Tautan-tautan Akses

Lebih Dari 1.000 Pedemo Ditahan oleh Polisi di Belarus 


Polisi anti huru-hara Belarus menangkap seorang demonstran dalam unjuk rasa oleh kelompok oposisi menentang hasil pilpres, di Minsk, Belarus, 15 November 2020.
Polisi anti huru-hara Belarus menangkap seorang demonstran dalam unjuk rasa oleh kelompok oposisi menentang hasil pilpres, di Minsk, Belarus, 15 November 2020.

Polisi Belarus menahan lebih dari 1.000 orang pada Minggu (15/11) dalam sejumlah unjuk rasa di seluruh negara itu, menuntut pengunduran diri Presiden Alexander Lukashenko dan pemilu baru. Demo-demo tersebut menyusul pemilu yang disengketakan pada Agustus.

Kelompok HAM Vyasna mengatakan sebagian besar penahanan dilakukan di Minsk, di mana pasukan keamanan bertopeng hitam menggunakan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan ribuan demonstran. Dua orang dipukuli oleh para pejabat keamanan bertopeng di dalam sebuah supermarket.

Asosiasi Jurnalis Belarusia mengatakan sedikitnya 18 jurnalis, termasuk empat kontributor RFE/RL's Siaran Belarus, termasuk mereka yang ditahan di Minsk dan kota-kota lain.

Para demonstran di Minsk membawa bendera terlarang putih-merah-putih yang telah menjadi simbol oposisi politik di Belarus dan meneriakkan slogan-slogan seperti, “Lukashenko! Pengadilan!" dan "Cintailah Kehidupan Belarus!"

Internet seluler terputus dan beberapa stasiun kereta bawah tanah di pusat Minsk ditutup.

Penahanan juga dilaporkan terjadi dalam demonstrasi yang lebih kecil di Homel, Hrodna, Mahilyou, dan tempat lain.

Pemimpin oposisi Svetlana Tikhanouskaya menggambarkan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa pada 15 November dengan "gas, granat dan senjata api" sebagai "menghancurkan" dan menyerukan dukungan internasional untuk para demonstran.

Svetlana sudah mengatakan pemungutan suara itu dicurangi untuk menguntungkan Lukashenko dan menganggap dirinya sebagai pemenang yang sah.

"Kami meminta sekutu kami untuk membela rakyat Belarus dan hak asasi manusia. Kami membutuhkan koridor kemanusiaan bagi yang terluka, dukungan untuk media, penyelidikan kejahatan internasional," tulisnya di Twitter.

Tikhanouskaya meninggalkan Belarus dan tinggal di Lithuania setelah pemilu itu di tengah ancaman terhadap diri dan keluarganya.

Lukashenko, yang telah memerintah Belarus selama 26 tahun, menghadapi demonstrasi hampir setiap hari yang menyerukan pengunduran dirinya sejak pemilihan presiden pada 9 Agustus yang menurut pihak oposisi telah dicurangi dan tidak diterima negara Barat.

Sementara itu, Rusia mendukung Lukashenko dalam kebuntuan yang sedang berlangsung

Lukashenka pada 13 November bertekad untuk tidak menyerahkan kekuasaan dan mengecam lawan politik dan para demonstran.

Lukashenko mengatakan negaranya harus berintegrasi dengan Rusia dan organisasi yang dipimpin Moskow untuk menghindari apa yang disebutnya "revolusi warna" istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pergolakan politik pro-Barat. [vm/my/ft]


Recommended

XS
SM
MD
LG