Tautan-tautan Akses

Pemerintah akan Putuskan Definisi Terorisme


Rapat Panitia Khusus RUU Antiterorisme Komisi III DPR RI dengan panitia kerja tim perumus revisi RUU Antiterorisme merupakan perwakilan pemerintah di Jakarta, Rabu (23/5). (VOA/Fathiyah)
Rapat Panitia Khusus RUU Antiterorisme Komisi III DPR RI dengan panitia kerja tim perumus revisi RUU Antiterorisme merupakan perwakilan pemerintah di Jakarta, Rabu (23/5). (VOA/Fathiyah)

Pemerintah akan memutuskan definisi terorisme dalam Rancangan Undang-undang terorisme pada rapat kerja dengan Komisi hukum DPR pada Kamis (24/5). Definisi tersebut merupakan salah satu penyebab tertundanya pengesahan revisi RUU terorisme sejak tahun 2016.

Salah satu hambatan yang kerap menunda pengesahan revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Antiterorisme adalah soal definisi terorisme. Perdebatan mengenai definisi terorisme ini pun mewarnai rapat Panitia Khusus RUU Antiterorisme Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan panitia kerja tim perumus revisi RUU Antiterorisme, sebagai perwakilan pemerintah.

Dalam rapat yang digelar di kompleks gedung MPR/DPR, Rabu (23/5), anggota Panitia Khusus RUU Antiterorisme dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengusulkan supaya dalam definisi terorisme tersebut dimasukkan frase motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Arsul menambahkan frase tiga jenis motif itu bersifat alternatif dan bukan kumulatif. Jadi penegak hukum tidak mesti mencari ketiga motif itu dari pelaku serangan teror, cukup salah satunya saja.

"Kami melihat kalau frase itu dimasukkan asal rumusannya alternatif bukan kumulatif soal motifnya, ini tidak akan membatasi atau menyulitkan kerja-kerja proses hukum yang dilakukan penegak hukum di lapangan," kata Arsul.

Baca juga: Hadapi Terorisme Jokowi Padukan Pendekatan ‘Hard dan Soft Power’

Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Antiterorisme Supiadin Aries Saputra mengingatkan dalam rapat terakhir sebelum reses, disepakati untuk memasukkan frase motif ideologi, politik, dan ancaman keamanan negara dalam definisi terorisme. Menurut politikus dari Partai Nasional Demokrat ini, ketiga frase ini dalam definisi terorisme dapat menjadi hal yang membedakan antara kejahatan teroris dengan pidana biasa.

Supiadin mencontohkan penembakan yang dilakukan seorang pelajar Amerika di SMA di Santa Fe, Texas, pekan lalu, yang menewaskan sepuluh orang. Pihak keamanan di sana tidak menyatakan kejadian itu sebagai kejahatan terorisme tapi kiriminal biasa.

"Ternyata Amerika juga mengatakan itu bukan teroris, itu kriminal biasa. Pasti penyebabnya adalah dia tidak punya motif politik, tidak ada tujuan ideologi, tidak ada ancaman terhadap keamanan negara," ujar Supiadin.

Pemerintah akan Putuskan Definisi Terorisme
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:54 0:00

Namun, lanjut Supiadin, seperti dalam pasal yang sudah diputuskan pada RUU Antiterorisme, seseorang yang memang dipastikan terlibat dalam jaringan teroris menghasut orang untuk melakukan serangan teror , bisa langsung ditangkap. Alasannya, karena dia memang memiliki jaringan teroris, punya motif, dan itulah awal dari ancaman terhadap keamanan negara.

Ketua Panitia Khusus RUU Antiterorisme Muhammad Syafii menekankan pentingnya memasukkan tiga motif: ideologi, politik, dan gangguan keamanan negara dalam definisi terorisme, sehingga dapat menjadi hal yang membedakan jenis kejahatan ini dengan kejahatan biasa.

Baca juga: Jokowi: Teroris Harus Dihadapi dengan Cara Luar Biasa

Syafii mengatakan definisi tersebut harus membuat batasan-batasan yang sangat jelas tentang apa itu terorisme. Jadi aparat keamanan tidak dapat sembarangan menangkap dan menahan orang dengan tudingan teroris.

Hingga rapat berakhir, tersisa dua opsi tentang definisi terorisme. Meski didesak, Ketua Tim Panitia Kerja Pemerintah Enny Nurbaningsih menolak memutuskan salah satu definisi yang akan dipakai. Dia bilang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sudah menginstruksikan agar definsi mana yang bakal dipakai dalam RUU Antiterorisme diputuskan besok dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR.

"(Definisi) alternatif pertama ini memang keputusan dari pemerintah awalnya. Kemudian yang kedua ini perkembangan dalam forum tim perumus di sini. Jadi tetap dua saja kita bawa ke raker," tukas Enny.

Definisi alternatif pertama, yakni definisi terorisme tanpa menyertakan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan sebagaimana diinginkan oleh Pemerintah sejak awal. Dalam hal ini, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup fasilitas publik atau fasilitas internasional.

Sementara definisi alternatif kedua, seperti halnya definisi terorisme alternatif satu, hanya ditambahkan frase motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG