Tautan-tautan Akses

Komnas HAM Desak Polisi Selidiki Tewasnya 2 Mahasiswa dan 1 Pelajar Dalam Demonstrasi


Para pelajar bentrok dengan polisi dalam unjuk rasa di Jakarta, 25 September 2019. (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso via Reuters)
Para pelajar bentrok dengan polisi dalam unjuk rasa di Jakarta, 25 September 2019. (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso via Reuters)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) B.K. Ulung Hapsara menuntut polisi untuk menyelidiki penyebab kematian ketiga pengunjuk rasa saat demo menolak sejumlah Rancangan Undang-undang seperti RKUHP. 

Pekan ini, ribuan mahasiswa dan pelajar berunjuk rasa di depan gedung MPR/DPR di bilangan Senayan, Jakarta. Demonstrasi mengenai beberapa isu, termasuk menolak sejumlah undang-undang kontroversial tersebut, juga terjadi di berbagai daerah sperti Bandung, Jember, Surabaya, Medan, Makassar, Mataram, Denpasar, dan Kendari.

Sebagian besar unjuk rasa itu berakhir bentrok antara demonstran dengan polisi. Di Kendari bentrokan tersebut mengakibat dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, meninggal, yakni Himawan Randi dan Yusuf Kardawi. Sedangkan di Jakarta bentrokan menewaskan satu pelajar.

Menanggapi hal tersebut, dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta, Jumat (27/9), Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) B.K. Ulung Hapsara menuntut polisi untuk menyelidiki penyebab kematian ketiga pengunjuk rasa tersebut.

Komisioner Komnas HAM dalam jumpa pers Jumat (27/9) di kantornya menuntut polisi untuk menyelidiki penyebab kematian ketiga pengunjuk rasa saat demo menolak sejumlah Rancangan Undang-undang seperti RKUHP. (Foto:VOA/Fathiyah)
Komisioner Komnas HAM dalam jumpa pers Jumat (27/9) di kantornya menuntut polisi untuk menyelidiki penyebab kematian ketiga pengunjuk rasa saat demo menolak sejumlah Rancangan Undang-undang seperti RKUHP. (Foto:VOA/Fathiyah)

"Seperti apa kejadian yang sebenarnya sehingga ketiga orang ini meninggal dan kemudian apabila ditemukan bahwa pelakunya adalah polisi, ya harus diberi sanksi sesuai dengan peraturan yang ada di kepolisian," kata Ulung Hapsara.

Randy tewas dengan luka dada sebelah kanan selebar 5 cm dengan kedalaman 10 cm akibat senjata tajam. Sementara, Yusuf meninggal setelah sebelumnya sempat dirawat di RSU Bahteramas. Ia mengalami benturan di kepala. Selain itu, ada lima luka dengan panjang sekitar empat sampai lima sentimeter.

Ulung Hapsara menambahkan Komnas HAM juga menyoroti korban kekerasan oleh aparat tidak hanya menimpa mahasiswa dan pelajar yang berdemonstrasi tapi juga sejumlah wartawan yangtengah meliput kejadian tersebut. Dia meminta aparat keamanan memperlakukan jurnalis dengan cara baik karena tugas mereka meliput dilindungi oleh Undang-undang Pers.

Menurut Ulung Hapsara, Komnas HAM mengimbau kepada Presiden Joko Widodo untuk bisa segera mengkonsolidasikan aparat pemerintah dan keamanan sehingga penanganan atas situasi ini tidak menjadi lebih buruk. Kalau salah menangani dan tidak mengedepankan hak asasi manusia tambahnya situasi akan makin memburuk dan lebih rumit.

Ulung Hapsara menilai unjuk rasa yang dilakukan ribuan mahasiswa dan pelajar di depan gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta awal pekan ini merupakan demonstrasi damai untuk menuntut beberapa hal yang menjadi perhatian mereka.

Ulung menegaskan protes damai yang dilakukan ribuan mahasiswa dan pelajar itu merupakan hak warga negara dalam mengemukakan pendapat dan dijamin oleh konstitusi. Karena itu, lanjutnya, aparat keamanan wajib melindungi mereka saat beraksi.

Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM lainnya, Choirul Anam kembali menyerukan kepada polisi dan aparat keamanan lebih mengedepankan tindakan persuasif dan menghindari tindakan kekerasan dalam segala bentuk saat mengamankan unjuk rasa.

Keluarga mahasiswa Universitas Al-Azhar yqng luka parah saat berunjuk rasa di depan gedung MPR/DPR, saat menggelar keterangan pers di kantor Komnas HAM, Jumat, 27 September 2019. (Foto: VOA/ Fathiyah)
Keluarga mahasiswa Universitas Al-Azhar yqng luka parah saat berunjuk rasa di depan gedung MPR/DPR, saat menggelar keterangan pers di kantor Komnas HAM, Jumat, 27 September 2019. (Foto: VOA/ Fathiyah)

Terkait kematian dua mahasiswa di Kendari, Anam mengatakan Komnas HAM sudah berkomunikasi dengan berbagai pihak, termasuk keluarga korban, teman-temannya, dan komunitas di sana. Salah satu yang diminta mereka adalah kasus ini harus diselesaikan secara transparan. Anam menekankan perkembangan situasi di lapangan bergantung pada respon Presiden Joko Widodo terhadap sejumlah tuntutan demonstran.

Komisioner Komnas HAM sudah mengunjungi Rumah Sakit Pusat Pertamina dan Rumah Sakit Pelni, tempat mahasiswa dan pelajar menjadi korban kekerasan polisi saat berdemonstrasi di depan gedung MPR/DPR. Di Rumah Sakit Pelni kedatangan 13 korban. Hanya Faisal Amir yang mendapat perawatan serius, sedangkan 12 mahasiswa lainnya dibolehkan pulang.

Sedangkan di Rumah Sakit Pertamina, dari 78 korban yang dilarikan ke sana, hanya tiga yang masih menjalani perawatan. Sisanya sudah pulang.

Asma Ratu Agung, ibu dari Faisal Amir, mahasiswa Universitas Al-Azhar yang luka parah saat berunjuk rasa di depan gedung MPR/DPR, tidak kuasa menahan tangis saat menggelar keterangan pers di kantor Komnas HAM. Dia meminta Komnas HAM dapat membantu untuk mengusut tuntas pelaku kekerasan terhadap anaknya.

"Saya tidak mau Faisal jadi korban kebiadaban. Wahai penguasa, wahai pemerintah, sadar, sadar, kalian juga punya anak. Jangan sampai anak kalian terulang seperti anak saya," tutur Asma seraya menangis.

Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah juga melapor kepada Komnas HAM mengenai kematian Himawan randi akibat ditembak polisi saat berunjuk rasa di Kendari.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakanpolisi yang mengamankan demo tidak dibekali senjata api dan peluru tajam. Dedi mengatakan, aparat kepolisian hanya dibekali tameng, gas air mata, dan water cannon. Maka dari itu, Dedi menuturkan bahwa penyebab kematian korban harus didalami secara ilmiah. [fw/jm]

Recommended

XS
SM
MD
LG