Tautan-tautan Akses

Penggeledahan Paksa LBH APIK, Bukti Lemahnya Perlindungan Pembela HAM


Beberapa aktivis perempuan membawa poster saat demo di Jakarta, 10 Desember 2019. (Foto: AFP)
Beberapa aktivis perempuan membawa poster saat demo di Jakarta, 10 Desember 2019. (Foto: AFP)

Amnesty International menilai pemerintah masih lemah dalam memberikan perlindungan bagi para aktivis pembela hak-hak asasi manusia (HAM), termasuk aktivis perempuan.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan negara masih lemah dalam memberikan perlindungan bagi para aktivis pembela hak asasi manusia (HAM).

Pernyataan itu disampaikan menanggapi kejadian intimidasi yang dilakukan oleh sekelompok massa di kantor Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) di Jakarta pada 3 Februari lalu.

Padahal, lanjutnya, negara wajib menjamin perlindungan bagi para pembela HAM. Dia menambahkan ada tiga kewajiban negara dalam melindungi para pembela HAM, termasuk pembela hak asasi manusia perempuan.

Negara harus menciptakan suasana yang kondusif, lingkungan yang protektif, sehingga para pembela hak asasi manusia dapat bekerja tanpa ada gangguan keamanan atau keselamatan dari pekerjaan mereka. Negara tidak boleh mengintervensi kerja-kerja dari para pembela hak asasi manusia.

Selain itu negara juga harus menyediakan mekanisme yang efektif kalau ada keluhan-keluhan yang disampaikan oleh para pembela hak asasi manusia, seperti LBH APIK.

"Itu tiga kewajiban dasar negara yang di dalam kasus LBH APIK itu terlihat tampak lemah sekali. Jadi negara, direpresentasikan oleh polisi, sangat lemah bukan hanya di dalam melindungi LBH APIK bahkan juga dalam melindungi perempuan yang menjadi korban kekerasan di dalam rumahnya sendiri, yaitu DW," kata Usman.

Jumpa pers Amnesty International tentang intimidasi terhadap pembela HAM di Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020.(Foto: Fathiyah Wardah/VOA)
Jumpa pers Amnesty International tentang intimidasi terhadap pembela HAM di Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020.(Foto: Fathiyah Wardah/VOA)

Menurut Usman, para penegak hukum seperti polisi juga punya setidaknya tiga kewajiban terkait para pembela HAM. Polisi harus memfasilitasi kerja-kerja pembela HAM, termasuk dalam kasus LBH APIK. Dalam perkara LBH APIK, polisi gagal melaksanakan kewajiban itu.

Polisi harus mengambil peran intervensi yang positif, yakni mencegah intimidasi, mencegah penggerudukan, melindungi LBH APIK, sehingga tidak ada intervensi dari aktor non-negara terhadap kantor pembela HAM. Polisi juga harus secara aktif menindak bila ada serangan dan intimidasi terhadap pembela HAM.

Menurut pengawas di LBH APIK Jakarta, Ratna Batara Murti, lembaganya memang sudah sering menerima teror dan intimidasi ketika sedang melaksanakan kerja-kerja membela perempuan yang menjadi korban kekerasan. Terutama kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan berbasis gender. Namun dia mengakui LBH APIK Jakarta tidak membuat catatan tahunan mengenai jumlah teror, kekerasan, atau intimidasi yang dialami staf dan advokat LBH APIK selama ini.

Amnesty International: Penggeledahan Paksa LBH APIK, Lemahnya Perlindungan Pembela HAM
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:00 0:00

Dia menambahkan kekerasan dialami advokat LBH APIK paling sering terjadi ketika menangani kasus yang berkaitan dengan aparat kepolisian dan TNI. Karena itu, dia menyarankan perlu ada undang-undang khusus untuk melindungi para pembela HAM dalam melakukan pekerjaan mereka.

"Kita tentu saja tetap akan bekerja, tetap siaga untuk membela korban, tetap menjalankan kerja sehari-harinya, tidak akan surut. Tapi tetap kita harus maju, tidak bisa lagi membiarkan hal ini terjadi karena ini sebenarnya merupakan pelanggaran HAM oleh negara," ujar Ratna.

Seorang aktivis Amnesty International dalam demonstrasi di luar Istana Kepresidenan di Jakarta, 10 Desember 2019. (Foto: AFP)
Seorang aktivis Amnesty International dalam demonstrasi di luar Istana Kepresidenan di Jakarta, 10 Desember 2019. (Foto: AFP)

Penyerbuan ke kantor LBH APIK Jakarta terjadi pada 3 Februari lalu oleh massa berjumlah lebih dari 16 orang. Penggerudukan ini terjadi terkait kasus kekerasan terhadap perempuan berinisial DW yang tengah ditangani oleh LBH APIK. Bahkan dalam kejadian itu, ada sejumlah orang berpakaian preman mengaku polisi menggeledah secara paksa kantor LBH APIK.

LBH APIK telah melaporkan kasus ini ke Kepolisian Resor Jakarta Timur sekaligus mengadukan empat anggota Polsek Matraman ke Divisi Propam karena membiarkan tindakan penggerebekan, intimidasi dan penggeledahan paksa terhadap kantor LBH APIK Jakarta.

Menanggapi hal itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Kombes Argo Yuwono, membantah jika dikatakan polisi tidak memberikan perlindungan terhadap pembela HAM, termasuk terhadap aktivis perempuan. Menurutnya semua kegiatan masyarakat diamankan oleh polisi.

Setara Institute menyatakan sejak 2014 hingga 2019 telah terjadi 73 kasus pelanggaran terhadap aktivis HAM. Pelanggaran tersebut dalam bentuk intimidasi, penyerangan dan aksi kekerasan langsung lainnya. Pada periode ini mereka rentan mengalami kriminalisasi dan sulit mengakses keadilan atas kekerasan yang mereka alami. Pelakunya polisi, perusahaan, orang tidak dikenal dan lain-lain. [fw/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG