Tautan-tautan Akses

Perlindungan Kesehatan Universal, Jalan Menuju Kesehatan Bagi Semua


Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menghadiri Majelis Kesehatan Dunia ke-72 di Jenewa, Swiss, 20 Mei 2019.
Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menghadiri Majelis Kesehatan Dunia ke-72 di Jenewa, Swiss, 20 Mei 2019.

Saat membuka Majelis Kesehatan Dunia tahun ini, Dirjen Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menekankan pentingnya cakupan kesehatan universal sebagai komponen mencapai dunia yang lebih sehat, lebih aman dan lebih adil. Acara itu dihadiri hampir 4.000 delegasi dari 194 negara.

Dalam upaya memenangkan kembali pemilihan direktur jenderal WHO tahun lalu, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengkampanyekan dengan penuh semangat agar cakupan kesehatan universal dapat diadopsi.

Setahun kemudian ia mengatakan kepada para delegasi yang menghadiri Majelis Kesehatan Dunia bahwa di bawah pengawasannya, kemajuan besar dalam mencapai sistem kesehatan nasional telah dicapai.

Ia mengutip skema ambisius yang telah dilaksanakan atau sedang dalam proses diberlakukan di berbagai negara, antara lain : Kenya, Afrika Selatan, Filipina, Mesir dan El Salvador.

Seorang penderita kanker serviks sedang meminum obat di sebuah pusat perawatan di Beijing, China, 23 Juni 2016.
Seorang penderita kanker serviks sedang meminum obat di sebuah pusat perawatan di Beijing, China, 23 Juni 2016.

Tetapi ia mencatat cakupan kesehatan universal ini tidak mungkin dilakukan tanpa perawatan kesehatan primer. Ia mengatakan perawatan kesehatan primer adalah di mana perjuangan mencapai kesehatan manusia berhasil dicapai atau tidak.

“Perawatan kesehatan primer yang kuat adalah garis depan dalam mempertahankan hak atas kesehatan, termasuk hak reproduksi dan seksual,” kata Tedros.

“Lewat layanan primer yang kuat ini negara dapat mencegah, mendeteksi dan merawat penyakit-penyakit tidak menular. Lewat perawatan kesehatan primer yang kuat, wabah dapat dideteksi dan dihentikan sebelum menjadi endemic,” ujarnya.

Selama tahun lalu, Tedros mengatakan telah mencapai kemajuan signifikan terhadap banyak penyebab kematian dan penyakit di dunia. Ia menambahkan tonggak bersejarah telah dicapai dengan peluncuran vaksin malaria pertama di dunia, yaitu di Malawi dan Ghana.

Ia mengatakan saat ini sedang diluncurkan inisiatif baru untuk memberantas kanker serviks, yang sudah membunuh lebih dari 300.000 perempuan setiap tahun. Sebagian “pertempuran” melawan penyakit tidak menular dan menular juga telah dimenangkan.

Para dokter dan pekerja kesehatan berpawai di Kota Butembo di timur Kongo setelah seorang pakar epidemiologi asal Kamerun dan bekerja untuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) ditembak mati oleh sekelompok penyerang, 24 April 2019.
Para dokter dan pekerja kesehatan berpawai di Kota Butembo di timur Kongo setelah seorang pakar epidemiologi asal Kamerun dan bekerja untuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) ditembak mati oleh sekelompok penyerang, 24 April 2019.

Pada saat yang sama, Tedros mencatat banyak keadaan darurat yang masih harus diatasi. Antara lain, “pertempuran” untuk mengatasi virus Ebola yang mematikan di Provinsi Kivu Utara dan Ituri yang dilanda konflik di bagian timur Republik Demokratik Kongo. Risiko penyebaran Ebola ke daerah-daerah lain masih sangat tinggi, meskipun sudah ada piranti yang lebih baik dibanding sebelumnya, seperti tersedianya vaksin pencegahan untuk melawan penyakit mematikan ini.

“Kami tidak saja melawan virus. Kami melawan ketidakamanan. Kami melawan kekerasan. Kami melawan misinformasi. Kami melawan ketidakpercayaan. Kami melawan politisasi wabah,” tandas Tedros.

Tedros mencatat pusat-pusat perawatan Ebola telah diserang oleh sejumlah kelompok bersenjata dan seorang dokter WHO telah tewas dibunuh dalam salah satu serangan itu. Meskipun banyak bahaya yang mengintai, WHO dan stafnya tetap bergeming untuk melanjutkan pekerjaan mereka hingga benar-benar selesai. [em]

XS
SM
MD
LG