Tautan-tautan Akses

Penahanan Wartawan Al-Jazeera, Perseteruan Mesir dan Qatar


Tiga wartawan Al-Jazeera yang ditahan pemerintah Mesir, dari kiri: Baher Mohamed, Mohammed Fahmy, dan Peter Greste saat tampil dalam sidang pengadilan di Kairo tahun lalu (foto: dok).
Tiga wartawan Al-Jazeera yang ditahan pemerintah Mesir, dari kiri: Baher Mohamed, Mohammed Fahmy, dan Peter Greste saat tampil dalam sidang pengadilan di Kairo tahun lalu (foto: dok).

Pembebasan wartawan Al Jazeera Peter Greste dari penjara di Kairo telah disambut sebagai langkah maju kecil bagi hak azasi di Mesir, tetapi dua rekannya yang bekerja untuk Al Jazeera masih dalam penjara.

Wartawab Australia, Peter Greste sedang melaporkan protes anti-pemerintah Mesir pada bulan Desember 2013 ketika ia dan dua rekannya dari stasiun televisi Al Jazeera ditangkap.

Greste dibebaskan setelah dekrit presiden yang memungkinkan deportasi penjahat asing. Dua rekannya, Mohamed Fahmy dan Baher Mohamed, masih dalam penjara di Kairo - bersama setidaknya 11 wartawan lain.

Kedua wartawan itu dianggap sebagai pion dalam permainan kekuasaan antara Mesir dan Qatar, yang berpusat pada peran kelompok Ikhwanul Muslimin.

Pembebasan Peter Greste tidak menutupi pelanggaran HAM yang terus terjadi, ujar Nicholas Piachaud dari Amnesty International.

"Itu ibarat racun bagi kebebasan berpendapat di Mesir, dan hanyalah bagian kecil permasalahan seluruhnya. Lebih dari 40 ribu aktivis, yang diperkirakan telah ditahan sebagai bagian dari tindakan keras pembersihan pembangkang," kata Piachaud.

Stasiun televisi Al Jazeera didanai oleh pemerintah Qatar yang merupakan pendukung Ikhwanul Muslimin.

Menurut Michael Stephens, ketua Royal United Services Institute di Qatar, setelah kudeta militer tahun 2013, yang menggulingkan pemerintahan Ikhwanul Muslimin, Mesir telah terlibat adu kekuatan dengan Qatar.

"Ketiga wartawan itu pada dasarnya adalah korban adu kekuatan yang lebih besar. Menurut saya, sangat jelas, bahwa Al Jazeera dipandang sebagai mata tombak Qatar di Mesir," papar Stephens.

Pembebasan Peter Greste menunjukkan hubungan yang membaik antara kedua negara yang bersaing itu dalam beberapa bulan ini, umumnya ditengahi oleh Arab Saudi, tambah Stephens.

Dengan munculnya kelompok teroris ISIS di kawasan tersebut, sikap keras Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi menentang kelompok yang memanfaatkan agama Islam telah mendapat dukungan internasional.

Sikap keras Mesir terhadap Ikhwanul Muslimin ditegaskan hari Senin (2/2) ketika pengadilan menguatkan hukuman mati terhadap 183 anggota kelompok itu, yang dinyatakan bersalahmelakukan serangan mematikan terhadap polisi.

Tetapi Nicholas Piachaud dari Amnesty International mengatakan pengadilan itu sangat tidak adil. "Itu keputusan tercela. Itu pertanda lain bahwa sistem peradilan pidana di Mesir bergerak tidak terkendali. Ada lebih dari 400 orang yang dijatuhi hukuman mati dalam pengadilan massal semacam ini," kecamnya.

Sementara itu, Peter Greste berjanji akan bekerja tanpa lelah untuk membebaskan rekan-rekan wartawan lainnya yang masih ditahan.

XS
SM
MD
LG