Tautan-tautan Akses

Pelapor Korupsi Justru Ditetapkan Tersangka


Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu, Mundu, Cirebon Lukman Nurhakim menunjukkan surat laporan Nurhayati. (Foto: Lukman Nurhakim)
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu, Mundu, Cirebon Lukman Nurhakim menunjukkan surat laporan Nurhayati. (Foto: Lukman Nurhakim)

Pelapor kasus dugaan korupsi APBDes di Cirebon, Jawa Barat kecewa dengan aparat penegak hukum karena ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Kepala Urusan (Kaur) Keuangan nonaktif Desa Citemu, Cirebon, Nurhayati menilai janggal penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi APBDes di Cirebon. Nurhayati mengaku dirinya sebagai saksi cukup kooperatif dalam memberikan keterangan kepada penyidik dalam dua tahun terakhir.

Nurhayati merupakan pelapor kasus dugaan korupsi ini ke Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Desa Citemu pada awal 2019. BPD Citemu kemudian melaporkan kasus ini ke polisi pada Maret 2020. Polisi lalu menetapkan seorang kepala desa dan Nurhayati sebagai tersangka pada akhir 2021.

"Saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya terhadap aparat penegak hukum yang menetapkan saya sebagai tersangka. Saya yang tidak mengerti hukum itu janggal," jelas Nurhayati melalui link video di YouTube yang diberikan pihak keluarga kepada VOA, pada Senin (28/2/2022).

Nurhayati mempertanyakan dasar penetapan tersangka bagi dirinya yang berdasarkan petunjuk jaksa untuk mendorong proses P21 tersangka kepala desa. Ia berpendapat sebagai pelapor dan saksi semestinya justru mendapat perlindungan dari aparat penegak hukum. Bukan, sebaliknya ditetapkan sebagai tersangka. P21 merupakan kode formular dalam proses penanganan tindak pidana untuk pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap dan siap dilimpahkan ke kejaksaan.

Nurhayati menegaskan ia tidak ikut menikmati uang hasil korupsi. Sebaliknya, ia tidak dapat mengurusi keluarga dan anak karena waktunya tersita untuk mengungkap kasus ini.

Perwakilan keluarga Nurhayati, Junaedi mengatakan, adiknya sempat mengalami trauma akibat penetapan status tersangka tersebut. Apalagi berkas perkara Nurhayati dinyatakan lengkap (P21) pada 3 Februari 2022. Menurutnya, Nurhayati juga belum memenuhi panggilan penyidik karena sedang menjadi isolasi mandiri karena terinfeksi Covid-19.

"Ya terkejut, hampir dua hari tidak mau makan, menangis, tidak mau ngomong. Dia yang menjadi saksi malah menjadi tersangka," jelasnya kepada VOA, Senin (28/2/2022).

Junaedi juga mempertanyakan penetapan tersangka Nurhayati yang tidak didahului berita acara pemeriksaan (BAP). Ia bersama keluarga kemudian melaporkan kasus ini ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendapatkan perlindungan bagi Nurhayati. Selain itu, Junaedi membuat video terkait kasus ini yang disebar melalui keluarga hingga kemudian viral di media sosial.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon Lukman Nurhakim berharap aparat penegak hukum mencabut status tersangka Nurhayati. Ia khawatir penetapan tersangka tersebut membuat masyarakat takut melaporkan kasus korupsi pada masa mendatang.

Lukman mengaku merahasiakan identitas Nurhayati sebagai pelapor dugaan korupsi ke BPD Citemu pada awalnya. Namun, ia terpaksa membongkar identitas Nurhayati karena aparat menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dalam kasus ini.

"Intinya jangan sampai masyarakat bawah sedang antusias memberantas korupsi di yang ada di desa, jangan sampai diberhentikan hanya karena untuk menutupi kepentingan oknum," jelas Lukman kepada VOA, Senin(28/2/2022).

Lukman menjelaskan Nurhayati telah dinonaktifkan sebagai Kepala Urusan (Kaur) Keuangan nonaktif Desa Citemu karena status tersangkanya. Kendati, Nurhayati tetap menerima sebagian dari gajinya atau sekitar 70 persen dari gaji. Status noanaktif tersebut nantinya akan dicabut ketika aparat sudah mencabut status tersangka Nurhayati.

"Secepatnya surat pencabutan tersangka ditetapkan. Supaya Bu Nurhayati bisa interaksi kembali dengan masyarakat, bekerja dengan keahlian sebagai bendahara, dan anaknya tidak dibully," tambahnya.

Pemerintah Jamin Akan Hentikan Kasus Nurhayati

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan telah berkoordinasi dengan Polri dan kejaksaan Agung terkait kasus pelapor dugaan korupsi APBDes di Cirebon yakni Nurhayati yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Menurutnya, kedua lembaga tersebut telah sepakat untuk menghentikan kasus yang menjerat Nurhayati. Terdapat dua opsi yaitu penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).

"Bagi pemerintah, tidak penting yang mana. Yang penting sekarang semangat yang disampaikan Presiden Jokowi agar orang berani melapor kalau ada korupsi," jelas Mahfud secara daring, Minggu (27/2/2022).

Menko Polhukam Mahfud MD (YouTube Kemenko Polhukam)
Menko Polhukam Mahfud MD (YouTube Kemenko Polhukam)

Kendati demikian, Mahfud menilai Polri dan Kejaksaan tidak salah karena sudah menetapkan Nurhayati sebagai tersangka korupsi. Ia beralasan langkah yang diambil kedua lembaga itu sudah sesuai prosedur. Meskipun, secara substansi kedua lembaga akan mengkoreksi langkah hukum tersebut dengan menghentikan kasus.

"Karena misalnya dia tidak melaporkan ke polisi atau kejaksaan tapi ke BPD. Sehingga diperiksa sebagai saksi dan ditetapkan tersangka karena dianggap membiarkan selama dua tahun. Mungkin formalitasnya itu tidak salah," tambah Mahfud.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai tindakan yang akan dilakukan pemerintah sudah tepat. Apresiasi juga disampaikan keluarga Nurhayati dan Ketua BPD Citemu Lukman Nurhakim.

Kendati, Boyamin menyayangkan upaya penghentian kasus Nurhayati terlambat. Akibatnya, kata dia, masyarakat menjadi takut melapor ke polisi jika menemukan tindak pidana korupsi.

"Karena apapun itu sudah berdampak, orang takut melapor karena khawatir menjadi tersangka. Semestinya langsung dipadamkan dan negara hadir," jelas Boyamin kepada VOA, Minggu (28/2/2022).

Boyamin mengusulkan pemerintah melakukan sejumlah langkah untuk memulihkan keberanian publik memberantas korupsi. Salah satunya dengan memaksimalkan Undang-undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Selain itu, sosialisasi regulasi yang melindungi saksi dan korban perlu disampaikan aparat penegak hukum. Harapannya kasus sama tidak terulang pada masa mendatang.

Perbedaan Perspektif Polri Soal Status Pelapor

Pekan lalu (21/2), Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo menjelaskan Nurhayati bukan pelapor kasus dugaan korupsi APBDes di Cirebon. Menurut kepolisian, pelapor kasus ini adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu. Berdasarkan laporan tersebut, penyidik mendapatkan bukti tindak pidana yang dilakukan oleh Kuwu atau Kepala Desa Citemu Supriyadi.

Supriyadi kemudian ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi yang dilakukan terhadap pelaksanaan pekerjaan tahun anggaran 2018, 2019, dan 2020 APBDes Desa Citemu.

Sebuah mural bertuliskan "Saya Bangga Punya Tiga Rumah Mewah (Kiri), Saya Bangga Punya Lima Mobil Mewah (C), Saya Bangga Tidak Melakukan Korupsi", di dinding sebuah jalan di Jakarta pada tanggal 18 November 2009 .(Foto: AFP/Adek Berry/ilustrasi)
Sebuah mural bertuliskan "Saya Bangga Punya Tiga Rumah Mewah (Kiri), Saya Bangga Punya Lima Mobil Mewah (C), Saya Bangga Tidak Melakukan Korupsi", di dinding sebuah jalan di Jakarta pada tanggal 18 November 2009 .(Foto: AFP/Adek Berry/ilustrasi)

“Saudari Nurhayati ini bukan sebagai pelapor seperti yang disampaikan dalam video singkat yang beredar di Medsos. Namun sebagai saksi yang memberikan keterangan. Jadi untuk pelapor sendiri dari kasus ini adalah BPD Desa Citemu,” kata Ibrahim melalui keterangan tertulis, Senin (21/2/22).

Penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota kemudian melimpahkan berkas tersangka Supriyadi yang sudah selesai ke Kejari Cirebon. Namun, berkas tersebut dikembalikan Kejari Cirebon kepada penyidik atau P19.

Menurut Ibrahim, proses P19 dilakukan dua kali dengan petunjuk penuntut umum agar dilakukan pemeriksaan mendalam terhadap Nurhayati. Penyidik kemudian menetapkan Nurhayati sebagai tersangka karena menemukan alat bukti serta perbuatan melawan hukum.

“Dikarenakan perbuatannya adalah perbuatan yang termasuk kategori melawan hukum, karena telah memperkaya tersangka Supriyadi. Sehingga tindakannya tersebut diduga menimbulkan merugikan keuangan negara dan melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 55 KUHP. Dari dasar itu penyidik melakukan penetapan saudari Nurhayati menjadi tersangka,” tambah Ibrahim.

Sementara Kapolres Cirebon Kota Fahri Siregar menjelaskan kasus penyelewengan APBDes sejak 2018-2020 mencapai Rp800 juta. Menurutnya, proses penyidikan kasus ini telah selesai. Berkas perkara tersangka Supriyadi dinyatakan lengkap oleh jaksa pada 10 Januari 2022. Sedangkan berkas perkara tersangka Nurhayati dinyatakan lengkap pada 3 Februari 2022.

"Penyidikan terhadap kasus pidana korupsi ini berawal dari laporan pengaduan Ketua BPD Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon pada 23 maret 2020. Ada dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh saudara Supriyadi selaku Kepala Desa Citemu dan kami juga mendapatkan informasi dari sumber lain pada 19 Oktober 2020,” ujar Fahri Siregar dalam konferensi pers pada 19 Februari 2022, seperti dikutip dalam rilis Polri.

Fahri menambahkan Nurhayati tidak ditahan dengan beberapa pertimbangan dari penyidik. Pemanggilan terhadap Nurhayati kemudian dilakukan beberapa kali setelah penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum.

Menurut Polres Cirebon, Nurhayati tidak memenuhi panggilan pertama tanpa keterangan. Sedangkan panggilan kedua, Nurhayati mengirimkan surat keterangan sakit dari RS Pelabuhan Cirebon. Polri membuka diskusi dan konsultasi dari pihak-pihak terkait penanganan kasus Nurhayati. [sm/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG