Tautan-tautan Akses

LBH Poso dan KontraS: Operasi Tinombala Perlu Dievaluasi


Operasi Tinombala 2017, di Poso, Sulawesi Tengah (Foto: dok).
Operasi Tinombala 2017, di Poso, Sulawesi Tengah (Foto: dok).

Menanggapi perpanjangan operasi Tinombala di Sulawesi Tengah, sejumlah LSM menilai perlu ada evaluasi terhadap operasi tersebut. Yoanes Litha melaporkan dari Poso, Sulawesi Tengah.

Operasi Tinombala, operasi khusus untuk mencari dan menangkap seluruh anggota jaringan teroris di Sulawesi Tengah, kini diperpanjang hingga Desember 2017.

Mengingat gerakan kelompok teroris kini tidak saja di Poso, tetapi juga di hutan pegunungan Parigimpu, Parigi Moutong, maka operasi itu kini diperluas di seluruh Sulawesi Tengah. Namun selain memburu para teroris, Kapolda Sulawesi Tengah Brigjend Rudi Sufahriadi mengatakan pihaknya juga membina warga masyarakat sekitar, yang dinilai telah termakan ajakan menyesatkan.

"Operasi tetap dilakukan di wilayah Sulawesi Tengah sebagai wilayah Operasi. Di mana ada pergerakan, pasti akan kesitu. Tapi titik beratnya adalah, baik dari segi inteligen maupun pembinaan kita adakan, termasuk terhadap masyarakat-masyarakat yang terkontaminasi, yang masih menganut paham radikal," kata Brigjend Rudi Sufahriadi, Kapolda Sulawesi Tengah.

Dalam dua tahun terakhir ini, operasi Tinombala yang melibatkan 2.600 personil TNI-Polri itu telah diperpanjang sebanyak sembilan kali. Target operasi ini jelas, tetapi bagaimana pelaksanaan di lapangan dan seberapa besar manfaatnya masih menjadi pertanyaan. Itulah sebabnya sejumlah LSM menyerukan evaluasi terhadap operasi tersebut.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Poso Muh Taufik kepada VOA( 22/9) mengatakan warga masyarakat, khususnya mereka yang berada di Poso, perlu mendapat penjelasan tentang alasa perpanjangan operasi itu.

"Tujuh orang mengerahkan sumber daya manusia berapa ribu personel dari semua angkatan dan uang yang terlalu banyak, itukan harus di evaluasi dulu. Uangnya digunakan untuk apa saja, targetnya sudah sampai di mana, kan evaluasinya harus seperti itu. Minimal itu dikasih transparan kepada seluruh masyarakat Republik Indonesia karena ini menggunakan dana rakyat, uang negara, sehingga tidak terkesan operasi ini adalah operasi yang cenderung menghabiskan-menghabiskan uang, hanya operasi yang digunakan untuk label keamanan padahal proses pemberdayaan masyarakat ditingkat wilayah itu tidak ada," kata Muhammad Taufik, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Poso.

Hal senada disampaikan Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi pada Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS) Puri Kencana Putri. Dalam kesempatan terpisah, Putri menyerukan dilakukannya evaluasi terhadap Operasi Tinombala di Sulawesi Tengah, terlebih setelah muncul sejumlah laporan bahwa anggota-anggota kelompok teroris itu masih bisa keluar hutan dan berbaur dengan masyarakat, menyebarluaskan hasutan.

“Kenapa bisa zona yang begitu jauh dari pegunungan biru ke Parigi, gitu ya. Kelompok yang kemudian di identifikasi sebagai kelompok teroris, masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) bisa bergerak begitu jauh dan menjustifikasi negara untuk memperpanjang operasi tanpa memeriksa kembali operasi-operasi dari episode satu sampai delapan, apa yang kurang, apa yang harus ditingkatkan, apa yang bisa diberikan terbaik untuk publik,” kata Puri Kencana Putri Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi pada Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS).

KontraS menambahkan beberapa badan negara perlu diajak untuk datang langsung ke Poso untuk melihat situasi di lapangan.

“Seharusnya dihentikan dulu dalam waktu satu-dua bulan diberikan Komisi-Komisi negara untuk datang kesana. Di undang Komnas HAM, Komnas Perempuan begitu ya, masyarakat di ajak untuk dialog bicara apa yang mereka inginkan. Memulihkan Poso bukan cuma mencari gembong teroris begitu ya tapi bagaimana semua dampak warga ini bisa terpulihkan hak-haknya, tidak terpapar lagi,” kata Puri Kencana Putri Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi pada Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS).

Asisten Operasi (Asops) Kapolri Irjen M. Iriawan dalam keterangannya di Polres Poso (19/9/2017) mengatakan perpanjangan operasi diperlukan karena tujuh tersangka teroris sisa dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) hingga kini belum tertangkap.

Menurut mantan Kapolda Metro Jaya itu, perpanjangan Operasi Tinombala yang semula direncanakan berakhir pada 30 September itu telah mendapat persetujuan Kapolri.

“Tentunya sesuai dengan pengajuan Kapolda, pak Rudy meminta operasi di perpanjang, kami sudah membuat telaan, dan sudah melapor ke Kapolri. Kapolri setuju operasi di perpanjang karena memang masih ada DPO yang belum tertangkap, dalam hal ini masih tujuh orang,” kata Irjen M Iriawan, Asisten Operasi Kapolri.

Menurut rencana sebelum perpanjangan operasi pada 1 Oktober nanti, akan dilakukan pergantian personil pasukan TNI-Polri. [ys/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG