Tautan-tautan Akses

Polresta Solo Ungkap Keterlibatan Pelajar dalam Aksi Demonstrasi


Banyak pelajar Sekolah Menengah ikut dalam aksi protes di berbagai kota di Indonesia (foto: ilustrasi).
Banyak pelajar Sekolah Menengah ikut dalam aksi protes di berbagai kota di Indonesia (foto: ilustrasi).

Keterlibatan pelajar dalam aksi demonstrasi berujung anarkis mulai terungkap. Seorang pelajar SMK di Solo diperiksa polisi karena diduga kuat menyerang dan melukai sejumlah polisi saat aksi demonstrasi di DPRD Solo.

Video milik anggota Polresta Solo menunjukkan seorang pelajar SMK Negeri di Solo, berinisial HK hanya bisa tertunduk saat polisi menginterogasinya. HK diduga kuat terlibat melukai sejumlah polisi wanita (polwan) saat pengamanan di DPRD Solo, Senin malam (30/9). Ketapel dan beberapa butir kelereng menjadi barang bukti HK melukai polisi.

Dalam video itu terlihat polisi menanyai pelajar HK.

"Ini ketapel dan kelereng punya siapa? Punya saya Pak. Ini untuk apa? Senjata pas demo kemarin. Siapa yang kamu bidik? Polisi. Berapa kali kamu melontarkan kelereng ketapelmu? Lebih dari lima kali Pak."

Pelajar SMK Negeri di Solo yang ditangkap karena menyerang polisi dengan ketapel dan kelereng saat kericuhan demo di FPRD Solo, Senin malam (30/9). (foto: VOA/Yudha Satriawan)
Pelajar SMK Negeri di Solo yang ditangkap karena menyerang polisi dengan ketapel dan kelereng saat kericuhan demo di FPRD Solo, Senin malam (30/9). (foto: VOA/Yudha Satriawan)

SMK negeri yang tak jauh dari DPRD Solo itu didatangi berbagai jurnalis untuk mengkonfirmasi, Selasa (1/10). Juru bicara SMK tempat HK bersekolah, Sri Saptono membenarkan HK adalah salah satu siswanya yang sedang diperiksa polisi.

Menurut Saptono, keterlibatan HK dalam aksi demonstrasi di luar jam kegiatan sekolah.

"Iya benar, HK siswa kami ditangkap Polisi saat demo di DPRD Solo. Kami dari sekolah baru diberitahu tadi pagi, ada polisi datang ke sekolah kami beserta siswa kami yang ditangkap. Kejadiannya kan saat demo sore hingga malam. Itu sudah di luar jam sekolah. Pas pulang sekolah yang menjemput juga orang tuanya kok. Dia anak kelas satu. Kami belum tahu nanti sanksi seperti apa untuk anak itu, segala hal akan kami pertimbangkan. Sanksi paling berat karena mencemarkan nama sekolah ya dikembalikan ke orang tua atau dikeluarkan dari sekolah," ungkap Saptono.

Juru bicara SMK Solo, Saptono, berbicara di kantornya, Selasa (1/10). (foto: VOA/Yudha Satriawan)
Juru bicara SMK Solo, Saptono, berbicara di kantornya, Selasa (1/10). (foto: VOA/Yudha Satriawan)

HK bersama kerumunan massa saat demonstrasi di DPRD Solo, Senin malam (30/9). Aksi ribuan orang tersebut sempat terjadi kericuhan saat massa melempari polisi dengan batu, botol, dan ada yang membidik menggunakan ketapel berisi kelereng.

Massa yang tak kunjung mengakhiri aksinya dan melanggar batas waktu demonstrasi melempari polisi dengan batu, botol, dan barang lainnya. Suara keras terderngar saat mengenai kendaraan lapis baja polisi yang bersiaga di depan Graha Paripurna DPRD Solo.

Kelereng berserakan di sekitar kendaraan lapis baja polisi. Batu, kelereng, dan benda lainnya masih dikumpulkan polisi sebagai barang bukti.

Barang bukti yang disita Polresta Solo saat kericuhan demo di FPRD Solo, Senin malam (30/9). (foto: VOA/ Yudha Satriawan)
Barang bukti yang disita Polresta Solo saat kericuhan demo di FPRD Solo, Senin malam (30/9). (foto: VOA/ Yudha Satriawan)

Kapolresta Solo, AKBP Andy Rifai menyatakan ada 4 personilnya yang mengalami luka-luka akibat kericuhan dengan ribuan demonstran yang terjadi di DPRD solo tadi malam.

Menurut Andy, para pelajar ikut dalam aksi tersebut.

"Masih. Saya melihat masih banyak pelajar yang terlibat aksi demo ini. Iya ada 4 polisi luka. Polwan semua. Ada yang memprovokasi sehingga aksi ricuh. Luka di kepala," jelas Andy.

Pekan lalu, Pemerintah propinsi Jawa Tengah sudah memberi himbauan atau peringatan agar para pelajar SMK/SMA tidak ikut berdemonstrasi. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, saat di Solo, akhir pekan lalu, menyatakan anak-anak usia pelajar SLTA sangat rentan provokasi yang berujung anarkisme.

"Mereka kan masih anak-anak, siswa SMK SMA, tidak perlu ikut demo-demo seperti itu. Buat apa, kalau mau menyalurkan aspirasi ya tinggal sampaikan ke guru, kepala sekolah, bupati atau walikota. Tidak perlu turun ke jalanan, mereka masih rentan diprovokasi, masih durung duwe duga, belum punya pikiran dewasa apa akibatnya. Emosi masih belum stabil.KPAI seharusnya juga turun tangan bersama-sama kami mencegah mereka aksi turun ke jalan," kata Ganjar.

Tak hanya pelajar setingkat SLTA, Walikota Solo, Hadi Rudyatmo (Rudy) juga mengumpulkan para kepala sekolah tingkat Sekolah Menengah agar mengawasi para siswanya tidak terlibat aksi demonstrasi yang semakin marak.

"Saya selalu sampaikan anak anak dihimbau jangan ikut demo. Saya sudah sosialisasi ke dinas hingga MKKS atau kelompok kepala sekolah? Tolong awasi anak-anak, para pelajar jangan sampai ikut demo," tegas Rudy.

Akhir pekan lalu, sekelompok pelajar SMK dari sejumlah daerah di Jawa tengah berdemonstrasi di Solo. Salah seorang pelajar SMK, Galih, bersama puluhan teman SMK dari daerah lain ikut bergabung demonstrasi karena ajakan teman.

"Kami siswa SMK ikut demo di DPRD Solo ingin pemerintah menghapus RUU bermasalah, misalnya ada pasal yang intinya hewan ternak contohnya ayam berkeliaran di kebun tetangga, lha masak mau didenda 10 juta rupiah, ya kami yang miskin ini tambah sengsara. Di sini kami dari teman teman SMK Simo, Sambi, Boyolali dan juga ada dari Miri dan Gemolong Sragen. Tadi diajak teman datang ke Solo," terang Galih.

Puluhan pelajar SMK itu digiring polisi kembali menuju Mapolresta Solo untuk dikembalikan ke daerah masing-masing. (ys/ab)

Recommended

XS
SM
MD
LG