Tautan-tautan Akses

Perdana, Ilmuwan Berhasil Ciptakan Tikus dari Dua Sel Jantan


Peneliti sedang memegang tikus untuk mempelajari mengenai autisme, sebagai ilustrasi. Baru-baru ini para ilmuwan berhasil menciptakan bayi tikus dari sel punca dua tikus jantan yang diubah menjadi sel betina. (Foto AP/Jeff Roberson)
Peneliti sedang memegang tikus untuk mempelajari mengenai autisme, sebagai ilustrasi. Baru-baru ini para ilmuwan berhasil menciptakan bayi tikus dari sel punca dua tikus jantan yang diubah menjadi sel betina. (Foto AP/Jeff Roberson)

Para ilmuwan berhasil menciptakan bayi tikus dari sel punca dua tikus jantan yang diubah menjadi sel betina.

Keberhasilan perdana dalam dunia ilmu pengetahuan itu memunculkan setitik harapan bahwa hal serupa juga dapat diaplikasikan pada manusia. Namun para pakar memperingatkan bahwa sangat sedikit embrio tikus yang lahir hidup dan tidak ada yang tahu apakah teknik yang sama akan bekerja pada sel punca manusia.

Sel punca adalah sel induk yang memiliki kemampuan berkembang biak.

Ahli sel punca dan reproduksi di University of California, San Francisco, Diana Laird menyambut baik penemuan tersebut.

Anak-anak tikus hasil penelitian di Jepang sebagai ilustrasi. (Teruhiko Wakayama via AFP)
Anak-anak tikus hasil penelitian di Jepang sebagai ilustrasi. (Teruhiko Wakayama via AFP)

“Ini adalah strategi yang sangat cerdas yang dikembangkan untuk mengubah sel punca laki-laki menjadi sel punca perempuan,” katanya. Ia tidak terlibat dalam penelitian tersebut, tetapi ia menegaskan, “Ini adalah langkah penting dalam sel punca dan biologi reproduksi.”

Para ilmuwan memaparkan cara kerja penelitian mereka dalam jurnal Nature, pada Rabu (15/3).

Pertama, mereka mengambil sel kulit dari ekor tikus jantan dan mengubahnya menjadi “sel punca berpotensi majemuk yang diinduksi.” Sel tersebut dapat berkembang menjadi berbagai jenis sel atau jaringan. Kemudian, sel itu melalui proses pertumbuhan dengan menggunakan obat, dan para peneliti mengubah sel punca tikus jantan menjadi sel betina dan menghasilkan sel telur fungsional. Akhirnya, mereka membuahi sel telur tersebut dan menanamkan embrio ke dalam tikus betina. Sekitar 1 persen embrio – 7 dari 630 – tumbuh menjadi anak tikus hidup.

Dalam sebuah komentar yang diterbitkan bersamaan dengan studi tersebut, Laird dan rekannya, Jonathan Bayerl, mengatakan karya itu “membuka jalan baru dalam ilmu biologi reproduksi dan penelitian kesuburan” untuk hewan dan manusia. Suatu ketika, misalnya, hal serupa mungkin dapat diaplikasikan pada mamalia yang terancam punah melalui satu sel jantan.

“Dan (penelitian) itu bahkan mungkin menyediakan templat untuk memungkinkan lebih banyak orang,” seperti pasangan sesama jenis laki-laki, “memiliki anak kandung, sambil menghindari masalah etika dan hukum donor sel telur,” tulis mereka.

Namun mereka mengatakan tidak jelas mengapa hanya sebagian kecil dari embrio yang ditempatkan pada tikus pengganti yang selamat. Alasannya bisa teknis atau biologis. Para ahli juga menekankan bahwa masih terlalu dini untuk mengetahui apakah protokol tersebut akan bekerja pada sel punca manusia. [ah/ft]

Forum

XS
SM
MD
LG