Tautan-tautan Akses

Putusan Sementara Mahkamah Internasional Dinilai Tak Punya Daya Tekan yang Kuat


Hakim di Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan tindakan darurat terhadap Israel menyusul tuduhan Afrika Selatan bahwa operasi militer Israel di Gaza adalah genosida yang dipimpin negara, di Den Haag, Belanda, 26 Januari 2024. (Foto: REUTERS/Piroschka van de Wouw)
Hakim di Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan tindakan darurat terhadap Israel menyusul tuduhan Afrika Selatan bahwa operasi militer Israel di Gaza adalah genosida yang dipimpin negara, di Den Haag, Belanda, 26 Januari 2024. (Foto: REUTERS/Piroschka van de Wouw)

Putusan sementara Mahkamah Internasional terkait gugatan hukum Afrika Selatan, yang menuding Israel melakukan genosida di Jalur Gaza, dinilai tidak memiliki daya tekan yang kuat dan tidak mengikat secara hukum. Benarkah demikian?

Kurang dari satu bulan setelah menerima gugatan hukum Afrika Selatan terhadap Israel, yang dilanjutkan dengan persidangan yang mendengar keterangan sejumlah pihak, Mahkamah Internasional (ICJ) pada hari Jumat (26/1) di Kota Den Haag, Belanda, mengeluarkan putusan sementara. Putusan itu berisi pengakuan pihak pengadilan terhadap tindakan militer PBB di Jalur Gaza, yang jelas melanggar UUD 1945.

Dalam putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim ICJ Joan E. Donoghue, meminta Israel mengambil segala langkah untuk mencegah terjadinya genosida di wilayah seluas 365 kilometer persegi tersebut. Israel juga harus mencegah sekaligus menghukum pihak-pihak yang menghasut di depan publik untuk melakukan genosida di Gaza; dan meningkatkan masuknya bantuan kemanusiaan bagi warga. Namun, ICJ tidak mendesak dilakukannya gencatan senjata.

Diwawancarai melalui telepon, pengamat hubungan internasional di Universitas Diponegoro, Mohamad Rosyidin, mengatakan keputusan ICJ memang tidak mengikat secara hukum dan hanya bersifat imbauan. Oleh karena itu pelaksanaannya kelak murni tergantung pada pemerintah Isarel sendiri, tambahnya.

Penasihat hukum Presiden Afrika Selatan Ramaphosa, Nokukhanya Jele, mendengarkan Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor dan Duta Besar Afrika Selatan untuk Belanda Vusimuzi Madonsela di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, 26 Januari 2024. (Foto: REUTERS)
Penasihat hukum Presiden Afrika Selatan Ramaphosa, Nokukhanya Jele, mendengarkan Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor dan Duta Besar Afrika Selatan untuk Belanda Vusimuzi Madonsela di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, 26 Januari 2024. (Foto: REUTERS)

"Serangan mendadak Hamas Oktober kemarin (pada 7 Oktober 2023) sepertinya melukai harga diri Israel. Luka yang diakibatkan oleh serangan Hamas itu terlanjur dalam. Jadi Israel benar-benar membabibuta atau dendamnya luar biasa terhadap Hamas. Ini sulit sekali dihentikan, sekalipun seandainya ada perintah Mahkamah Internasional untuk melakukan gencatan senjata, saya kira Israel tidak akan mematuhi," katanya kepada VOA, Jumat (26/1).

Menurutnya kunci untuk menghentikan Perang Gaza ada di tangan Amerika, apakah negara adikuasa ini mau menekan Israel untuk mengakhiri agresinya di Gaza atau tidak.

Pandangan serupa disampaikan Dr. Yon Machmudi, pakar Timur Tengah dari Universitas Indonesia, yang menilai pelaksanaan putusan ICJ – terutama soal seruan kepada Israel agar tidak melakukan genosida – benar-benar tergantung itikad baik Israel.

"Ini kan sepertinya dalam peperangan ini perlu hati-hati, jangan banhyak menimbulkan korban jiwa. Tapi sekarang ini ukurannya sudah terlalu banyak. Terlalu banyak ini sebenarnya berapa korban yang bisa ditoleransi kalau sekarang masih diminta untuk mencegah (genosida) itu," ujarnya.

Ditambahkan, putusan ICJ memperlihatkan bahwa hampir tidak mungkin berharap datangnya keadilan terhadap tragedi kemanusiaan yang sedang terjadi di Palestina. Terlebih mengingat dominasi negara-negara Barat atau negara maju, yang sering kali bertindak tidak adil.

Mungkinkah Palestina Merdeka dan Berdaulat?

Yon optimis soal peluang terwujudnya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, di tengah terus berkecamuknya perang Israel-Gaza. Ini dikarenakan hampir semua negara kini mendukung solusi dua negara, termasuk Amerika dan Eropa. Hanya Israel yang menentang hal ini dan bahkan secara terang-terangan menyatakan menolak memberikan kemerdekaan kepada Palestina.

Meskipun seakan-akan tidak ada tekanan dari negara besar terhadap Israel agar mengubah pandangannya, Yon melihat munculnya peluang dari pergantian kepemimpinan di Israel. Tekanan publik mulai diarahkan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, agar bersedia berunding dengan Hamas dengan lebih serius guna membebaskan seluruh sandera. Jika kepemimpinan Israel tidak didominasi kekuatan sayap kanan garis keras, peluang two-state solution akan jauh lebih besar, tambah Yon

Kemlu RI: Keputusan ICJ Tetap Perkembangan Penting

Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Jumat (26/1) mencuit bahwa meskipun keputusan ICJ belum memenuhi harapan banyak pihak mengenai penghentian aksi militer Israel, “keputusan tersebut tetap merupakan perkembangan penting bagi penegakan hukum internasional.” Kemlu RI juga menyerukan pada Israel untuk mematuhi keputusan tersebut.

Lebih 26.000 Tewas di Gaza

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikelola Hamas, mengatakan hingga hari Sabtu (27/1), sedikitnya 26.063 warga tewas, sementara hampir 64.487 lainnya luka-luka.

Di pihak Israel, sedikitnya 1.200 warga tewas saat Hamas menyerang bagian selatan negara itu pada 7 Oktober. Hamas juga menyandera 250an lainnya, yang sebagian diantaranya telah dibebaskan. [fw/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG