Tautan-tautan Akses

Myanmar Abaikan Tekanan Internasional terkait Rohingya


Aung San Suu Kyi (dua dari kiri, depan) memasuki gedung parlemen Myanmar di Naypyitaw, 30 Maret 2016 (Foto: dok).
Aung San Suu Kyi (dua dari kiri, depan) memasuki gedung parlemen Myanmar di Naypyitaw, 30 Maret 2016 (Foto: dok).

Myanmar mendapat tekanan internasional terkait operasi keamanan brutal yang telah berlangsung berbulan-bulan di tengah-tengah komunitas Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Pekan lalu, negara itu mendapat serangkaian kritik dari Malaysia dan seorang Pelapor HAM PBB.

Tetapi pemerintah demokratis Myanmar di bawah pemimpin de facto Aung San Suu Kyi menolak tekanan tersebut dan membela militer dari tuduhan melakukan pelanggaran HAM besar-besaran sehingga membuat masyarakat internasional frustrasi. Banyak negara yang melontarkan kritik keras terhadap tokoh demokrasi tersebut.

Situasi tersebut menunjukkan kompleksitas krisis Rakhine dan mendorong seruan agar negara-negara asing mengubah pendekatan mereka dalam menghadapi pemerintah dan militer Myanmar.

David Mathieson, seorang analis independen, mengemukakan, masyarakat internasional harus mengalihkan sebagian tekanan itu dari Aung San Suu Kyi, karena pemerintah Myanmar tidak memiliki kontrol atas militer berdasarkan konstitusi negara itu. Hambatan lainnya adalah karena mayoritas warga yang menganut Budha membenci warga Muslim Rohingya yang dianggap bukan warganegara Myanmar.

Negara-negara di kawasan juga harus segera memberikan respons yang kompak terhadap Myanmar terkait krisis Rakhine, karena Rohingya adalah isu regional, kata mantan peneliti Myanmar di Human Rights Watch itu.

Bulan lalu, Aung San Suu Kyi, yang juga menjabat menteri luar negeri, menjadi tuan rumah pertemuan ASEAN mengenai Rakhine dan baru-baru ini mengirim seorang utusan ke Bangladesh. Tetapi pembicaraan itu tidak menghasilkan perubahan dalam pendekatan pemerintah terhadap Rakhine, kawasan yang telah lama terimbas pertikaian antara kelompok masyarakat Muslim dan Budha.

Hari Jumat, Pelapor Khusus PBB mengenai HAM di Myanmar, Yanghee Lee, menyatakan sangat prihatin mengenai operasi keamanan yang diluncurkan di Kota Maungdaw di Rakhine, menyusul serangan maut terhadap kantor-kantor polisi oleh pemberontak Rohingya pada Oktober lalu. Ia mengritik tindakan pasukan keamanan dan pemerintah di bawah pimpinan partai NLD. Tanggapan pemerintah terhadap semua masalah di sana sekarang ini tampaknya adalah membela diri, mengabaikan dan menyangkal, ujarnya. [uh/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG