Tautan-tautan Akses

Pan-Islamis Menjembatani Perpecahan Sektarian


Kubah gereja Asyur yang menghadap menara masjid di Manger Square di Betlehem di Tepi Barat yang diduduki Israel, 24 Desember 2018. (Foto: Reuters/Mustafa Ganeyeh)
Kubah gereja Asyur yang menghadap menara masjid di Manger Square di Betlehem di Tepi Barat yang diduduki Israel, 24 Desember 2018. (Foto: Reuters/Mustafa Ganeyeh)

Sementara perselisihan sektarian mendasari sebagian konflik yang paling berlarut-larut di dunia, seorang laki-laki mencermati agama dalam konteks yang lebih luas. Agama dosen pada satu universitas negeri di California itu bisa digambarkan sebagai pan-Islamis.

Kalau ada pekerja lepas atau tenaga freelance, maka seorang dosen California State University yang bernama Zaman Stanizai dapat dikategorikan sebagai Muslim freelance.

“Saya lebih cenderung merasa sebagai Muslim freelance sejauh menyangkut perbedaan sektarian. Jadi, saya datang ke masjid-masjid yang berbeda, salah satunya adalah IMAN Center. Di sini, saya diajak ikut serta dalam forum Al-Quran," kata Zaman Stanizai.

Sebagai Muslim freelance, Zaman menyatakan ia bukan Syiah, tetapi juga bukan Sunni. Lebih jauh ia menuturkan situasi yang membawanya ke Amerika.

“Ketika Afghanistan dijajah, sekitar setahun setelah pendudukan Soviet, saya harus pergi, seperti umumnya orang lain, untuk menyelamatkan diri. Itulah yang membawa saya ke Amerika ini," katanya.

Di Amerika ketika itu, Stanizai menuturkan, tidak ada stigma yang melekat pada Islam. Semuanya menyenangkan sampai akhirnya terjadi serangan 11 September atau 911 dan semuanya berbalik.

“Saya tidak bisa bertanggung jawab atas tindakan orang lain hanya karena penampilan mereka seperti saya atau mereka berasal dari bagian dunia tempat saya berasal atau mereka juga, katakanlah, beragama sama dengan agama saya," kata Zaman Stanizai.

Stanizai memilih tinggal di Los Angeles. Alasannya, ini kota besar dan kosmopolitan. Alasan lain, di kota itu ia bisa pergi ke gereja, ke sinagoga, ke masjid, ke gurudwara.

"Saya bisa pergi ke kuil mana saja dan semua pintu terbuka," tegasnya.

Zaman Stanizai adalah pengajar. Sudah lebih dari 50 tahun ia menjadi dosen di Afghanistan dan di banyak lembaga pendidikan tinggi di Amerika dan California Selatan.

Stanizai kini mengajar tradisi Islam dan Ilmu Politik.

“Jika kita bisa menganalisis masalah berlandaskan perilaku manusia, banyak konflik di dunia ini bisa diselesaikan secara diplomatis, damai, alih-alih dengan perang. Begitulah cara saya menggunakan dimensi Islam dalam ranah Ilmu Politik," kata Zaman Stanizai.

Stanizai menambahkan, ia melakukan pendekatan berbeda dalam mengkaji Al-Quran. Ia mempelajarinya secara kritis. Kalau muncul pertanyaan, ia akan mencari jawabnya di kitab suci tersebut.

“Terkadang orang mungkin tidak menganggap saya sebagai seorang Muslim yang 'ideal' tetapi saya tidak peduli karena keyakinan saya pada Tuhan adalah urusan antara saya dan Tuhan, bukan antara saya dan orang lain," katanya.

Stanizai menegaskan, setiap kali kita mengidentifikasi diri dengan kelompok yang lebih kecil, kita mempersempit jendela untuk melihat ketuhanan yang universal. [ka]

XS
SM
MD
LG