ruang wilayah (RTRW). Pasalnya, berdasarkan RTRW 2012, wilayah tersebut dinyatakan sebagai kawasan pengungsian burung. Pembangunan Taman konservasi Dongi adalah bagian dari penataan Sungai Poso sepanjang 12,8 km di Kabupated Poso, Sulawesi Tengah.

Salah satu rencana penataan Sungai Poso adalah membangun taman konservasi buatan di lahan hasil tampungan material sebanyak 800 ribu meter kubik dari pengerukan dasar Sungai Poso. Taman Konservasi Dongi nanti juga akan berfungsi sebagai kawasan perlindungan satwa burung dan diharapkan bisa menjadi destinasi wisata baru.

Yopy Hari, direktur Yayasan Panorama Alam Lestari (YPAL) Kabupaten Poso, mengatakan perubahan lanskap di Kompo Dongi tidak boleh dilakukan tanpa merevisi Perda Kabupaten Poso Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Poso Tahun 2012-2032 yang menetapkan wilayah Dongi sebagai kawasan lindung lainnya. Kawasan Dongi ditetapkan sebagai kawasan lindung karena berfungsi sebagai daerah pengungsian satwa, khususnya jenis burung pada daerah rawa banjiran danau Poso.

“Itu kan sebuah kebijakan resmi dari pemerintah. Tidak bisa seolah-olah hanya karena sebuah kepentingan mudah untuk mengubah perda-nya,” ujar Yopy.

Mengubah perdanya pun harus berdasarkan kajian-kajian akademisi dan ilmiah karena perda menetapkan kawasan perlindungan alami yang menjadi bagian kehidupan satwa dan endemik lainnya yang ada di Danau Poso, tambah Yopy.

Lay Out rencana area taman konservasi berdasarkan dokumen analisis dampak lingkungan hidup (Andal) Rencana kegiatan Penataan Sungai Poso. Foto : Screen shot dokumen andal
Lay Out rencana area taman konservasi berdasarkan dokumen analisis dampak lingkungan hidup (Andal) Rencana kegiatan Penataan Sungai Poso. Foto : Screen shot dokumen andal

Bila perda terkait tata ruang wilayah tidak direvisi, kawasan tersebut secara hukum tetap berfungsi sebagai kawasan lindung.

Meria Tirsa Gundo dari perkumpulan ilmuwan Ikan menyebut wilayah Kompo Dongi berperan penting dalam proses ekologi di perairan Danau Poso karena kawasan itu adalah Aquatic-Terrestrial Transition Zone atau tempat yang terendam secara berkala.

Dengan kondisi demikian, zona ini memiliki tingkat kesuburan dan keragaman hayati yang tinggi. Misalnya, kawasan itu berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning area), tempat mencari makan (feeding area), dan tempat membesarkan anakan (nursery area), tempat berlindung biota termasuk spesies biota endemik Danau Poso.

Selain Kompo Dongi, tempat serupa juga ditemukan di sekeliling Danau Poso pada musim hujan terutama di sekitar Desa Panjo, Tokilo, Tindoli, Taipa/Owini, Meko, Salukaia, Toinasa, mayakeli, Buyumpondoli.

“Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, waktu hujan, air naik digenangi daerah itu. Kemudian ikan banyak bertelur di situ, banyak makannya, otomatis daerah itu menjadi daerah-daerah penting bagi ikan, mereka hidup subur, mereka banyak disitu, dan ketika air turun mereka akan ke danau,” jelas Meria.

Eric William Lemba Tomasoa, Kepala Sub Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah 1 pada Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah Kabupaten Poso, memastikan rencana pembuatan taman konservasi Dongi dan Kawasan Perlindungan Burung itu tidak melanggar aturan tata ruang wilayah daerah Kabupaten Poso.

Rencana Taman Konservasi Dongi Perlu Revisi Perda Tata Ruang
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:34 0:00

Berbicara kepada VOA, Eric mengatakan, Pemda menyetujui rencana itu karena konsep taman konservasi yang diusulkan oleh PT Poso Energy akan mengubah kawasan bukan hutan menjadi hutan kota.

“Sehingga, kita pada dasarnya tidak bertentangan dengan arahan tata ruang atau Perda Nomor 8 Tahun 2012 tentang daerah Dongi yang merupakan area pengungsian burung. Area Dongi sekarang ini sudah terjadi area rawa sehingga burung tidak lagi mengungsi di daerah tersebut,” ujar Eric.

Menurutnya dengan keberadaan Taman Konservasi Dongi yang menghadirkan hutan kota itu justru akan mengembalikan fungsi wilayah itu sebagai daerah pengungsian burung. Di sisi yang lain keberadaannya akan menjadi daerah wisata baru yang dapat memberikan dampak peningkatan perekonomian masyarakat.

Harus sesuai prinsip konservasi

Bappenas.go.id menyebutkan Danau Poso adalah salah satu dari 15 danau yang menjadi prioritas penyelamatan danau nasional dan sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020 dan rancangan teknokratis RPJMN 2020-2024. Masalah-masalah yang dihadapi kelima belas danau itu antara lain menurunnya volume dan kualitas air danau akibat pencemaran sampah dan limbah domestik maupun industri, eutrofikasi, dan erosi ekosistem.

Upaya penyelamatan danau ini dilakukan dengan menetapkan beberapa indikator, antara lain meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi, menghilangkan pembuangan, meminimalkan pelepasan material dan bahan kimia berbahaya, serta mengurangi setengah proporsi air limbah yang tidak diolah.

Saparis Soedarjanto, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS pada Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pernah mengatakan kepada VOA bahwa taman konservasi sebaiknya mengikuti prinsip-prinsip konservasi.

Kapal pengeruk sedang menimbun kawasan kompo dongi, sebuah tempat seluas 35 hektar yang akan dijadikan taman konservasi dongi dan pelestarian burung buatan dalam kegiatan penataan sungai Poso. (2/11/2019) Foto : Yoanes Litha
Kapal pengeruk sedang menimbun kawasan kompo dongi, sebuah tempat seluas 35 hektar yang akan dijadikan taman konservasi dongi dan pelestarian burung buatan dalam kegiatan penataan sungai Poso. (2/11/2019) Foto : Yoanes Litha

Maksudnya, prinsip konservasi adalah mengembalikan ke kondisi awal, sedangkan taman buatan tidak memenuhi terminologi dan arti konservasi, papar Saparis.

“Kalau ada daerah-daerah yang terbuka, rusak kemudian untuk Taman konservasi boleh lah. Tapi ini kan tidak. Jadi daerah-daerah alami, kemudian dia dirubah landscape-nya untuk konservasi. Itu jadi jauh dari prinsip-prinsip konservasi itu sendiri,” jelas Saparis Soedarjanto.

Saparis menjelaskan pemerintah sudah memiliki dokumen Rencana Pengelolaan Danau Terpadu, termasuk di antaranya adalah Danau Poso, di Sulawesi Tengah. Karena itu, penting memastikan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di wilayah itu sesuai dengan komitmen awal yang telah disepakati, yang diantaranya bertujuan untuk menjamin keberlanjutan keanekaragaman hayati.

“Kalau memang Taman Konservasi itu tidak masuk di dalam itu berarti dia menyalahi komitmen di dalam Rencana Pengelolaan Danau Terpadu,” tegas Sapari.

Dia menambahkan pihaknya akan memantau kegiatan di kawasan tersebut sesuai dengan Rencana Pengelolaan Danau Terpadu.

“Pemerintah daerah harus menggunakan itu (Rencana Pengelolaan Danau Terpadu) sebagai referensi dalam memantau berbagai pemanfaatan di zona perairan atau di sekitar kawasan perairan danau tadi,” tambah Sapari. [yl/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG