Tautan-tautan Akses

Kontroversi Penggunaan 'Robot Pembunuh' dalam Perang


Para aktivis HAM berusaha menyerukan larangan bagi penggunaan "Robot Pembunuh" dalam perang dalam aksi di depan parlemen Inggris di London (foto: ilustrasi).
Para aktivis HAM berusaha menyerukan larangan bagi penggunaan "Robot Pembunuh" dalam perang dalam aksi di depan parlemen Inggris di London (foto: ilustrasi).

Drone, atau pesawat tidak berawak telah menjadi senjata standar dalam banyak angkatan bersenjata, dan kini industri pertahanan sedang bekerja keras membuat kendaraan robot yang bisa digunakan di darat dan di bawah permukaan air. Kebanyakan teknologinya sudah ada dan dipakai untuk membuat robot-robot industri dan mobil swa-kendali.

Walaupun banyak tokoh terkenal dan organisasi HAM menyerukan dilarangnya penggunaan apa yang disebut sebagai “robot pembunuh”, banyak pihak lain mengatakan, seruan itu sudah terlambat.

Pesawat tanpa awak atau drone kini telah menjadi senjata standar dalam banyak angkatan bersenjata di dunia; dan karenanya, fokus kini dialihkan pada pembuatan drone atau pesawat tanpa awak yang bisa beroperasi di dalam air.

Alain Tremblay, pejabat Rheinmetall Defense, mengatakan, “Kini banyak orang menggunakan berbagai model dan ukuran drone atau kendaraan terbang, dan karenanya usaha membuat kendaraan tanpa pengemudi yang beroperasi di darat dan dibawah air semakin gencar dilakukan.”

Kendaraan segala medan buatan perusahaan Jerman Rheinmetall bisa dengan mudah diadaptasikan untuk membawa senjata atau bom. Pembuatnya mengatakan, robot itu bisa membedakan kawan dan lawan dan akan mematuhi perintah pemiliknya.

Tapi sejumlah organisasi HAM sejak lama telah menyatakan keprihatinan akan bahaya penggunaan senjata-senjata robot yang bisa bekerja sendiri.

David Mepham, kepala Human Rights Watch di Inggris, mengatakan, “Satu hal yang mencegah kita melakukan tindakan barbar dalam perang, adalah kemampuan kita untuk membedakan mana tentara dan mana orang sipil. Tapi kami khawatir akan munculnya senjata robot yang tidak bisa membedakan antara seorang anak kecil yang sedang memegang sebungkus es krim dengan orang yang memegang senjata.”

Dalam dunia yang semakin terpecah, banyak negara khawatir bahwa negara musuhnya bisa membuat senjata yang lebih canggih untuk digunakan dalam konflik. Kata para pakar, kemajuan dalam ilmu robotik dan teknologi nano mungkin di masa depan akan mendorong terjadinya konflik atau perang di dalam laut, dan karena itulah banyak riset sedang dilakukan ke arah itu.

Permulaan tahun ini pendiri dan direktur lebih dari 100 perusahaan robot dan intelijen buatan dari 28 negara telah menanda-tangani surat terbuka kepada seluruh pemerintah di dunia untuk melarang penggunaan robot yang dipersenjatai. Tapi sampai saat ini belum ada hasilnya. [ii]

XS
SM
MD
LG