Tautan-tautan Akses

Portal Malaysiakini Dinyatakan Bersalah Telah Hina Mahkamah Agung


Pemimpin redaksi Malaysiakini, Steven Gan, meninggalkan Pengadilan Federal di Putrajaya, Malaysia, seusai memberikan keterangan kepada media, Jumat, 19 Februari 2021. (AP Photo/Vincent Thian)
Pemimpin redaksi Malaysiakini, Steven Gan, meninggalkan Pengadilan Federal di Putrajaya, Malaysia, seusai memberikan keterangan kepada media, Jumat, 19 Februari 2021. (AP Photo/Vincent Thian)

Mahkamah Agung Malaysia, Jumat (19/2), memutuskan bahwa sebuah portal berita online populer bersalah menghina pengadilan karena menerbitkan komentar-komentar pembaca yang mengkritik lembaga pengadilan tertinggi itu, sebuah kasus yang jarang terjadi dan dikecam oleh kelompok-kelompok media sebagai tindakan keras terhadap kebebasan pers.

Jaksa Agung, yang ditunjuk oleh pemerintah baru yang mengambil alih kekuasaan Maret lalu, mengajukan gugatan penghinaan terhadap Malaysiakini dan pemimpin redaksinya, Steven Gan, atas komentar yang dibuat oleh lima pembaca di portal itu tahun lalu yang dianggap merusak kepercayaan publik terhadap Mahkamah Agung.

Panel beranggotakan tujuh orang di pengadilan federal memutuskan dengan mayoritas 6-1 bahwa Malaysiakini bertanggung jawab atas komentar-komentar pihak ketiga tetapi membebaskan Gan dari dakwaan. Mahkamah Agung mendenda Malaysiasiakini 500.000 ringgit atau sekitar 124.000 dolar.

Gan memperingatkan keputusan Mahkamah Agung itu bisa membatasi diskusi tentang masalah-masalah kepentingan publik.

Gan juga mengatakan denda yang dijatuhkan tidak adil, karena lebih dari dua kali lipat denda yang diminta jaksa (200.000 ringgit).

Jaksa penuntut mengatakan portal tersebut harus bertanggung jawab karena mempublikasikan komentar-komentar itu.

Namun tim pengacara pembela berpendapat bahwa tidak ada niat jahat di balik penerbitan komentar-komentar tersebut. Menurut mereka, portal itu sebelumnya bahkan tidak mengetahui adanya komentar-komentar tersebut di situs mereka dan segera menghapusnya setelah diberitahu oleh polisi.

Malaysiakini, portal berita online pertama di negara itu, diluncurkan pada 1999 dan terkenal karena kritik-kritiknya terhadap pemerintah di tengah sensor media yang ketat. Media-media online sejak itu berkembang dan memainkan peran penting yang menyebabkan pergantian pemerintahan pertama di Malaysia sejak kemerdekaan pada pemilu 2018.

Tetapi pemerintahan baru itu runtuh karena adanya pembelotan.

Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengambil alih kekuasaan Maret lalu setelah merekayasa pembelotan itu dan beraliansi dengan bekas rezim yang tercemar korupsi untuk membentuk pemerintahan baru.

Di bawah pengawasan Yassin, kelompok-kelompok HAM menyuarakan keprihatinan atas tindakan keras terhadap media, aktivis, dan lainnya yang mengkritik pemerintah.

Polisi tahun lalu menegur staf stasiun berita Al Jazeera atas sebuah film dokumenter tentang perlakuan terhadap imigran tidak berdokumen yang menurut para pejabat tidak adil dan bias. Seorang aktivis juga diinterogasi terkait unggahannya media sosial yang menuduh adanya penganiayaan terhadap para pengungsi di pusat-pusat penahanan. [ab/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG