Tautan-tautan Akses

Penyintas Bencana Berharap Jokowi Pastikan Hunian Tetap


Seorang warga yang berjalan di kejauhan diantara bangunan sederhana dan tenda-tenda darurat di Balaroa, Kota Palu, Sulawesi Tengah, 20 September 2019. (Foto: Yoanes Litha)
Seorang warga yang berjalan di kejauhan diantara bangunan sederhana dan tenda-tenda darurat di Balaroa, Kota Palu, Sulawesi Tengah, 20 September 2019. (Foto: Yoanes Litha)

Penyintas bencana di Sulawesi Tengah menaruh harapan besar pada Presiden Joko Widodo di masa jabatan keduanya ini. Mereka berharap kehidupan pasca bencana dapat normal kembali dan hunian tetap yang direncanakan dapat segera terwujud.

Hujan gerimis yang turun Minggu sore (20/10) di shelter Baloroa membuat sejumlah warga yang saat itu beraktivitas di luar tenda segera mencari tempat berteduh, sementara sebagian perempuan lainnya berebut menarik jemuran pakaian mereka.

Di tempat penampungan ini diperkirakan masih ada sekitar 300 keluarga. Sebagian besar tinggal di tenda-tenda berukuran 4 x 6 meter, yang berasal dari bantuan kemanusiaan pada Oktober 2018 silam. Meskipun sudah ada sambungan listrik, tetapi keterbatasan yang ada membuat warga di tempat itu tidak bisa menyaksikan pelantikan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden RI yang hari itu disiarkan oleh seluruh stasiun televisi nasional.

Nuryadin (41) warga kelurahan Balaroa yang ditemui di tempat itu mengatakan ia sangat berharap agar presiden Joko Widodo bisa memungkinkan warga kecil seperti dirinya dapat menempati hunian tetap yang jauh lebih layak, dibandingkan dengan situasi yang dijalaninya dalam setahun terakhir menempati tenda darurat yang kondisinya sudah semakin rusak akibat terpaan panas sinar matahari dan hujan.

“Harapan saya ini untuk bapak presiden supaya masyarakat yang kena bencana likuefaksi dari Sulawesi Tengah, supaya warga bisa kembali normal seperti semula,” kata Nuryadin.

Nuryadin (41) salah seorang penyintas bencana yang hingga kini masih tinggal di tenda darurat di Balaroa, kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: VOA/Yoanes Litha)
Nuryadin (41) salah seorang penyintas bencana yang hingga kini masih tinggal di tenda darurat di Balaroa, kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Di sisi lain dia juga mengeluhkan sulit mencari pekerjaan yang sangat dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, termasuk sekolah anaknya. Istrinya meninggal dunia dalam peristiwa bencana likuefaksi 28 September 2018 silam.

“Kalau sekarang ini untuk mencari nafkah belum menetap ini, soalnya lapangan kerja belum ada juga. Jadi kita semua kan kena bencana di kelurahan sini, kita berharap supaya kembali seperti semula,” tambah Nuryadin.

Masih Ada 4.421 Warga Tinggal di Tenda Darurat

Adriansa Manu, Koordinator “Sulteng Bergerak,” mengatakan meski sudah setahun lebih berupaya menangani korban dampak bencana alam itu, hingga kini masih ada ribuan warga yang tinggal di tenda-tenda darurat menunggu kepastian kapan mereka dapat pindah ke hunian sementara maupun hunian tetap. Menurutnya sedikitnya ada ada 4.421 warga kota Palu yang masih tinggal di tenda-tenda darurat di berbagai lokasi.

Penyintas Bencana Berharap Jokowi Pastikan Hunian Tetap
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:17 0:00

“Di mana warga masih tinggal di kamp-kamp pengungsian, mereka esok belum tahu makan apa. Olehnya kita berharap Jokowi tetap datang ke Palu, tetap datang ke Donggala, harus tetap datang ke Sigi dan Parigi Moutong untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Itu harapan kita,” harap Adriansa Manu.

Walikota Palu: Masih Butuh Waktu untuk Bangun Hunian Tetap

Secara terpisah Walikota Palu, Hidayat, secara terang-terangan mengatakan sebagian warga yang ada di tenda-tenda darurat lebih memilih berada di sana dan enggan pindah ke hunian sementara. Alasannya karena dinilai jauh dari tempat asal mereka.

Pemerintah Kota Palu, ujarnya, berupaya keras mendorong percepatan pembangunan hunian-hunian tetap atau huntap, yang sebagian diantaranya dibangun di lokasi yang aman dan berada tidak jauh dari tempat tinggal warga sebelumnya yang rusak akibat bencana alam, tetapi masih membutuhkan waktu.

“Sekarang ini lagi tahap pembangunan Huntap. Di Balaroa itu saya bangun sebanyak 127 unit akan ditambah oleh kementerian PUPR sebanyak 73 unit, jadi ada 200 huntap disana, kemudian sisanya itu akan direlokasi ke huntap Tondo Talise, nah sekarang sedang dibangun oleh Budha Tzu Chi dan beberapa yayasan,” jelas Hidayat pada VOA hari Senin (21/10).

Dua lansia duduk menjaga barang dagangan mereka di shelter pengungsian di Balaroa, Kota Palu, Sulawesi Tengah. (Foto:VOA/Yoanes Litha)
Dua lansia duduk menjaga barang dagangan mereka di shelter pengungsian di Balaroa, Kota Palu, Sulawesi Tengah. (Foto:VOA/Yoanes Litha)

Hidayat menyatakan pemerintah kota Palu mendapat bantuan hibah daerah untuk perbaikan rumah in situ senilai 820 milyar rupiah untuk Kota Palu. Rumah in situ adalah rumah yang dibangun atau diperbaiki di lokasi semula atau tidak direlokasi ke tempat baru. “Mudah-mudahan ini sudah masuk di kas pemda itu kurang lebih 820 milyar. Itu 4.141 unit rumah rusak berat, kemudian 15 ribu lebih unit rumah untuk kerusakan sedang dan 18 ribu lebih unit rumah untuk kerusakan ringan.”

Hidayat berharap melalui perbaikan rumah in situ dapat mempercepat warga masyarakat kembali membangun dan memperbaiki kembali rumah-rumah mereka yang rusak akibat bencana alam.

Kemenkeu Beri Hibah 1,9 Triliun untuk Korban Terdampak Bencana Alam di Sulteng

Mengutip informasi di menpan.go.id diketahui Kementerian Keuangan pada 8 Oktober 2019 telah menandatangani bantuan hibah daerah sebesar 1,9 trilyun rupiah untuk Bupati Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong serta Walikota Palu. Bantuan hibah daerah itu akan digunakan untuk membantu perbaikan 101.748 rumah untuk kategori kerusakan berat sebanyak 15.448, rusak sedang 27.706 dan rusak ringan sebanyak 42.609 unit. (yl/em)

XS
SM
MD
LG