Tautan-tautan Akses

Overdosis Opioid Sebabkan Peningkatan Perawatan Intensif dan Kematian


Seorang perawat mengambil darah Heidi Wyandt, 29 Maret 2017. Wyandt membantu uji coba obat penghilang rasa sakit jenis non-opioid. (Foto:dok)
Seorang perawat mengambil darah Heidi Wyandt, 29 Maret 2017. Wyandt membantu uji coba obat penghilang rasa sakit jenis non-opioid. (Foto:dok)

Jumlah warga Amerika yang membutuhkan perawatan intensif karena mengkonsumsi obat opioid melebihi dosis dan meninggal setelah menerima perawatan untuk komplikasi serius semakin meningkat, menurut sebuah kajian seperti yang dilaporkan Reuters hari Kamis (17/8).​

Di samping tren yang memburuk ini, jumlah pasien kelebihan dosis opioid yang menerima perawatan di unit perawatan intensif atau ICU di rumah sakit, naik 34 persen dari 2009 hingga 2015, menurut kajian tersebut. Selama periode yang sama, angka kematian pasien ICU naik dari 7,3 persen menjadi 9,8 persen.

“Ada kenaikan jumlah orang yang sakit parah akibat kelebihan dosis opioid sehingga mereka membutuhkan perawatan ICU dan walaupun kami sudah melakukan segala cara, jumlah pasien yang sekarat karena berbagai komplikasi dari kelebihan dosis semakin banyak dari sebelumnya,” kata penulis utama kajian tersebut, Dr. Jennifer Stevens dari Harvard Medical School dan Beth Israel Deaconess Medical Center di Boston.

“Jadi, ketika kita bicara tentang kasus kelebihan dosis, kita tidak hanya bicara tentang apakah pasien meninggal atau bertahan hidup. Namun juga biaya-biaya pribadi dan sosial yang harus ditanggung untuk merawat pasien yang tidak meninggal, atau yang tidak langsung meninggal,” kata Stevens melalui email.

Ia dan rekan-rekannya mengkaji data lebih dari 4,1 juta pasien yang dirawat di ICU di 162 rumah sakit yang berada di 44 negara bagian termasuk 21.705 pasien yang dirawat karena kelebihan dosis opioid, biasanya dari heroin.

Dalam kajian yang berlangsung selama tujuh tahun, biaya untuk merawat pasien yang menderita kelebihan dosis opioid di ICU naik dari 58.517 dolar menjadi 92.408 dolar pada tahun 2015.

Sekitar 25 persen dari pasien kelebihan dosis opioid mengalami pneumonia aspirasi. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang terjadi ketika makanan, air liur atau muntahan yang seharusnya berada di saluran pencernaan, terhirup masuk ke paru-paru.

Komplikasi kedua yang paling umum adalah rhabdomyolysis atau lepasnya serat otot yang sudah mati ke aliran darah yang terjadi pada 15 persen pasien yang dirawat di ICU karena kelebihan dosis.

Delapan persen pasien mengalami kerusakan otak dan 6 persen mengalami sepsis atau respon yang mengancam jiwa terhadap infeksi yang bisa menimbulkan kerusakan organ serius.

Satu dari 10 orang yang dirawat di ICU setelah kelebihan dosis membutuhkan mesin ventilator untuk membantu mereka bernafas.

Kajian ini tidak didesain untuk menjelaskan mengapa kasus kelebihan dosis dirawat di unit perawatan intensif. Ada kemungkinan tingginya kesadaran mengenai bahaya overdosis membantu lebih banyak orang untuk bertahan lebih lama untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Kemungkinan lainnya, kelebihan dosis yang dialami saat ini lebih parah dibandingkan dengan kasus-kasus sebelumnya, menurut catatan para peneliti.

Beberapa obat berbahan dasar opioid di sebuah apotek di Portsmouth, Ohio, 21 June 2017. (Foto:dok)
Beberapa obat berbahan dasar opioid di sebuah apotek di Portsmouth, Ohio, 21 June 2017. (Foto:dok)

Keduanya kemungkinan besar penyebab melonjaknya pasien-pasien overdosis di ICU, menurut Dr. Marc LaRochelle, seorang peneliti di Grayken Center for Addicition Medicine di Boston Medical Center. LaRochelle tidak terlibat dalam studi tersebut.

“Mungkin ada dua faktor penyebab fenomena ini: yang pertama adalah opioid yang dipasok semakin kuat kadarnya dengan lonjakan fentanyl ilegal dalam beberapa tahun terakhir,” kata LaRochelle melalui email. Ia merujuk pada jenis obat resep opioid yang bereaksi cepat dan sangat ampuh yang sekarang sudah jamak menjadi obat yang dipakai untuk bersenang-senang.

“Yang kedua lebih kepada pendidikan yang meluas mengenai kelebihan dosis dan program penyaluran naloxone,” tambah LaRochelle. Naloxone dapat memblokir efek opioid dan dengan cepat membalikan efek-efek overdosis.

“Orang-orang yang menggunakan obat-obatan melalui suntikan harus mendapatkan naloxone, obat pembalik efek overdosis dan menggunakan obat dengan teman atau pasangan yang bisa membantu mereka,” kata Breandan Saloner, seorang peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat John Hopkins Bloomberg di Baltimore, yang tidak terlibat di dalam kajian.

Di banyak negara bagian, anggota-anggota keluarga bisa mendapatkan naloxone, kadang tanpa resep, kata Saloner melalui email. Dua obat, buprenophine dan methadone, juga bisa mengurangi penggunaan obat.

“Sayangnya masih banyak stigma tentang perawatan dengan obat-obatan, namun perawatan ini aman dan ada hasilnya,” tambah Saloner. “Perubahan dalam jangka panjang mungkin bisa dicapai dan pemulihan bukannya tidak realistis, namun ini membutuhkan waktu dan kesabaran.” [fw/da]

XS
SM
MD
LG