Tautan-tautan Akses

KPA Khawatir Rekrutmen TNI-Polri di BUMN Picu Kekerasan Agraria


Peluncuran logo baru Kementerian BUMN di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, 1 Juli 2020. (Foto: Twitter@KemenBUMN)
Peluncuran logo baru Kementerian BUMN di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, 1 Juli 2020. (Foto: Twitter@KemenBUMN)

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meminta Kementerian BUMN membatalkan penempatan pejabat aktif maupun purnawirawan polisi-TNI di perusahaan BUMN.

Sekjen KPA Dewi Kartika. (foto: KPA)
Sekjen KPA Dewi Kartika. (foto: KPA)

Sekjen KPA Dewi Kartika khawatir pelibatan pejabat aktif maupun purnawirawan Polisi-TNI di perusahaan BUMN akan memperparah konflik dan kekerasan di sektor agraria.

Apalagi, kata dia, jika rekrutmen tersebut diarahkan untuk menyelesaikan konflik pertanahan dengan pendekatan hukum dan represif untuk menjaga aset BUMN. Menurutnya, pantauan KPA pelibatan kedua institusi tersebut telah berdampak pada timbulnya kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat. Karena itu ia, menyarankan kebijakan Kementerian BUMN ini untuk dibatalkan.

"Jadi MoU-MoU antara kementerian dan lembaga dengan Polri-TNI itu menjadi tren yang terus meningkat dalam 10 tahun terakhir ini. Kemudian membuat kita menjadi lebih khawatir lagi, karena tidak hanya MoU tapi masuk langsung ke struktur," jelas Dewi Kartika kepada VOA, Jumat (3/7).

Dewi Kartika menambahkan lembaganya mencatat sepanjang 2019 ada 258 petani dan aktivis agraria yang dikriminalisasi, 211 orang mengalami penganiayaan, 24 orang tertembak dan 14 orang tewas. Tindakan kekerasan dan kriminalisasi tersebut didominasi kepolisian sebanyak 37 kasus, TNI dan Satpol PP masing-masing enam kasus, serta petugas keamanan perusahaan 15 kasus.

"Dan sudah bukan lagi rahasia publik, bahwa ada pejabat-pejabat mantan TNI-Polri yang itu juga punya bisnis di perkebunan. Ini sudah pasti akan menimbulkan konflik kepentingan," tambah Dewi.

Dari sisi BUMN, Dewi menuturkan ada ratusan ribu keluarga dan ribuan desa yang wilayah hidupnya tumpang tindih dengan perusahaan milik BUMN. Antara lain PTPN, Perhutani dan anak-anak perusahaannya. Kondisi ini juga diperkuat data Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA).

Khusus masalah agraria dengan PTPN, KPA mencatat ada 137 desa dan wilayah adat di 24 kabupaten seluas 288.431 hektar yang berada dalam HGU, tumpang tindih klaim dengan HGU PTPN atau digusur PTPN. Termasuk di dalamnya adalah tanah pertanian, ladang, pemukiman, fasilitas umum dan sosial seperti sekolah, tempat ibadah, dan kantor pemerintahan desa.

Desakan penghentian kriminalisasi petani dan aktivis agraria. (courtesy: KPA)
Desakan penghentian kriminalisasi petani dan aktivis agraria. (courtesy: KPA)


Sedangkan konflik agraria dengan Perhutani di seluruh Jawa, tercatat ada 74 desa seluas 42.042 hektar di 20 kabupaten. Artinya, berdasarkan dari data LPRA KPA, ada lebih dari 90 ribu keluarga yang masih bermasalah dengan perusahaan-perusahaan BUMN.

Pejabat Polri-TNI Bertugas Mengawasi BUMN?

Menanggapi itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan purnawirawan dan pejabat aktif Polri-TNI tersebut duduk di jabatan komisaris, bukan direksi. Mereka bertugas untuk melakukan pengawasan agar perusahaan BUMN sesuai dengan visi-misi pemerintah dan aturan yang berlaku.

Staf Khusus Menteri BUMN, Bid Komunikasi. (Foto: Screengrab/YouTubeBNPBIndonesia)
Staf Khusus Menteri BUMN, Bid Komunikasi. (Foto: Screengrab/YouTubeBNPBIndonesia)

"Apakah ada terbukti komisaris-komisaris yang selama ini dari Polri-TNI itu terjun langsung melakukan seperti itu di konflik-konflik yang KPA nyatakan, itu ada tidak. Apakah berhubungan dengan perusahaan seperti itu, kan tidak juga," tutur Arya Sinulingga kepada VOA, Jumat (3/7).

Arya menambahkan pelibatan pejabat aktif maupun purnawirawan Polisi-TNI di perusahaan BUMN sudah terjadi pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Semisal pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada 87 orang, sedangkan pada masa Presiden Joko Widodo periode pertama sebanyak 70 orang. [sm/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG