Tautan-tautan Akses

DRC, Madagaskar Kesulitan Kontrol Ebola dan Wabah Campak


ARSIP - Para pekerja kesehatan memasuki sebuah rumah dimana seorang bayi diduga mengalami kematian akibat Ebola, sedang dalam proses pemakaman di Beni provinsi Kivu Utara, Republik Demokratik Kongo, 18 Desember 2018 (foto: Reuters/Goran Tomasevic)
ARSIP - Para pekerja kesehatan memasuki sebuah rumah dimana seorang bayi diduga mengalami kematian akibat Ebola, sedang dalam proses pemakaman di Beni provinsi Kivu Utara, Republik Demokratik Kongo, 18 Desember 2018 (foto: Reuters/Goran Tomasevic)

Upaya untuk mengendalikan wabah Ebola di Republik Demokratik Kongo menghadapi hambatan kata Doctors Without Borders (MSF) yang bersumber pada pasukan keamanan dan ketidakpercayaan masyarakat. Sementara itu negara Madagaskar berjuang untuk mengatasi wabah campak.

Kasus Ebola di Republik Demokratik Kongo kini meningkat, mencapai 900 lebih sejak penyakit itu merebak di daerah Kivu Utara pada bulan Agustus.

Organisasi Doctors Without Borders, yang petugas kesehatannya baru saja kembali dari kawasan itu, mengatakan penanggulangan Ebola di negara Afrika tengah gagal mengatasi wabah itu.

Joanne Liu, Presiden Doctors Without Borders Int'l mengatakan,

“Saat ini ada 40% lebih kematian di masyarakat. Itu artinya kita belum menjangkau masyarakat dan mereka belum mendapat perhatian kita. 35% dari warga yang baru terinfeksi tidak diketahui rantai penularannya; artinya kita tidak tahu bagaimana mereka terkena penyakit itu.”

Organisasi amal medis yang juga dikenal sebagai MSF, baru-baru ini menangguhkan kegiatannya di pusat perawatan Katwa dan Butembo, setelah lokasi-lokasi itu diserang. Tetapi pusat-pusat di daerah lain tetap dibuka.

“Yang jelas ada penolakan besar terhadap seluruh penanggulangan Ebola. Dalam sebulan terakhir saja, ada 30 lebih insiden dan serangan berbeda yang melibatkan unsur-unsur penanggulangan Ebola," papar Joanne.

Masalah tersebut diperparah oleh ketidakpercayaan otoritas setempat.

Dr. Anthony Fauci, Direktur Lembaga Kesehatan Nasional AS, mengatakan masih banyak yang harus dilakukan untuk merebut kepercayaan masyarakat.

“DRC memiliki sejarah yang sangat pelik. Mereka mengalami penindasan, ada kelompok pemberontak dan ketidakstabilan politik. Jadi sangat sulit untuk membuat orang-orang di tingkat akar rumput mempercayai otoritas medis terutama ketika menyaksikan kedatangan mereka disertai perlindungan aparat bersenjata."

Di tempat lainnya di benua itu, Madagaskar berjuang melawan wabah campak yang telah merenggut hampir 1.000 anak dalam enam bulan terakhir.

Dr. Nancy Messonnier dari Pusat Pencegahan dan Pengawasan Penyakit Amerika (CDC) mengatakan,

"Jika orang yang menderita campak berada di ruangan dengan 10 orang lainnya yang tidak divaksin, sembilan diantaranya akan terkena campak."

Penyakit yang sangat menular ini mudah menyebar melalui bersin dan batuk, dan dampaknya bisa sangat parah, kata Dr. Fauci.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan jumlah kasus campak meningkat di seluruh dunia dan tanpa tindakan, wabah itu bisa menyebabkan epidemi global.

Meskipun ada keberhasilan program vaksinasi di beberapa negara, penyakit-penyakit menular masih menjadi penyebab utama kematian di banyak bagian lain Afrika. [my]

Recommended

XS
SM
MD
LG