Tautan-tautan Akses

Pemerintah Perlu Prioritaskan Pembangunan Berbasis Lingkungan


Ladang Jagung di Gresik, Jawa Timur. Jagung menjadi salah satu komoditas pangan andalan Jawa Timur (Foto:Petrus Riski/VOA)
Ladang Jagung di Gresik, Jawa Timur. Jagung menjadi salah satu komoditas pangan andalan Jawa Timur (Foto:Petrus Riski/VOA)

Pembangunan berbasis lingkungan hidup seharusnya menjadi prioritas pemerintah selama dan pasca pandemi corona. Para pakar lingkungan berpendapat, karena sering menghadapi bencana lingkungan, Indonesia  seharusnya tidak hanya mengedepankan pertimbangan ekonomi.

Wabah virus corona berdampak positif pada lingkungan hidup. Polusi udara di berbagai kota besar di dunia, termasuk Jakarta, kini jauh berkurang. Tak hanya itu, kasus kebakaran hutan di berbagai daerah juga jauh menurun.

Pakar Lingkungan Hidup, Profesor Emil Salim, saat menjadi narasumber diskusi daring bertema "Membangun Kembali Indonesia Pascapandemi", Selasa (19/5), mengatakan pembangunan ramah lingkungan seharusnya menjadi prioritas pemerintah Indonesia.

Pemerintah Perlu Prioritaskan Pembangunan Berbasis Lingkungan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:53 0:00

Menurut mantan menteri lingkungan hidup itu, pembangunan seperti itu bisa mewujudkan swasembada pangan dan energi.

"Masalah pangan menjadi krisis global, semua negara di dunia mengutamakan produk pangannya sendiri untuk dikonsumsi. Jangan mengandalkan pangan impor. Kita mesti menuju swasembada pangan. Pengertian pangan harus diubah dengan orientasi nutrisi atau gizi. Pangan pokok bukan hanya beras, tetapi bisa juga sorgum, jagung, sagu, jadi ada diversitas pangan. Diversitas itu keanekaragaman hayati menjadi penting," jelasnya.

Profesor Emil Salim saat menjadi narasumber diskusi daring, Selasa, 19 April 2020. (Screenshot : VOA/Yudha Satriawan)
Profesor Emil Salim saat menjadi narasumber diskusi daring, Selasa, 19 April 2020. (Screenshot : VOA/Yudha Satriawan)

"Kedua, energi yang digunakan di Indonesia saat ini masih minyak bumi dan batubara yang secara global sudah menurun garisnya. Indonesia mesti banting stir dari fossil fuel energy menjadi renewable energy. Kita punya matahari mengapa tidak ada ikhtiar besar memanfaatkan solar energy. Kita negara kepulauan dikelilingi lautan, air, mengapa tidak memakai pembangkit listrik tenaga air atau ombak, dan lainnya. Ini adalah kunci menghadapi pandemi dan juga masa depan. Namun saat ini Indonesia menganggap ini sebagai business as usual, seperti hal biasa," imbuh Emil Salim.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Nur Hidayati, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan menghadapi pandemi Covid-19 ini, Indonesia masih menjadi negara yang rentan krisis pangan dan ekologi. Menurut pegiat lingkungan yang sering disebut dengan nama Yaya ini, pandemi menjadi proses pemulihan lingkungan setelah menghadapi krisis ekologis.

Direkrur WALHI, Nur Hidayati, saat menjadi narasumber diskusi daring, Selasa, 19 Mei 2020. (Screenshot: VOA/Yudha Satriawan)
Direkrur WALHI, Nur Hidayati, saat menjadi narasumber diskusi daring, Selasa, 19 Mei 2020. (Screenshot: VOA/Yudha Satriawan)

"Kita harus menyadari akar masalah pandemi ini. Munculnya pandemi bukan satu-satunya krisis, tetapi sebelumnya ada banyak krisis ekologi yang terjadi selama beberapa dekade terakhir. Masa pandemi ini juga menjadi saat membalikkan krisis ini mulai pelan-pelan melakukan pemulihan kondisi ekologi dan sosial ini. Ini memerlukan perubahan orientasi dalam pembangunan."

Yaya juga mengungkapkan, kebijakan pemerintah untuk membuka kembali bandara dan sistem transportasi, serta meningkatkan pembukaan lahan sawah baru di masa pandemi semata karena ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi tidaklah ideal. Kebijakan seperti itu hanya akan memicu masalah baru yang berkepanjangan.

Sementara itu, pendiri Indonesia Centre for Environmental Law (ICEL), Mas Achmad Santosa, mengatakan, ia juga sepakat bahwa pembangunan lingkungan yang berkelanjutan harus menjadi prioritas pemerintah.

Pendiri ICEL, Mas Achmad Santosa, saat menjadi narasumber diskusi daring, Selasa, 19 Mei 2020. (Screenshot: VOA/Yudha Satriawan)
Pendiri ICEL, Mas Achmad Santosa, saat menjadi narasumber diskusi daring, Selasa, 19 Mei 2020. (Screenshot: VOA/Yudha Satriawan)

"Dalam konstitusi negara kita ada politik hukum pembangunan berkelanjutan. Pasal 33 ayat 4 isinya perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ini jelas pembangunan mengutamakan wawasan lingkungan tidak hanya ekonomi saja," jelasnya.

Akademisi dari Thamrin School, Farhan Helmy, mengatakan berbagai riset lingkungan hidup sebelum masa pandemi menunjukkan, dunia mengalami krisis lingkungan. "Krisis ini bukan hanya pada satu negara, perlu adanya dorongan suatu government yang lebih luas. Ini karena ekonomi berkaitan dengan krisis iklim, krisis hilangnya spesies keaneka ragaman hayati.Kami percaya ada gangguan pada rantai makanan," kata Farhan.

Para pakar sependapat, pandemi memberi manfaat positif bagi lingkungan, seperti mengurangi emisi karbondioksida, menurunkan limbah di sungai dan meningkatkan populasi satwa liar. [ys/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG