Tautan-tautan Akses

MRT Jakarta Berencana Melantai di Bursa Efek Indonesia 2022


Kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta, 12 Maret 2019. (Foto: dok)
Kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta, 12 Maret 2019. (Foto: dok)

Belum genap satu tahun beroperasi, PT MRT Jakarta menargetkan bisa melakukan penawaran saham ke publik (initial public offering/IPO) pada 2022. Apa alasannya?

Resmi beroperasi pada 24 Maret 2019, PT MRT Jakarta menargetkan bisa melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2022 mendatang.

Presiden Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan alasan di balik langkah IPO ini adalah sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat. Menurutnya, akan sangat disayangkan apabila sebuah perusahaan yang sehat secara keuangan dan kinerja, sahamnya tidak dimiliki oleh masyarakat.

“Kenapa harus IPO? Kalau dia sehat, perusahaan itu kan seharusnya dimiliki oleh publik, jadi tanggung jawab/akuntabilitas publik, maka governance-nya akan terkontrol oleh publik langsung. Sekarang ini kan MRT, karena dia perusahaan tertutup, perusahaan milik Pemda, ya kita tidak ada kewajiban seperti itu. Yang kita lakukan ini adalah inisiatif untuk sebanyak-banyaknya karena kita ingin governancenya bagus, jadi public control,” ujar William saat pemaparan materi “Mengawal Keberlanjutan” di kantornya, di Jakarta, Rabu (27/11).

Presiden Direktur PT MRT Jakarta, William Sabandar saat pemaparan materi “Mengawal Keberlanjutan” di kantornya, di Jakarta, Rabu (27/11). (Foto: VOA/Ghita)
Presiden Direktur PT MRT Jakarta, William Sabandar saat pemaparan materi “Mengawal Keberlanjutan” di kantornya, di Jakarta, Rabu (27/11). (Foto: VOA/Ghita)

Ditambahkannya, terkait target dana yang ingin diraih serta berapa persen saham yang ingin ditawarkan, dirinya mengaku masih belum bisa membocorkannya, karena hal tersebut masih dihitung. Selain itu, IPO tersebut akan bisa direalisasikan apabila dalam tiga tahun berturut-turut perusahaan operator kereta ini mengalami laba atau keuntungan. MRT Jakarta, kata William, cukup optimis dalam tiga tahun ke depan laba bersih tersebut akan didapatkan.

“Mekanisme IPO, mekanisme untuk membawa MRT ke ranah publik tadi secara komersial. Jadi, kalau sekarang kita lebih ke komunikasi. Mekanisme IPO itu mekanisme informasi di mana publik bisa berinvestasi, publik bisa taruh share-nya dan indikator, gejala itu ada dengan gambaran ini. Kalau tiga tahun dia progresnya naik, kenapa kita gak ngasih ke publik? Kenapa harus pemerintah yang ini, toh dia berinvestasi dengan situasi komersial yang seperti ini kan menguntungkan masyarakat,” jelasnya.

MRT Jakarta Raih Laba pada Tahun Pertama Beroperasi

William optimis PT MRT Jakarta bisa bukukan laba Rp60 miliar- Rp70 miliar pada tahun pertama beroperasi. Ia menjelaskan, adapun target pendapatan perusahaan sampai akhir tahun ini adalah sebesar Rp1 triliun rupiah. Pengeluaran kotor untuk biaya operasional dan lain-lain adalah sebesar Rp940 miliar.

“Selama sembilan bulan MRT beroperasi, kira-kira yang kita keluarkan itu mencapai Rp940 miliar. Ini angka gross, sehingg kita mendapatkan laba bersih / komprehensif Rp60-70 miliar. Ini angka sementara, karena laporan keuangan MRT itu baru akan keluar di awal tahun dan akan diaudit. Saya ingin memberikan gambaran bahwa, lihat, konstruksinya bagus, layanannya bagus, komersialnya bagus, ada potensi perusahaan kereta itu raih laba di tahun pertama operasi, sesuatu yang sangat jarang terjadi sebenarnya. Jadi kita dari awal sudah bisa sustainable,” papar William.

Lanjutnya, pendapatan MRT Jakarta bersumber dari beberapa hal. Pertama adalah pendapatan non farebox atau pendapatan non tiket yang menyumbang sebesar Rp225 miliar. Pendapatan non farebox tersebut di antaranya didapat dari periklanan sebesar 55 persen, hak penamaan stasiun (naming rights) sebesar 33 persen, telekomunikasi dua persen, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) satu persen serta lain-lain yang bersumber dari bunga bank dan selisih kurs.

Kedua adalah pendapatan dari subsidi tiket untuk penumpang MRT Jakarta yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp560 miliar pada tahun ini. Jumlah ini akan meningkat menjadi Rp900 miliar tahun depan. Ketiga, adalah pendapatan dari tiket atau farebox yang nilainya mencapai Rp180 miliar.

Pada 2020, MRT Jakarta menargetkan bisa mencetak laba sebesar Rp200 miliar-Rp250 miliar. Pada tahun 2021 pun, perusahaan juga berharap bisa meraup untung Rp300 miliar-Rp350 miliar. Menurut William, potensi untuk meraup laba tersebut terbuka lebar, karena pihaknya akan lebih mengembangkan bisnis non farebox. Selain itu, pihaknya juga akan mendapatkan pemasukan ketika mengembangkan kawasan berorientasi transit (transit oriented development/TOD).

MRT Jakarta Berencana Melantai di Bursa Efek Indonesia 2022
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:15 0:00

“Kita bisa menjual naming rights lagi, karena baru lima stasiun. Tahun depan kita jual lagi stasiun lainnya. Jadi akan lebih banyak potensi pendapatannya, plus ada pemasukan lain-lain. MRT akan mengeluarkan QR application di mana teman-teman yang lain akan ikut membayar. Inter-connection, kalau ada properti yang akan bangun inter-connection mereka juga harus membayar.” paparnya.

Pengamat: IPO MRT Jakarta Cukup Prospektif

Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan rencana IPO PT MRT Jakarta cukup menjanjikan dan akan menarik minat investor. Pasalnya, sebagai operator perusahaan transportasi berbasis rel, MRT Jakarta sudah cukup mengubah budaya masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi publik. Dengan tingkat mobilitas yang tinggi di Jakarta, kata Faisal langkah IPO ini dinilai cukup tepat.

“Saya pikir sih menarik, karena MRT dia satu, potensi demand-nya tinggi dan dari sisi jumlah penduduk dan kemampuan daya belinya, purchasing power-nya di Jakarta. Dan saya pikir ke depan pun kalau ekspansi bukan hanya pada koridor sekarang karena kan nanti ada koridor lainnya juga, itu juga sangat prospektif. Apalagi melihat dari pola pemukiman di Jakarta ini kan semakin lama semakin meluas. Sekarang commuter ini kan banyak di luar Jakarta, tapi tetap bekerja di Jakarta di main area. Artinya mobilitas menjadi sangat penting, sementara di sisi lain pilihan transportasi non MRT yang melalui jalan raya, makin lama makin kapasitasnya semakin terbatas. Jadi artinya congestion itu tidak bisa dihindari lagi karena akan terus akumulatif ke depannya. Pilihan MRT bagi para commuter, kalangan menengah akan sangat berguna. Jadi, bagi investor saya kira akan sangat prospektif,” ujar Faisal kepada VOA.

Ditambahkannya, walaupun kondisi perekonomian baik di dalam maupun di luar negeri berpotensi mengalami perlambatan, namun ia menilai hal itu tidak akan terlalu berdampak buruk pada rencana IPO tersebut. Ia menekankan, mobilitas yang tinggi di Jakarta, jumlah kalangan menengah ke atas yang cukup banyak, akan menjadikan efek dari hal tersebut di atas relatif tidak signifikan.

Diakuinya, memang tidak banyak perusahaan di bawah lima tahun beroperasi melakukan IPO. Namun, dengan prospek yang menjanjikan, langkah tersebut patut diapresiasi karena juga akan berimbas positif bagi perekonomian tanah air, dan memberikan keberanian bagi perusahaan lainnya untuk juga melakukan IPO.

“Mungkin agak tidak biasa sih. Tapi yang saya katakan tadi, sebetulnya dari prospek demand-nya memungkinkan 2022, tapi mungkin tidak biasa IPO. Biasanya kan memang kalau (perusahaan) sudah lima tahun baru IPO, tapi bukan berarti tergesa-gesa. Kalau saya melihat prospeknya sih masih masuk akal,” jelasnya. [gi/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG