Tautan-tautan Akses

Nilai Mata Uang Rusia Merosot akibat Sanksi Baru AS


Gedung Evrofinance Mosnarbank di Moskow, Rusia (Foto: dok).
Gedung Evrofinance Mosnarbank di Moskow, Rusia (Foto: dok).

Nilai mata uang Rusia, rubel, merosot ke titik terendah dalam dua tahun setelah Amerika Serikat mengumumkan akan memberlakukan sanksi-sanksi baru terhadap Moskow, Rabu (8/8), terkait kasus peracunan seorang bekas mata-mata Rusia dan putrinya di Inggris.

Rusia membantah terlibat dalam peracunan dengan novichock, gas saraf terlarang yang diproduksi oleh militer Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Moskow, Kamis, menyebut tindakan AS itu tidak sah berdasarkan hukum internasional dan mengumumkan akan mengambil tindakan balasan. Reporter VOA Zlatica Hoke melaporkan, rakyat Rusia menanggapi berita-berita mengenai sanksi-sanksi tambahan itu dengan tenang.

Rusia telah dikenai sanksi-sanksi AS dan Uni Eropa sejak menganeksasi Semenanjung Krimea di Ukraina pada 2014. Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh sanksi-sanksi itu signifikan.

Mata Uang Rusia Merosot Mengikuti Sanksi AS Baru (Photo: VOA/Zlatica Hoke-Videograb)
Mata Uang Rusia Merosot Mengikuti Sanksi AS Baru (Photo: VOA/Zlatica Hoke-Videograb)

Dmitry Zhdannikov, editor kantor berita Reuters mengatakan, "Satu contoh: kapitalisasi pasar perusahaan terbesar Rusia, yakni perusahaan minyak Rosneft, kira-kira kini 60-70 miliar dolar tergantung situasi pasar. Perusahaan yang setara dengannya di Amerika Serikat, Exxon-Mobil, nilai pasarnya 350 miliar dolar. Jadi bedanya luar biasa besar.”

Juru bicara Kremlin meyakinkan rakyat Rusia bahwa sistem finansial negara itu masih stabil. Rakyat biasa Rusia, seperti Arkadiy Lyubarskikh di Moskow, tampaknya tidak begitu khawatir.

"Negara kami harus mengabaikan sanksi-sanksi ini. Kami hidup sebagaimana kami hidup saat ini. Dan apa yang mereka berlakukan, dan apa yang akan mereka berlakukan selanjutnya, saya kira, tidak akan mempengaruhi ekonomi kami atau kehidupan kami secara umum,” jelasnya.

Kerugian finansial tidak menciutkan nyali Presiden Rusia Vladimir Putin untuk melakukan intervensi lebih jauh di Ukraina timur dan mencampuri proses-proses politik di negara-negara lain. Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut sanksi-sanksi baru AS ultimatum yang sia-sia. Sejumlah analis, seperti Zhdannikov, mengatakan, sanksi-sanksi itu sejauh ini tidak membuahkan hasil yang diinginkan.

"Barat selama ini berharap bahwa semakin banyak tekanan diberikan ke Putin, semakin berat sanksi yang diberlakukan, akan semakin besar ketidakpuasan elit politik dan bisnis Rusia sehingga akan memaksa Putin mengubah arah kebijakannya. Namun, itu tidak terjadi dalam empat tahun terakhir, dan malah yang kita saksikan adalah kenyataan sebaliknya,” kata Zhdannikov.

Namun, duta besar Rusia untuk AS menyebut rangkaian sanksi-sanksi baru itu sangat keras. Sejumlah warga Rusia, seperti Aleksandr Zimin di Moskow, mengkhawatirkan, rakyat biasa akan menanggung akibatnya

Aleksandr Zimin, penduduk Moskow berkomentar soal sanksi AS. (Photo: VOA/Zlatica Hoke-Videograb)
Aleksandr Zimin, penduduk Moskow berkomentar soal sanksi AS. (Photo: VOA/Zlatica Hoke-Videograb)

"Ini permainan besar, dan kami sebagai rakyat digunakan untuk membujuk pihak lain untuk mencapai kesepakatan. Kami tidak tahu alasan sesungguhnya, jadi yang bisa kami lakukan adalah mematuhi semua ini dan berusaha untuk bertahan atau mengubah hidup kami agar tidak ada sanksi atau faktor luar yang bisa mempengaruhinya,” kata Aleksandr Zimin.

Sanksi-sanksi baru AS terhadap Rusia mulai berlaku tanggal 22 Agustus dan ditetapkan berdasarkan UU AS mengenai senjata kimia dan bilogi terlarang. [ab/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG