Tautan-tautan Akses

KPU: E-Voting Belum Perlu, Digitalisasi Data Lebih Utama


Seorang pria melewati layar perhitungan suara pemilu di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat di Jakarta (foto: dok).
Seorang pria melewati layar perhitungan suara pemilu di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat di Jakarta (foto: dok).

Pemilihan Umum di Indonesia rutin diselenggarakan lima tahun sekali. Namun, data masih terus menjadi persoalan, baik data pemilih maupun hasil pemilihan. Digitalisasi dianggap menjadi jalan keluar.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menyebut digitalisasi Pemilu sebagai sebuah keniscayaan. Sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, baik karena perkembangan teknologi maupun kebutuhan penyelenggaran Pemilu itu sendiri. Ada sejumlah isu dalam proses ini, seperti sistem informasi, proses pencalonan, daftar pemilih, rekapitulasi dan hasil perhitungan suara, hingga wacana soal pemilihan elektronis atau e-voting.

Ilham mengatakan, KPU perlu mengidentifikasi pilihan ini. Sejumlah pihak menyebut e-voting penting dilakukan, tetapi kata Ilham, KPU memandang persoalan data lebih patut dikedepankan, dibanding penerapan e-voting. Alasannya, selama ini persoalan yang muncul bukan di proses pemungutan suara, tetapi ada pada hasilnya.

Ketua KPU Ilham Saputra. (Foto: VOA)
Ketua KPU Ilham Saputra. (Foto: VOA)

“Persoalan kita pada rekapitulasi suara yang seringkali dikeluhkan oleh stakeholder Pemilu, bahwa ada terjadi manipulasi data. Terjadi manipulasi suara. Karena jenjang perhitungannya, rekapitulasinya masih via kecamatan,” kata Ilham dalam diskusi digitalisasi Pemilu, Rabu (22/9).

Indonesia terus menerapkan aturan berbeda terkait rekapitulasi suara Pemilu ini. Pada 2009 Undang-Undang menyatakan rekapituasi dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) langsung diserahkan ke kecamatan. Pada Pemilu berikutnya, pada 2014, aturan diubah melalui desa atau kelurahan. Pada 2019, sempat muncul wacana menarik proses itu ke kabupaten, tetapi keputusan akhir kembali menerapkan proses perhitungan dari TPS ke kecamatan.

Petugas KPPS TPS 4 Desa Tagolu Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, melaksanakan penghitungan suara dalam pemungutan Suara Ulang Pemilu 2019 (27/4). Foto: VOA/Yoanes Litha
Petugas KPPS TPS 4 Desa Tagolu Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, melaksanakan penghitungan suara dalam pemungutan Suara Ulang Pemilu 2019 (27/4). Foto: VOA/Yoanes Litha

“Tidak menutup mata memang ada persoalan. Celah manipulasi itu adanya di rekapitulasi. Oleh karenanya, kami di Pilkada 2020 menggunakan sistem informasi rekapitulasi,” lanjut Ilham.

Sistem rekapitulasi bertujuan meminimalisir manipulasi dan menyediakan transparansi data bagi masyarakat.

Digitalisasi menjadi penting karena persoalan data. KPU, kata Ilham, tidak memiliki data rekapitulasi suara dari Pemilu 1999 runut dari TPS hingga KPU. Pemilu 2004 hanya menyisakan data perolehan suara dari KPU Provinsi ke pusat, begitu pula Pemilu 2009. Pada Pemilu 2014 sudah diterapkan Situng atau Sistem Perhitungan suara, yang diperbaiki pada Pemilu 2019. Bahkan, data pada 2019 sangat baik, karena sistem menjangkau lebih 98 persen wilayah, kecuali sejumlah TPS di lokasi terpencil yang tidak memiliki sinyal ketika Pemilu berlangsung.

Hasil penghitungan ditayangkan secara terbuka. (Foto courtesy: KPU RI)
Hasil penghitungan ditayangkan secara terbuka. (Foto courtesy: KPU RI)

“Soal data juga penting untuk kita lakukan digitalisasi, agar sejarah bisa mencatat itu dan tidak hilang. Data yang bisa gunakan dalam riset untuk Pemilu berikutnya, atau bahan penelitian,” tambah Ilham.

Data ini penting, agar dapat digunakan ketika KPU menghadapi persoalan hukum. KPU sendiri saat ini sedang mengintegrasikan sistem, agar seluruh database mereka tersimpan dengan baik dan detail.

Pengamanan Data Penting

Pakar teknologi informatika, Prof Marsudi Wahyu Kisworo memandang penting digitalisasi data, sekaligus upaya penanganannya.

“Sekarang ini segala macam bisa dilakukan untuk menjebol keamanan, yang paling banyak social enginering. Yang di hack bukan jaringannya, tetapi manusiannya untuk alat masuk ke jaringan,” ujarnya dalam diskusi ini.

Upaya pengamanan jaringan data dan informasi, lanjut dia, sejak lama dilakukan dengan pengembangan teknologi. Sejauh anggarannya ada, teknologi paling maju bisa diterapkan. Namun, yang paling susah adalah mengamankan manusia yang turut membangun dan menjaga data itu sendiri.

Petugas melakukan perhitungan kartu suara pada pemilu legislatif 2014 di sebuah TPS di DKI Jakarta, 9 April 2014. (Foto: ilustrasi).
Petugas melakukan perhitungan kartu suara pada pemilu legislatif 2014 di sebuah TPS di DKI Jakarta, 9 April 2014. (Foto: ilustrasi).

Belum lama, peretas telah masuk ke data dua perusahaan BUMN dan ada juga serangan ke delapan kementerian. Menurut Marsudi, hampir seluruh kasus itu terjadi karena kecerobohan manusia yang turut menjaga data itu sendiri.

“Sembilan dari sepuluh peretasan di dunia ini ternyata bukan karena penggunaan teknologi. Teknologi sudah mapan, justru manusianya,” katanya menekankan.

Jika KPU ingin melakukan pengamanan maksimal untuk data Pemilu, sejumlah langkah harus diterapkan. Marsudi memberikan contoh, jaringan internal KPU harus bersih dari sambungan dari manapun dan siapapun, bahkan dari staf KPU sendiri. Seluruh pihak yang terkait dalam pengamanan data itu, juga tidak diijinkan menyambungkan perangkat apapun yang dia pakai, ke fasilitas publik, misalnya Wifi.

“Kalau mau jaringan KPU, termasuk KPU daerah aman, jangan sekali-kali memperbolehkan benda yang datang dari luar nyambung ke jaringan,” tandasnya.

Proses rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada Medan, Selasa 15 Desember 2020. (Foto courtesy: KPU Medan).
Proses rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada Medan, Selasa 15 Desember 2020. (Foto courtesy: KPU Medan).

Pengamanan data KPU, lanjut Marsudi, juga tidak bisa dilepaskan dari kebijakan yang diterapkan kepada mitra. KPU tentu akan memiliki mitra perusahaan pengembang untuk sistem data yang mereka bangun. Kebijakan ketat harus diterapkan kepada mitra ini, termasuk seluruh staf mereka yang terlibat.

Marsudi memberikan beberapa pilihan penerapan teknologi dalam kerangka digitalisasi Pemilu ini. Dia antara lain menyebut artificial intelegence, blockchain, internet of thing, dan biometrik sebagai teknologi yang bisa dipakai. [ns/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG