Tautan-tautan Akses

Pemerintah Izinkan Perusahaan Tunda Pemberian THR


Suasana di jalan Thamrin di sekitar bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, saat pandemi corona, 14 April 2020. (Foto: dok).
Suasana di jalan Thamrin di sekitar bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, saat pandemi corona, 14 April 2020. (Foto: dok).

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengizinkan perusahaan menunda atau menyicil pembayaran tunjangan hari raya (THR) keagamaan tahun 2020 di tengah pandemi corona.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran tentang pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan tahun 2020 di perusahaan dalam masa pandemi COVID-19. Dalam surat tersebut, Ida membolehkan pengusaha untuk mencicil atau menunda pembayaran THR.

Kendati demikian, kebijakan THR tersebut harus berdasarkan kesepakatan pengusaha dan buruh, serta diberikan pada tahun ini beserta denda keterlambatan. Kesepakatan tersebut diimbau untuk dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat.

Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah (Foto: Twitter/@idafauziah)
Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah (Foto: Twitter/@idafauziah)

"Kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR Keagamaan dan denda, tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR Keagamaan dan denda kepada pekerja/buruh dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada tahun 2020," tulis Ida Fauziyah dalam surat edaran dengan tanggal 6 Mei 2020.

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang THR Keagamaan tahun 2020. Ketua KPBI Ilhamsyah beralasan surat edaran tersebut memberi celah bagi pengusaha untuk tidak membayar THR. Ditambah lagi, kata dia, tidak semua buruh memiliki perwakilan atau serikat yang kuat untuk mewakili perundingan.

"Kementerian melanggar aturan norma hukum yang ada. Karena surat edaran itu tidak bisa menegasikan peraturan pemerintah yang kedudukannya lebih tinggi. Jadi surat edaran itu melanggar hukum," jelas Ilhamsyah kepada VOA, Kamis (7/5).

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyerukan kepada buruh untuk menolak pengusaha yang ingin membayar THR berdasarkan surat edaran menteri ketenagakerjaan tersebut. Kecuali, kata dia, bagi perusahaan menengah kecil seperti ritel berskala menengah ke bawah, hotel melati dan restoran non waralaba internasional.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) Said Iqbal. (Foto: KSPI)
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) Said Iqbal. (Foto: KSPI)

Iqbal beralasan, kebijakan ini akan memukul daya beli buruh pada saat lembaran dan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi anjlok.
“Jadi isi dari surat edaran Menaker tersebut harus ditolak, dan pengusaha tetap diwajibkan membayar 100 persen. Tidak membuka ruang untuk dibayar dengan cara dicicil, ditunda, dan dibayar di bawah 100 persen,” kata Said Iqbal melalui rilis, Kamis (7/5).

Said Iqbal mengatakan akan menggugat surat edaran tersebut ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Menurut Pasal 7 PP 78/2015, tunjangan hari raya wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

Seorang pekerja mengenakan topi saat mengikut demonstrasi menentang rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, di luar gedung DPR/MPR, Jakarta, 20 Januari 2020. (Foto: Reuters)
Seorang pekerja mengenakan topi saat mengikut demonstrasi menentang rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, di luar gedung DPR/MPR, Jakarta, 20 Januari 2020. (Foto: Reuters)

Wakil Ketua Apindo Bidang Hubungan Internasional dan Investasi, Shinta Widjaja Kamdani mengapresiasi surat edaran yang diterbitkan menteri ketenagakerjaan. Ia mengatakan banyak perusahaan yang kesulitan keuangan di tengah pandemi corona sehingga tidak mampu membayar THR tepat waktu.

Namun, kata dia, surat edaran tersebut masih sebatas imbauan, sehingga masih ada kemungkinan sengketa tersebut masuk pengadilan jika tidak ada kesepakatan dengan buruh.

"Kami harapkan sih semua bisa mencapai kesepakatan. Kalau perusahaan terbuka kepada pekerja, memberikan informasi bahwa situasinya seperti itu. Semoga bisa diterima oleh pekerja," tutur Shinta kepada VOA, Kamis (7/5).

Andong wisata tanpa penumpang di Yogyakarta, 21 Maret 2020. (Foto: Nurhadi Sucahyo)
Andong wisata tanpa penumpang di Yogyakarta, 21 Maret 2020. (Foto: Nurhadi Sucahyo)

Shinta menambahkan ada beberapa perusahaan yang tidak mampu membayar THR keagamaan. Contohnya perusahaan yang bergerak di industri perhotelan yang terdampak virus corona. Karena itu, menurutnya soal denda yang tercantum dalam surat edaran tersebut, akan sulit dilakukan bagi industri perhotelan.

"Hotel itu banyak yang tutup dan tidak punya cash flow. Mau cicil saja belum tentu bisa. Dan ini salah satu sektor yang untuk bisa kembali itu lama, walaupun PSBB dicabut itu tidak mudah kembali aktivitasnya," tambahnya. [sm/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG