Tautan-tautan Akses

Polri Sebut Telah Belajar HAM dan Bertindak Sesuai Hukum


Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Awi Setiyono dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/10/2020). Foto: screenshot
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Awi Setiyono dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/10/2020). Foto: screenshot

Kepolisian Indonesia menyatakan telah bertindak sesuai hukum dalam menjaga demonstrasi di berbagai daerah dan tidak semena-mena dalam menangkap seseorang.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Awi Setiyono membantah polisi telah bertindak represif saat menjaga demonstrasi di berbagai daerah. Menurutnya, tindakan yang dilakukan polisi terukur dan sesuai dengan sejumlah peraturan kapolri. Selain itu, kata dia, polisi juga telah diberi pelajaran tentang hak asasi manusia (HAM) saat pendidikan.

"Pelanggaran HAM terkait dengan tindakan kepolisian sangat tipis batasnya. Jadi selama masih dalam rangka penindakan karena si pelaku atau terduga melakukan perlawanan tentu akan dilumpuhkan, dilakukan kekerasan yang terukur," jelas Awi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/10/2020).

Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta. (Foto: Wikipedia)
Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta. (Foto: Wikipedia)

Awi juga membantah telah bertindak sewenang-wenang karena menangkap orang-orang yang diduga berbeda pandangan terhadap pemerintah. Menurutnya, polisi telah bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku dalam mempidanakan orang. Kata Awi, masyarakat dapat menempuh jalur praperadilan jika merasa tidak puas dengan proses hukum yang dilakukan polisi.

Awi juga menegaskan masyarakat dapat melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri jika menemukan personel Polri melakukan pelanggaran saat melakukan penjagaan demonstrasi.

"Selama itu demo damai kita pasti amankan dan tidak akan represif. Tapi kalau demo sudah anarkis pasti bertindak, pasti polisi akan bertindak. Karena negara ini tidak boleh kalah dengan preman dan intoleransi," tambah Awi.

Di lain kesempatan, Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti mengatakan kebebasan berkumpul dan berekspresi telah dijamin dalam konstitusi Indonesia. Namun, kata dia, jaminan tersebut tidak diberikan pemerintah dalam kehidupan bermasyarakat. Ia juga mengkritik sejumlah Undang-undang yang kerap digunakan aparat dalam mengkriminalisasi masyarakat. Antara lain Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-undang Ormas.

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. (Foto: Screenshoot/VOA)
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. (Foto: Screenshoot/VOA)

"Pada nyatanya Indonesia tidak mengaplikasikan nilai-nilai demokrasi dengan baik. Karena hal itu hanya dijadikan figur belaka dan pencitraan," jelas Fatia, Senin (26/10/2020).

KontraS mencatat ada 157 peristiwa serangan terhadap kebebasan sipil dari Oktober 2019 hingga September 2020. Sebagian besar tersebut berupa penangkapan dan pembubaran aksi penyampaian pendapat, dengan polisi sebagai aktor utama penyerangan terhadap kebebasan sipil.

Selain itu, KontraS juga menyoroti fenomena pembungkaman terhadap masyarakat sipil di ranah siber mulai dari kasus peretasan, intimidasi, doxing dan penyiksaan di ruang siber terhadap individu atau kelompok yang mengkritik pemerintah.

Diagram Kekerasan Terhadap Jurnalis 2020. (Sumber: AJI)
Diagram Kekerasan Terhadap Jurnalis 2020. (Sumber: AJI)

Sementara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat setidaknya ada 56 jurnalis yang menjadi korban kekerasan saat meliput demonstrasi menolak Undang-undang Cipta Kerja di berbagai daerah sepanjang 7-21 Oktober 2020. Semua pelaku kekerasan adalah personel polisi.

Kasus kekerasan terbanyak terjadi Malang (15 kasus), Jakarta (8 kasus), dan Surabaya (6 kasus). Sedangkan jenis kekerasan terbanyak berupa intimidasi (23 kasus), disusul perampasan alat atau data hasil liputan (13 kasus) dan kekerasan fisik (11 kasus).

Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan. (Foto: screenshot)
Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan. (Foto: screenshot)

"Mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis untuk memerintahkan adanya proses hukum terhadap personelnya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Sebab, kekerasan terhadap jurnalis merupakan tindak pidana yang itu diatur dalam pasal 18 Undang Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers," jelas Ketua AJI Abdul Manan dalam keterangan tertulis, Senin (26/10/2020).

Abdul Manan juga mendesak Komisi III DPR mempertanyakan kinerja Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap jurnalis. Menurutnya, DPR perlu memastikan bahwa Polri bekerja secara profesional dalam menegakkan hukum, termasuk memproses hukum personelnya yang terlibat dalam kekerasan terhadap jurnalis.

Polri Sebut Telah Belajar HAM dan Bertindak Sesuai Hukum
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:27 0:00

Di samping itu, Manan juga mendesak sejumlah lembaga negara seperti Kompolnas, Ombudsman, dan Komnas HAM untuk memastikan polisi bekerja secara profesional. Ia beralasan kekerasan oleh polisi terhadap jurnalis ini merupakan peristiwa yang kerap berulang tapi para pelakunya hampir tidak ada yang diproses pidana. [sm/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG