Tautan-tautan Akses

KUPI Kecam Pemanfaatan Agama untuk Bisnis dan Eksploitasi Seksual Anak Perempuan


Seorang anak perempuan sedang mengikuti salat Ied Idul Adha di Jakarta, 12 September 2016. (Foto: Darren Whiteside/Reuters)
Seorang anak perempuan sedang mengikuti salat Ied Idul Adha di Jakarta, 12 September 2016. (Foto: Darren Whiteside/Reuters)

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) mengecam keras promosi penyelenggaraan acara perkawinan, termasuk kawin anak, nikah siri dan poligami yang dilakukan situs AishaWeddings melalui berbagai platform media sosial, dengan menggunakan ajaran agama sebagai dasar.

“Promosi kawin anak, nikah siri dan poligami yang dinarasikan sebagai bentuk ketaatan dan ketakwaan adalah pelecehan agama, karena memanfaatkan agama untuk tujuan bisnis dan eksploitasi seksual anak perempuan,” kata KUPI dalam pernyataan tertulis yang diperoleh VOA, Kamis (11/2).

KUPI menegaskan eksploitasi seksual anak perempuan dengan modus kawin anak, nikah siri dan poligami jelas bertentangan dengan prinsip Tauhid yang melarang penundukkan manusia yang lemah (anak perempuan) oleh manusia lain yang punya kekuatan, kekuasaan dan otoritas.

Promosi tersebut melanggar Undang-Undang (UU) Perkawinan Nomor 1/1974, UU Informasi dan Transaksi Elektronik ITE Nomor 11/2008, UU Perlindungan Anak Nomor 35/2014 dan berpotensi melanggar UU No.21/2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Picu Kontroversi

AishaWeddings lewat situs dan berbagai platform media sosialnya mempromosikan perkawinan dalam beragam format dengan mengatasnamakan ajaran agama.

Pada bagian perkawinan “untuk kaum muda” di situs itu, misalnya, ditulis “semua wanita Muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami, Anda harus menikah pada usia 12-21 tahun dan tidak lebih.” Lebih jauh disampaikan “jangan tunda pernikahan karena keinginan egoismu, tugasmu sebagai gadis adalah melayani kebutuhan suamimu.”

Seorang pengantin perempuan berfoto saat prosesi pernikahan di Lombok, 10 Oktoer 2019. (Foto: Beh Lih Yi/Thomson Reuters Foundation)
Seorang pengantin perempuan berfoto saat prosesi pernikahan di Lombok, 10 Oktoer 2019. (Foto: Beh Lih Yi/Thomson Reuters Foundation)

Sementara pada bagian “nikah siri” akan muncul informasi tentang manfaat nikah siri yaitu “sah di mata agama, menghindari fitnah, lebih praktis dan hemat.” Semua bagian disertai dengan ayat-ayat Al Quran yang dinilai mendukung hal itu.

Tidak cukup beroperasi lewat media sosial, AishaWedding juga menyelipkan selebaran promosinya di dalam liputan surat kabar KOMPAS pada Selasa (9/2). Hal ini memicu kemarahan organisasi perempuan dan penggiat kampanye anti-kawin anak di Indonesia, yang selain mengeluarkan pernyataan pers, juga melaporkannya ke polisi.

Dihubungi VOA melalui akun Facebooknya untuk meminta klarifikasi seputar kontroversi promosi menikah muda dan lainnya, Aisha Wedding menjawab “jangan menilai.. Jika orang tua mau dan KUA mengeluarkan dispensasi nikah bagi anak, kenapa murka? Beberapa keluarga tidak punya uang untuk anaknya. Lebih baik menikah daripada mati kelaparan.”

Situs dan format media sosial Aisha Wedding ini sudah tidak lagi dapat diakses, tetapi jejak digitalnya masih bisa dilihat.

Kemunduran Peradaban

KUPI, yang beranggotakan ilmuwan dan ulama perempuan Muslim menyebut promosi kawin anak, nikah siri dan poligami sebagaimana yang dilakukan Aisha Wedding adalah “kemunduran peradaban dan merendahkan harkat dan martabat perempuan.”

Terutama, kata KUPI, untuk anak perempuan yang kerap dijadikan obyek seksual semata, padahal mereka adalah manusia yang utuh dan berhak mendapat pendidikan, mengembangkan dirinya dan mendapat perlindungan atas kesehatan dan hak reproduksinya.

Seorang gadis yang menikah di bawah umur pada Maret 2020, sedang memasak di dapurnya di Botteng Utara di Mamuju, Sulawesi Barat. (Foto: AFP/Yusuf Wahil)
Seorang gadis yang menikah di bawah umur pada Maret 2020, sedang memasak di dapurnya di Botteng Utara di Mamuju, Sulawesi Barat. (Foto: AFP/Yusuf Wahil)

Untuk itu KUPI mendukung upaya berbagai pihak, khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Kepolisian diharapkan tidak saja memproses kasus ini secepatnya, tetapi juga “menyelidiki kemungkinan adanya jaringan perdagangan orang atau jaringan pedofilia di balik promosi ini.”

Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati memang bergerak cepat setelah menerima informasi dari berbagai organisasi perempuan, berkoordinasi dengan Kapolri untuk mengusut Aisha Wedding yang dinilai sudah melanggar sejumlah aturan hukum.

KUPI bukan satu-satunya organisasi yang mengecam kontroversi jasa penyelenggara perkawinan ini karena ada puluhan organisasi perempuan yang juga bereaksi sejak Selasa lalu (9/2). Namun KUPI yang fokus menyoroti penyalahgunaan agama dalam promosi yang dilakukan Aisha Wedding ini.

KUPI juga kembali menggarisbawahi pentingnya segera menuntaskan dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena kasus promosi yang dilakukan Aisha Wedding menunjukkan bahwa kawin paksa dan eksploitasi seksual itu nyata adanya. [em/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG