Tautan-tautan Akses

Pulau Sangihe, Habitat Penting Bagi Burung di Sulawesi Utara yang Terancam Tambang Emas


Seriwang Sangihe (Eutrichomyias rowleyi) di Pegunungan Sahendaruman, Pulau Sangihe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. (Foto : Burung Indonesia/Ganjar Cahyo Aprianto)
Seriwang Sangihe (Eutrichomyias rowleyi) di Pegunungan Sahendaruman, Pulau Sangihe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. (Foto : Burung Indonesia/Ganjar Cahyo Aprianto)

Pulau Sangihe, salah satu pulau kecil terluar Indonesia yang berbatasan dengan Filipina.Pulau yang berada sekitar 200 kilometer utara semenanjung Sulawesi itu merupakan habitat penting bagi burung di Sulawesi Utara, salah satunya adalah burung Seriwang Sangihe yang bangkit dari kepunahan pada 1998. 

Menurut Organisasi Burung Indonesia, burung berbulu dominan biru itu pertama kali ditemukan oleh naturalis berkebangsaan Jerman, AB Meyer pada 1872. Namun, sejak itu keberadaan burung Seriwang Sangihe tidak pernah tercatat kembali sehingga sempat masuk dalam daftar burung yang telah punah. Keberadaan burung ini akhirnya ditemukan kembali pada tahun 1998 oleh John Riley dan James C Wardill dari University of York dan University of Leeds, Inggris.

Ketika ditemukan kembali tidak ada satu orang lokal pun yang mengenal atau mengetahui nama burung endemis Sangihe ini. Karena itu, tim survei menggunakan nama Niu, warga setempat yang pertama menemukan seriwang sangihe tersebut. Sejak itu Seriwang Sangihe dikenal juga dengan nama burung Niu atau manu’ niu.

Koordinator Program Konservasi Burung Indonesia, Ferry Hasudungan mengatakan keberadaan Pulau Sangihe sebagai habitat burung endemik tersebut perlu diketahui dunia luar, termasuk pemerintah pusat di Jakarta sehingga dapat melahirkan kebijakan yang mendukung upaya pelestarian dan pemberdayaan masyarakat di wilayah itu.

“Itu yang kita harapkan bisa diketahui oleh banyak pihak karena kalau hanya Sangihe saja yang tahu ini mungkin kembali ke pertanyaan awal kenapa kebijakan pusat berbeda dengan kebijakan di daerah seperti itu, karena mungkin ada hal yang tidak diketahui oleh beberapa pihak,” kata Ferry Hasudungan dalam webinar bertema “Cerita dari Sangihe, Menjaga Langkah Melawan Kepunahan,” Jumat (2/9).

Seriwang Sangihe (Eutrichomyias rowleyi) di Pegunungan Sahendaruman, Pulau Sangihe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. (Foto : Burung Indonesia/Ganjar Cahyo Aprianto)
Seriwang Sangihe (Eutrichomyias rowleyi) di Pegunungan Sahendaruman, Pulau Sangihe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. (Foto : Burung Indonesia/Ganjar Cahyo Aprianto)

Dalam beberapa waktu terakhir keberadaan konsesi tambang emas seluas 42 ribu hektare di Pulau Sangihe menimbulkan kecemasan pengiat lingkungan terhadap dampak kerusakan lingkungan yang mengancam habitat burung di pulau itu dan juga kehidupan masyarakat setempat.

JATAM : Setengah Pulau Sangihe Jadi Konsesi Tambang

Berdasarkan laporan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pada Juli 2022, setengah dari Pulau Sangihe telah ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai konsesi tambang PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) sejak Januari 2021 hingga Januari 2054. Mayoritas saham perusahaan itu dimiliki oleh Sangihe Gold Corporation asal Kanada.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado pada 2 Juni 2022 telah membatalkan izin lingkungan perusahaan tambang tersebut dan menunda segala aktivitas PT TMS, sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta pada 1 September 2022 memutuskan mengabulkan gugatan warga Pulau Sangihe untuk seluruhnya yaitu membatalkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Tambang Mas Sangihe.

“Ancaman masih tetap ada, sebab dalam banyak kasus, pemerintah yang bersekongkol dengan korporasi seringkali tak ta'at hukum. Bahkan, 14 warga telah dikriminalisasi, meski secara hukum PT TMS sudah ilegal,” jelas Koordinator JATAM, Melky Nahar dalam pesan tertulis kepada VOA, Selasa (6/9).

Dilema Pemerintah Daerah Hadapi Kebijakan Pemerintah Pusat

Johanis Pilat, Asisten 1 Bidang Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe mengungkapkan kebijakan pemerintah pusat itu menimbulkan dilema bagi pemerintah di daerah dalam mengupayakan perlindungan lingkungan khususnya di kawasan konservasi. Di sisi yang lain berdasarkan Undang-Undang pemanfaatan pulau-pulau kecil tidak diizinkan untuk kegiatan penambangan.

“Adalah satu ironi sekarang ini pemerintah daerah itu berhadapan dari satu kebijakan negara. Pulau yang sangat kecil ini yang sudah diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 2014 yang antara lain bahwa pulau ini tidak bisa dieksploitasi oleh aktivitas tambang tapi herannya kok pemerintah pusat mengeluarkan. Nah ini ada trust (kepercayaan) yang luntur di sini,” keluh Johanis Pilat.

Seriwang Sangihe (Eutrichomyias rowleyi) di Pegunungan Sahendaruman, Pulau Sangihe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. (Foto : Burung Indonesia/Ganjar Cahyo Aprianto)
Seriwang Sangihe (Eutrichomyias rowleyi) di Pegunungan Sahendaruman, Pulau Sangihe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. (Foto : Burung Indonesia/Ganjar Cahyo Aprianto)

Desy Satya, Analis Kebijakan Ahli Muda, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan pemerintah provinsi dan kabupaten perlu menyusun Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) sebagai pedoman bagi pemerintah daerah menghadapi kegiatan-kegiatan yang dapat merugikan keanekaragaman hayati bernilai tinggi di daerah masing-masing.

“Jadi kita sudah berkoordinasi dengan bagian dari Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan terkait dengan keberadaan tambang emas di lokasi burung endemik yang ada di Sangihe dan itu kenapa kita memerlukan pentingnya data dan informasi keberadaan jenis-jenis –satwa- endemik ini dan perlu dilindungi,” kata Desy Satya dalam webinar yang sama.

Pulau Sangihe, Habitat Penting Bagi Burung di Sulawesi Utara yang Terancam Tambang Emas
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:07 0:00


Delapan dari 198 Jenis Burung Terancam Punah

Menurut Burung Indonesia, Seriwang Sangihe (Eutrichomyias rowleyi) merupakan satu dari delapan jenis burung endemis sekaligus terancam punah secara global di Pulau Sangihe. Di Sangihe sendiri tercatat ada sekitar 198 jenis burung. Sampai saat ini keberadaan Seriwang Sangihe secara nyata hanya diketahui di Pegunungan Sahendaruman. Hasil survei terakhir Burung Indonesia (2014) menunjukkan hanya tersisa 34-119 individu jenis ini di habitatnya.

Pegunungan Sahendaruman merupakan bagian dari hutan lindung Sahendaruman yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 452/Kpts-II/1999. Hutan lindung seluas 3.549 hektar ini berada di bagian selatan Pulau Sangihe. Kawasan hutan Pegunungan Sahendaruman terdiri dari petak-petak hutan yang sempit, berupa hutan primer dan hutan sekunder. Kawasan hutan ini dikelilingi lahan perkebunan masyarakat, yang pada umumnya berupa perkebunan kelapa, pala, cengkih, kakao dan sagu. [yl/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG