Tautan-tautan Akses

Pemerintah Batalkan Proyek Kereta Api, Para Investor Kebingungan


Kereta kecepatan tinggi di stasiun Tokyo, Jepang.
Kereta kecepatan tinggi di stasiun Tokyo, Jepang.

China dan Jepang telah bersaing untuk mendapatkan kontrak miliaran dolar tersebut, sampai akhirnya proyek itu tiba-tiba dibatalkan.

Keputusan pemerintah di menit-menit terakhir untuk membatalkan rencana pembangunan kereta api kecepatan tinggi pertama telah menimbulkan kebingungan di antara para investor dari China dan Jepang, sesuatu yang berpotensi mengganggu investasi asing.

China dan Jepang telah bersaing untuk mendapatkan kontrak miliaran dolar tersebut, sampai akhirnya proyek itu tiba-tiba dibatalkan, yang terbaru dari serangkaian langkah maju-mundur dan pembuatan kebijakan tak menentu di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Kementerian Koordinator bidang Perekonomian harus menjelaskan kepada kedua raksasa Asia tersebut, Jumat (4/9), mengapa Jakarta memutuskan pada menit terakhir bahwa proyek kereta cepat itu adalah pilihan salah untuk Indonesia.

"Ini terlihat mendadak karena rekomendasinya dibuat setelah kajian atas kedua proposal," ujar Teten Masduki, kepala staf kepresidenan, kepada kantor berita Reuters.

"Namun rekomendasi ini berdasarkan kepentingan negara ini."

Tokyo dan Beijing telah melobi habis-habisan untuk kontrak senilai US$5 miliar tersebut, masing-masing telah memberi insentif untuk penawaran mereka sampai tenggat waktu Senin.

Para analis yakin bahwa siapa pun yang menang akan menjadi yang terdepan dalam proyek-proyek kereta api berkecepatan tinggi di Asia, termasuk salah satunya yang akan menghubungkan Kuala Lumpur dan Singapura.

"Rekomendasi datang dari konsultan-konsultan independen yang menyarankan pemerintah bahwa kereta api berkecepatan menengah merupakan pilihan yang lebih baik karena biayanya lebih murah dan waktu perjalanan juga tidak jauh berbeda," ujar Teten.

Presiden Joko Widodo mengumumkan Kamis malam bahwa kereta cepat antara Jakarta dan Bandung tidak diperlukan, karena tidak dapat mencapai kecepatan maksimal lebih dari 300 kilometer per jam antara stasiun pemberhentian.

Pemerintah kemudian menyarankan kereta yang lebih lambat untuk perjalanan sejauh 150 kilomter tersebut dan meminta China, Jepang dan yang lainnya untuk memasukkan proposal baru.

Pemerintah diperkirakan akan menuntaskan detil-detil proyek baru tersebut bulan ini dengan maksud memulai konstruksinya pada akhir tahun.

China hari Jumat tampaknya lebih disukai untuk kontrak tersebut.

"Proposal Jepang mencakup permintaan akan jaminan pemerintah. Sementara China tidak mensyaratkannya. Itu perbedaan utama," ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dalam konferensi pers.

"Jadi jika Jepang ingin tetap dalam proses ini mereka harus menghapuskan persyaratan akan jaminan pemerintah dan pinjaman pemerintah untuk BUMN."

Prioritas China

Kereta cepat itu awalnya diniatkan untuk menjadi fase pertama rangkaian rel sepanjang 763 kilometer yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya.

Pihak Istana Presiden mengatakan masih ingin membangun kereta api kecepatan tinggi yang menjangkau seluruh pulau Jawa.

Seorang pejabat Kedutaan Besar China di Jakarta menolak berkomentar sampai ada informasi lebih jauh dari pemerintah Indonesia.

"Proyek itu merupakan prioritas untuk China karena akan menjadi salah satu dari manifestasi yang pertama dan yang paling terlihat dari kampanye investasi luar negeri Presiden Xi Jinping 'One Belt, One Road'," ujar Tom Rafferty, analis yang berkantor di Beijing, dari Economist Intelligence Unit.

"Karenanya, keputusan itu kemungkinan akan mengurangi kepercayaan China atas pasar Indonesia."

Yasuaki Tanizaki, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, mengatakan kepada wartawan hari Jumat bahwa ia telah menyampaikan "rasa penyesalan" atas keputusan itu, tapi ia menambahkan bahwa ia tidak berpikir itu akan mempengaruhi investasi Jepang di Indonesia.

Ia mengatakan Tokyo menunggu rincian dari proyek kereta api kecepatan menengah sebelum memutuskan untuk berpartisipasi.

Jalan menuju keputusan hari Kamis terutama berliku untuk Jepang, yang awalnya yakin akan memenangkan kontrak itu bulan Maret setelah menyelesaikan studi kelayakan bernilai lebih dari $3 juta. Namun pemerintah Indonesia memutuskan membuka penawaran lain untuk mendapatkan pilihan terbaik.

Recommended

XS
SM
MD
LG