Tautan-tautan Akses

Ponpes di Jogja Berikan Pelatihan Wirausaha untuk Santri


Para santri di Ponpes Ali Maksum menyimak pelatihan wirausaha untuk membuat kue (3/2).
Para santri di Ponpes Ali Maksum menyimak pelatihan wirausaha untuk membuat kue (3/2).

Santri di pondok pesantren kini tidak hanya belajar mengenai agama, tetapi ada pelajaran lain yang diberikan, antara lain adalah wirausaha, seperti yang dilakukan Ponpes Ali Maksum di Yogyakarta.

Lulus dari pondok pesantren tanpa menguasai ilmu lain di luar ilmu agama ternyata membawa konsekuensi cukup berat. Tidak jarang, para lulusan pesantren tidak mampu untuk bersaing terutama di dunia kerja formal maupun wirausaha.

Untuk itulah, kini diperkenalkan pelatihan-pelatihan khusus bagi para santri, seperti yang dilakukan di Pondok Pesantren Ali Maksum, Yogyakarta. Salah satunya adalah pelatihan pembuatan kue coklat dan memasak spaghetti, akhir pekan ini.

Nazilatul Mubarokah, pembuat coklat profesional yang menjadi pelatih dalam acara ini mengharapkan, lewat pelatihan ini para santri perempuan memiliki bekal dan cara pandang baru mengenai masa depannya.

“Tujuan saya mengadakan pelatihan, terutama untuk anak-anak perempuan, (adalah) bagaimana saya menularkan jiwa wirausaha kepada anak-anak ini, apalagi karena santri identik setelah lulus, ya sudah, mereka di rumah. Tapi bagaimana kita nanti ketika kita di rumah apalagi perempuan nanti jadi isteri, itu di rumah menunggu suami tetapi kita bisa menghasilkan (sesuatu), saya tekankan seperti itu. Jadi tetap mereka (bisa) berwirausaha,” harap Nazilatul Mubarokah.

Nazilatul Mubarokah yang juga lulusan pondok pesantren merasakan betul, bagaimana susahnya lulusan pesantren untuk bersaing di dunia kerja. Karena itulah, pelatihan ini merupakan upaya berdasar pengalaman pribadinya. Dia ingin, perempuan lulusan pesantren tidak hanya pasif berperan sebagai istri, tetapi juga berani berwirausaha dan mandiri.

Nazilatul menambahkan, “Jadi saya mengenalkan itu, yang jelas menumbuhkan jiwa entrepreneur dari dini. Kita nanti hidup di dunia ini setelah keluar dari (pesantren) ini, di kehidupan nyata di lingkungan rumah, itu kan kita harus tetap eksis, tetap (bisa) hidup, seperti itu.”

Dua santri perempuan di Ponpes Ali Maksum menunjukkan hasil kue yang mereka buat (3/2).
Dua santri perempuan di Ponpes Ali Maksum menunjukkan hasil kue yang mereka buat (3/2).

Ketika ditanya mengapa para santri perempuan itu dilatih membuat makanan barat seperti coklat dan spaghetti, menurut Nazilatul Mubarokah ini adalah bagian dari upaya mengenalkan mereka ke produk budaya lain, di luar budaya lokal atau menu-menu Timur Tengah yang sudah lebih diakrabi.

Widia Ayu Lestari, salah satu santri peserta pelatihan ini mengaku senang berkesempatan belajar menu-menu asing. Dia yakin, pelatihan semacam ini akan menjadi bekal tambahan selepas lulus dari pesantren.
“Saya memang ikut ini motivasinya sebagai modal awal untuk berwirausaha di bidang pangan sendiri. Untuk lebih berkreasi lagi, untuk menjadi seseorang yang lebih dari sekedar santri yang hanya tahu pondok dan ilmu agama saja, tetapi ilmu umum pun tahu,” ujar Widya.

Pelatihan wirausaha ini tidak hanya berhenti seusai pertemuan selama satu hari ini. Nazilatul Mubarokah sebagai pemilik usaha pembuatan kue coklat, membuka kesempatan bagi para santri untuk belajar lebih jauh di tempat usahanya. Dia juga berharap, para pemilik usaha lain untuk lebih peduli kepada kalangan pesantren, agar santri yang lulus memiliki wawasan lebih luas dan lebih banyak kesempatan untuk bersaing di dunia luar, sehingga menjadi perempuan yang lebih mandiri.

XS
SM
MD
LG