Tautan-tautan Akses

AS Ambil Langkah Lindungi Integritas Sistem Pemungutan Suara


Para pemilih suara menggunakan mesin pemilu eketronik di Schiller Recreation Center Columbus, Ohio. (Foto: dok.)
Para pemilih suara menggunakan mesin pemilu eketronik di Schiller Recreation Center Columbus, Ohio. (Foto: dok.)

Dalam masa pemilu AS yang bergejolak, baik Partai Republik maupun Partai Demokrat sama-sama mempertanyakan integritas sistem pemungutan suara.

Dalam sebuah kampanyenya baru-baru ini calon Presiden dari Partai Republik Donald Trump mengatakan, "Saya khawatir pemilu presiden akan dicurangi. Saya harus jujur mengatakan itu."

Ketidakpercayaan pada sistem pemilu juga diungkapkan sebagian pendukung Partai Demokrat. Menyusul bocornya komunikasi e-mail yang menunjukkan bahwa panitia pemilihan Partai Demokrat lebih memfavoritkan Hillary Clinton, banyak pendukung Bernie Sanders mempertanyakan kemungkinan adanya kecurangan dalam pemilihan pendahuluan calon Presiden Partai Demokrat.

Margaret Jurgensen, Direktur Pemilu Distrik Montgomery, membantah sistem pemilu AS bisa dicurangi.

"Orang yang mengatakan sistem pemungutan suara bisa dicurangi barangkali belum pernah menghabiskan waktu bersama seorang petugas pemilu," kata Jurgensen.

Jurgensen mengatakan, para petugas pemilu melakukan banyak hal untuk mencegah terjadinya kecurangan.

Para pengamat dari kedua partai politik bisa mengawasi langsung TPS-TPS.

Mesin-mesin penghitung suara yang bisa merekam data elektronik dan kertas suara semakin populer. Para pejabat pemilu bisa membandingkan kedua catatan itu seandainya dicurigai adanya kecurangan.

"Kami membandingkan jumlah pemilih yang memberikan suara dan jumlah kertas suara yang digunakan. Kami kemudian melihat jumlah suara yang diperoleh semua calon dan membandingkannya dengan jumlah kertas suara yang digunakan," tambah Jurgensen.

Para pemilih juga harus menunjukkan identitas mereka sebelum memberikan suara. Partai Republik menginginkan persyaratan keterangan identitas yang lebih ketat, namun UU beberapa negara bagian dikecam tahun ini karena dinilai tidak adil terhadap para pemilih dari kelompok minoritas, berpendapatan rendah dan lanjut usia -- yang biasanya memilih calon dari Partai Demokrat.

Melacak siapa saja yang terdaftar untuk memilih merupakan pekerjaan yang banyak memakan waktu.

"Kami memroses 30.000 dokumen setiap bulan. Jadi, bukan seolah-olah kami hanya bekerja dua hari dalam setahun," kata Jurgensen.

Pakar pemilu John Fortier dari Bipartisan Policy Center mengatakan daftar para pemilih merupakan sumber pertikaian. Partai Republik menginginkan keamanan yang lebih tinggi. Partai Demokrat khawatir akan adanya pemilih yang tidak diberi kesempatan memberikan suara.

"Orang-orang Partai Republik mengatakan ada banyak kekacauan," kata Fortier. "Kadang Anda pindah dari satu tempat ke tempat lainnya sehingga nama Anda terdaftar dua kali atau alamat Anda keliru. Mungkin orang-orang yang sudah meninggal belum dihapus dari daftar sesegera mungkin sebagaimana mestinya. Daftar para pemilih kacau dan menimbulkan kekhawatiran akan adanya orang-orang yang memanfaatkannya."

Fortier mengatakan, UU pemilu dan peralatan pemungutan suara beragam di berbagai penjuru AS. Ini bisa menimbulkan kekhawatiran soal keamanan, namun umumnya terkendali.

"Pada dasarnya, kita memiliki sistem pemungutan suara yang sangat adil, dan bekerja dengan cukup baik, dan dengan hasil yang sesuai. Namun di sejumlah kawasan atau tempat tertentu masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperbaikinya," lanjutnya.

Jadi, mengatakan bahwa sistem itu bisa dicurangi merupakan prasangka yang berlebihan. [ab/lt]

XS
SM
MD
LG