Tautan-tautan Akses

Lawan Infeksi dalam Dunia Pasca Antibiotik


Pakar farmasi Peggy Gillespie mencampur antibiotik untuk dimasukkan ke dalam alat suntik yang akan digunakan sebagai infus di Rumah Sakit ProMedica Toledo di Toledo, Ohio, 8 Januari 2018.
Pakar farmasi Peggy Gillespie mencampur antibiotik untuk dimasukkan ke dalam alat suntik yang akan digunakan sebagai infus di Rumah Sakit ProMedica Toledo di Toledo, Ohio, 8 Januari 2018.

Para imuwan mengatakan akibat penggunaan antibiotik yang terlalu marak, bahkan untuk mengobati infeksi ringan sekalipun, banyak bakteri telah mengembangkan kekebalan hebat terhadap obat jenis ini. Mereka mengatakan, kita mungkin telah memasuki ‘era pasca-antibiotik,’ dimana infeksi yang sebelumnya tidak membahayakan jiwa, kini menjadi fatal.

Para periset di Universitas Rockefeller di New York mengatakan sebuah enzim bernama lisina mungkin terbukti penting dalam perang melawan infeksi.

Setiap tahun, sekitar 700 ribu orang di seluruh dunia meninggal dunia karena infeksi yang disebabkan bakteri kebal antibiotik, dan angka itu terus meningkat. Para pakar mengatakan apabila kita tidak menemukan obat-obatan baru yang efektif sebelum 2050, angka kematian bisa mencapai 10 juta.

Salah satu langkah adalah mengembangkan virus-virus bernama phage yang menyerang bakteri jenis khusus – misalnya, Staphylococcus aureus – yang menyebabkan sejumlah infeksi yang dulit diobati. Penting bagi metode ini adalah sebuah enzim bernama lisina.

“Ketika Anda mengambil enzim yang dimurnikan dan dimasukkan kembali ke bakteri, misalnya dalam infeksi, enzim itu akan membuat lubang di dalam tembok sel, menembus membran, meledak dan membunuh organisme seketika,” kata Dr. Vincent Fischetti dari Universitas Rockefeller.

Setelah riset 20 tahun, Fischetti berhasil mengekstraksi lisina dari phage pemakan bakteri, sehingga virus yang biasanya tidak berbahaya itu tidak digunakan dalam pengobatan dan menghindari bahaya virus itu bermutasi menjadi bentuk yang berbahaya.

“Ini adalah salah satu cara berbeda dalam membunuh bakteri. Orang-orang belum nyaman dengan ini, tapi begitu lisina yang pertama memasuki uji coba klinis fase dua untuk menunjukkan bahwa lisina bekerja dengan efektif, orang-orang akan lebih nyaman dan sepertinya kita akan mulai menggunakan lisina sebagai tambahan antibiotik,” kata Fischetti.

Perusahaan Bioteknologi ContraFect berhasil menyelesaikan uji coba klinis fase pertama dengan lisina bernama CF-301 atas para relawan sehat yang terinfeksi Staph aureus. Uji coba fase dua sedang berlangsung, kata Dr. Cara Cassino dari Contrafect.

“Kami sangat senang dengan hasilnya karena ini berarti kita bisa menggunakan lisina sebagai tambahan antibiotik molekul kecil yang konvensional, mekanisme aksi yang sangat berbeda, tanpa efek samping yang buruk,” kata Dr. Cara.

Sementara ini, para periset sedang berusaha mengembangkan sebuah lisina yang akan memiliki dampak yang sama terhadap bakteri kebal antibiotik jenis berbeda yang menyebabkan pneumonia. [vm/jm]

XS
SM
MD
LG