Tautan-tautan Akses

Pemerintah Tolak Desakan PBB, Uni Eropa untuk Hentikan Eksekusi


Ambulans yang membawa peti jenazah terpidana hukuman mati di Nusakambangan. (Foto: Dok)
Ambulans yang membawa peti jenazah terpidana hukuman mati di Nusakambangan. (Foto: Dok)

Pihak berwenang telah mulai memperketat keamanan di penjara tersebut beberapa hari yang lalu, dengan lebih dari 1.000 polisi dikirim ke Cilacap dan Nusakambangan.

Pemerintah dengan segera menolak desakan dari kepala urusan hak asasi manusia PBB dan Uni Eropa untuk menghentikan rencana mengeksekusi 14 orang atas kejahatan narkoba, di tengah persiapan yang meningkat di pulau Nusakambangan tempat para terpidana hukuman mati ditempatkan.

Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein mengatakan ia "sangat prihatin" atas kasus-kasus hukuman mati yang kurang transparan dan patuh pada hak atas peradilan yang adil, termasuk hak untuk banding.

Ia mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk segera memberlakukan moratorium atas hukuman mati.

Serangkaian ambulans yang membawa peti mati tiba Kamis pagi (28/7) di Cilacap, Jawa Tengah, kota pelabuhan yang tedekat dengan Nusakambangan, tempat eksekusi terhadap terpidana hukuman mati, yang sebagian besar adalah warga negara asing dengan kasus narkoba, akan dilakukan oleh regu tembak.

Pihak berwenang telah mulai memperketat keamanan di penjara tersebut beberapa hari yang lalu, dengan lebih dari 1.000 polisi dikirim ke Cilacap dan Nusakambangan.

Pemerintah belum mengeluarkan daftar resmi siapa saja yang akan dieksekusi namun Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Rabu (27/7), mengatakan bahwa 14 orang akan dihukum mati.

Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, yang terlibat dalam beberapa kasus hukuman mati tersebut, telah menyebarkan nama-nama yang termasuk empat orang Indonesia, enam warga Nigeria, dua orang Zimbabwe, seorang warga India dan satu orang Pakistan. Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengatakan telah menganggarkan dana untuk melakukan sampai 16 eksekusi tahun ini.

Uni Eropa mengatakan bahwa hukuman mati itu merupakan penyangkalan yang tidak dapat diterima terhadap harga diri manusia dan menyerukan Indonesia agar "mempertimbangkan untuk bergabung dengan komunitas dari lebih dari 140 negara yang telah menghapus hukuman mati atau telah mengadopsi moratorium."

Muhammad Rum, juru bicara Kejaksaan Agung, mengatakan eksekusi-eksekusi tersebut adalah "implementasi hukum positif" dan tidak akan ditunda atau dihentikan. Semua kasus telah melalui proses hukum yang panjang termasuk naik banding, ujarnya. "Mereka telah diberikan kesempatan di semua tahap."

Pemerintah Indonesia mengatakan hukuman mati perlu dilakukan untuk kejahatan narkoba karena negara ini menghadapi epidemi narkoba, yang terutama berdampak pada anak-anak muda. Namun para pengkritik mengatakan hukuman mati tidak efektif dalam menghambat peredaran narkoba dan beberapa pihak juga mempertanyakan akurasi data pemerintah mengenai penyalahgunaan narkoba.

Eksekusi ini merupakan gelombang ketiga di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, yang sebelumnya memiliki janji kampanye untuk meningkatkan hak asasi manusia. Pemerintahannya dalam dua tahun telah mengeksekusi lebih banyak orang dibandingkan dengan dekade sebelumnya. Empat belas orang dihukum mati tahun lalu.

Para pengacara dan kelompok-kelompok HAM telah mempertanyakan legitimasi vonis-vonis dalam beberapa kasus narkoba, termasuk terhadap warga Pakistan Zulfikas Ali, warga Indonesia Merri Utami dan orang Nigeria Humphrey Jefferson.

Dari Lahore, saudara perempuan Ali, Humaira Bibi, hari Rabu mengajukan permohonan yang emosional kepada pemerintah Indonesia untuk mengampuni saudaranya yang sedang sakit itu.

Justice Project Pakistan, sebuah kelompok yang memberikan bantuan hukum gratis, mengatakan bahwa para diplomat Pakistan mencoba menyelamatkan Ali namun sekarang diperlukan representasi dari presiden atau perdana menteri Pakistan. Lembaga itu mengatakan bahwa polisi Indonesi amenggunakan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan dari Ali, yang ditahan November 2004.

Menteri Luar Negeri India Sushma Swaraj mengatakan di Twitter bahwa pemerintahannya sedang melakukan "upaya terakhir" untuk menyelamatkan Gurdip Singh.

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tidak melakukan eksekusi antara 2009 dan 2012, namun melakukannya tahun 2013.

Secara global, China diyakini sebagai negara dengan tingkat eksekusi tertinggi namun tidak pernah mengeluarkan angka pasti. Amnesty International memperkirakan beberapa ribu orang dieksekusi di China setiap tahun. Dari lebihd ari 1.600 eksekusi yang diumumkan kepada publik tahun lalu, Amnesty mengatakan hampir 90 persen diantaranya ada di tiga negara: Arab Saudi, Pakistan dan Iran. [hd]

Recommended

XS
SM
MD
LG