Tautan-tautan Akses

Populasi Gajah Turun Drastis di Myanmar akibat Perdagangan Kulit


Populasi gajah terus berkurang di Myanmar (foto: ilustrasi).
Populasi gajah terus berkurang di Myanmar (foto: ilustrasi).

Populasi gajah liar Myanmar diperkirakan berkurang separuh selama dasawarsa terakhir menjadi sekitar dua sampai tiga ribu ekor.

Di bawah bayangan pagoda Batu Emas Myanmar, banyak orang melakukan tawar-menawar untuk membeli obat tradisional terbaru, potongan-potongan kulit hewan yang jumlahnya menyusut dengan cepat di negara itu yang diperjualbelikan seharga beberapa puluh ribu rupiah per inci persegi.

Di balik salah satu situs Budha paling suci itu ada beberapa tangga menuju ratusan toko berjejal yang menjual berbagai benda dari potongan-potongan gading sampai ampul minyak beruang.

Tetapi ada barang baru yang sangat diminati para penggemar obat tradisional.

“Kulit gajah dapat menyembuhkan penyakit kulit seperti eksim,” kata seorang pemilik toko yang tidak mau disebut namanya. Di almari pajangan tokonya berderet bulu landak dan kulit ular.

“Potongan-potongan kulit gajah dibakar dalam periuk tanah liat. Abunya dicampur dengan minyak kelapa untuk dioleskan pada eksim.”

Seorang pembeli datang, dan pergi tanpa membeli setelah diberitahu bahwa harga kulit gajah adalah 5.000 kyat (49.000 rupiah).

Seorang penjaja menawarkan salep yang dibuat dari bubuk gigi gajah yang konon “menyembuhkan jerawat dan membersihkan titik-titik hitam pada wajah.”

“Wajah Anda akan Putih dan halus setelah menggunakan salep ini,” katanya sambal tersenyum lebar.

Menurut pemerintah Myanmar, perburuan liar gajah di negara itu telah meningkat sepuluh kali lipat dalam beberapa tahun terakhir, karena melonjaknya permintaan akan gading, kulit dan bagian-bagian tubuh lain gajah.

Makin banyak bangkai gajah ditemukan tanpa kulit. Kulitnya telah diambil untuk dijual sebagai obat atau kabarnya dibuat menjadi manik-manik perhiasan.

Sebagian barang-barang itu dijual di pasar setempat, tetapi sebagian besar dikirim ke China, di mana permintaan sangat tinggi akan bagian tubuh hewan eksotik.

Populasi gajah liar Myanmar diperkirakan berkurang separuh selama dasawarsa terakhir menjadi sekitar dua sampai tiga ribu ekor.

Gajah dibunuh untuk dipanen bagian tubuhnya atau diselundupkan dalam keadaan hidup untuk digunakan dalam industri wisata di negara tetangga Myanmar, Thailand.

“Kami sedang mengalami krisis,” kata Antony Linam, penasihat regional Wildlife Conservation Society.

"Kalau laju perburuan gajah tetap seperti sekarang ini, dalam beberapa tahun gajah liar Myanmar akan punah.”

Gajah adalah satu dari belasan hewan terancam punah yang diperdagangkan melalui Myanmar, yang telah menjadi poros penting perdagangan satwa liar global yang bernilai 20 miliar dolar per tahun.

Organisasi pemantau TRAFFIC mengatakan Myanmar memiliki “pasar ilegal terbuka terbesar untuk bagian-bagian tubuh harimau” di Asia Tenggara, yang menurut para pakar juga memperdagangkan segala macam dari cula badak Afrika dan kulit macan tutul hingga trenggiling.

Sebagian besar perdagangan itu dilakukan melalui tepi timur Myanmar dimana hukum tidak berlaku karena kawasan itu dikuasai sebuah jaringan penjahat yang diyakini bersenjata dan didanai oleh “bos-bos” kuat di Tiongkok.

Ini adalah perdagangan yang mendatangkan keuntungan sangat besar: di Mong La, perbatasan timur Myanmar, penjualan gading saja diyakini bernilai jutaan dolar per tahun.

Berburu binatang yang terancam punah adalah ilegal di Myanmar, negara yang ikut menandatangani Konvensi International Perdagangan Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES).

Tetapi ancaman hukuman maksimal untuk pelakunya kurang dari 780.000 rupiah, sementara undang-undangnya tidak ditegakkan dengan baik.

“Jumlah kasus yang diproses terkait kejahatan terkait satwa liar sangat kecil,” kata Giovanni Broussard, koordinator regional badan penegakan narkoba dan kejahatan PBB.

Beberapa waktu yang lalu pemerintah berjanji akan memperkuat undang-undang terkait pembunuhan gajah dan menindak perdagangan gading dan bagian-bagian tubuh gajah.

Pada tingkat regional, ASEAN telah membentuk jaringan penegakan satwa liar untuk menghentikan perdagangan, dan penyitaan produk-produk hewan yang terancam punah telah meningkat.

Bulan lalu pemerintah China juga mengatakan akan melarang perdagangan gading akhir tahun ini.

Namun, para pakar mengatakan masih banyak yang harus dilakukan pemerintah Myanmar untuk menyelamatkan gajahnya.

“Tidak ada kemauan politik dan masyarakat secara keseluruhan tidak peduli,” kata Vincent Nijman, profesor Universitas Oxford Brookes yang telah mengkaji perdagangan satwa liar di Myanmar selama puluhan tahun. [ds]

Recommended

XS
SM
MD
LG