Tautan-tautan Akses

Limbah Plastik Dunia Bisa Kubur Kota New York Sedalam 3,2 Kilometer


Sampah plastik mengotori kawasan pantai di Manila, Filipina (foto: ilustrasi).
Sampah plastik mengotori kawasan pantai di Manila, Filipina (foto: ilustrasi).

Industri telah menghasilkan lebih dari 9,1 miliar ton plastik sejak tahun 1950 dan cukup banyak plastik yang tersisa untuk mengubur Manhattan di New York, di bawah tempat sampah sedalam lebih dari 3,2 kilometer, menurut sebuah studi terbaru.

Plastik tidak rusak seperti bahan buatan manusia lainnya, jadi tiga perempat dari plastik itu berakhir sebagai limbah di tempat pembuangan sampah, mengotori daratan atau mengambang di lautan, danau dan sungai, menurut penelitian yang dilaporkan dalam jurnal Science Advances, hari Rabu (19/7).

"Pada tingkat (produksi plastik) saat ini, kita benar-benar menuju planet plastik," kata penulis utama studi Roland Geyer, seorang ahli ekologi industri di Universitas California di Santa Barbara. "Ini adalah isu penting yang perlu kita perhatikan."

Ledakan penggunaan plastik dimulai setelah Perang Dunia II, dan sekarang plastik ada di mana-mana. Plastik digunakan dalam kemasan seperti botol plastik dan barang konsumsi seperti ponsel dan kulkas, serta ada di pipa dan bahan bangunan lainnya. Plastik juga ada di mobil dan bahan pakaian, seperti bahan polyester.

Seorang penulis studi lainnya, Jenna Jambeck dari Universitas Georgia mengatakan bahwa pertama, kita perlu mengetahui berapa banyak sampah plastik yang ada di seluruh dunia sebelum dapat mengatasi masalah tersebut.

Ia menambahkan, dari 9,1 miliar ton plastik yang diproduksi, sekitar 7 miliar ton sudah tidak digunakan lagi. Hanya 9 persen yang didaur ulang dan 12 persen lainnya dibakar, meninggalkan 5,5 miliar ton sampah plastik di darat dan di air. Sekitar 35 persen plastik yang dibuat adalah untuk kemasan produk, seperti botol air minum.

China membuat plastik paling banyak, diikuti oleh Eropa dan Amerika Utara.

Seorang pejabat kelompok perdagangan AS mengatakan bahwa industri plastik mengetahui masalahnya dan berupaya meningkatkan daur ulang dan mengurangi limbah.

"Plastik digunakan karena efisien, harganya murah, dan berfungsi dengan baik," kata Steve Russell, wakil presiden American Chemistry Council, sebuah asosiasi industri yang mewakili produsen. "Dan jika kita tidak memiliki plastik, dampaknya terhadap lingkungan akan menjadi lebih buruk."

Menggunakan alternatif selain plastik untuk kemasan produk dan barang konsumsi seperti kaca, kertas, atau aluminium justru membutuhkan lebih banyak energi, kata Russell.

Dunia membuat/memproduksi beton dan baja lebih banyak dari pada plastik, namun beton dan baja bertahan lebih lama pada bangunan atau mobil dan menghancurkannya lebih mudah daripada plastik, tambah Geyer.

"Fakta bahwa plastik menjadi limbah begitu cepat dan berlangsung terus-menerus adalah mengapa kemudian menumpuk di lingkungan kita," kata Chelsea Rochman, profesor ekologi di Universitas Toronto di Kanada.

"Pada titik tertentu kita akan kehabisan ruang untuk menumpuk (limbah) plastik," imbuhnya. "Beberapa mungkin berpendapat bahwa kita sudah kehabisan ruang, sehingga sekarang sampah plastik juga menumpuk di lautan."

Limbah plastik di air telah terbukti membahayakan lebih dari 600 spesies kehidupan laut, kata Nancy Wallace, direktur program limbah laut pada Badan Administrasi Atmosfer Kelautan Nasional AS (NOAA).

"Paus, kura-kura laut, lumba-lumba, ikan dan burung laut terluka atau terbunuh (akibat limbah plastik)," katanya.

"Ini adalah limbah material dalam jumlah besar (di lautan) yang kita tidak melakukan usaha apapun (untuk mengatasinya)," tambah Wallace. [pp]

XS
SM
MD
LG