Tautan-tautan Akses

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati Desak Pemerintah Tinjau Ulang Hukuman Mati


Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati dalam konferensi pers di kantor Imparsial Rabu (11/5) mendesak pemerintah untuk meninjau ulang hukuman mati. (Foto: VOA/Fathiyah Wardah)
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati dalam konferensi pers di kantor Imparsial Rabu (11/5) mendesak pemerintah untuk meninjau ulang hukuman mati. (Foto: VOA/Fathiyah Wardah)

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati mendesak pemerintah untuk meninjau ulang hukuman mati sebagai solusi kejahatan yang dianggap serius.

Pemerintah Indonesia kembali akan melakukan eksekusi hukuman mati gelombang ketiga terpidana kasus narkoba dalam waktu dekat. Lima belas terpidana mati telah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah, tempat eksekusi mati akan dilakukan.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jakarta, hari Rabu (11/5) menyatakan prihatin dan menolak rencana eksekusi mati tersebut.

Koalisi tersebut menilai ada upaya untuk melakukan eksekusi secara diam-diam dan ini merupakan bagian dari ketidakterbukaan proses penegakan hukum yang sarat dengan penyalahgunaan wewenang dan prosedur.

Direktur Eksekutif The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf mengatakan seharusnya rencana eksekusi tahap tiga ini ditinjau kembali oleh pemerintah dan segera mencari solusi hukum yang lebih tepat dan manusiawi. Menurutnya pemerintah harus transparan soal daftar terpidana mati yang akan dieksekusi. Ketertutupan soal daftar ini akan menutup peluang adanya pengawasan secara eksternal terhadap siapa eksekusi dilakukan.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati Desak Pemerintah Tinjau Ulang Hukuman Mati
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:46 0:00

Selama ini, tambahnya, pemerintah tidak pernah transparan terhadap proses yang berlangsung, baik prosedur, kriteria pemberian atau penolakan grasi dan penentuan siapa saja yang masuk dalam tahapan eksekusi mati. Walhasil penentuan terpidana mati pun membuka peluang penyelewengan kewenangan yang besar.

Ketertutupan proses peradilan dan eksekusi terpidana mati ini, lanjut Al Araf, merupakan bentuk pelanggaran yang mengarah pada diskriminasi, penyalahgunaan wewenang, serta membuka peluang pelanggaran HAM serius terkait nyawa manusia.

Selain itu, pelaksanaan eksekusi mati gelombang III ini baik terhadap warga negara Indonesia maupun warga negara asing hanya akan memperlemah posisi tawar pemerintah Indonesia dan minimnya dukungan internasional terhadap perlindungan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

"Kenapa hukuman mati harus ditolak karena secara prinsip tujuan pemidanaan dalam era kekinian tentu sudah bergeser bahwa tidak lagi tujuan pemidanaan dan penghukuman sebagai sarana pembalasan sekarang tujuan pemidanaan lebih kepada sarana koleksi sosial dan kontrol sosial. Hukuman mati secara esencial tidak menghormati nilai-nilai kemanusian dan peradaban itu sendiri," kata Al Araf.

Pemerintah menolak menyebutkan nama-nama terpidana yang akan dieksekusi. Namun sejumlah nama di sebut-sebut akan masuk daftar diantaranya Mary Jane Veloso, Serge Atloui (warga Perancis yang eksekusinya ditunda pada April lalu), gembong narkoba Freddy Budiman dan Lindsay Sandiford warga negara Inggris yang menyelundupkan kokain senilai 2,5 juta dolar Amerika.

Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman menyatakan Indonesia harus kembali melakukan moratorium atau menghentikan sementara pelaksanaan eksekusi mati seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Pemerintah tambahnya harus mencari hukuman alternatif.

"Di negara kita berdasarkan diri pada prinsip prikemanusiaan yang adil dan beradab dan tidak ada peradaban kalau hukuman mati tetap dilaksanakan. Tidak ada peradaban tanpa kehidupan," kata Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman.

Sebelumnya Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait pelaksanaan eksekusi mati gelombang tiga ini.

"Koordinasi sudah dilakukan, persiapan juga sudah dilakukan tinggal waktunya," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Tengah Komisaris Besar Lilik Darmanto mengatakan Polda Jawa Tengah telah menyiapkan 15 regu tembak yang terdiri atas 150 personil Brigade Mobil (Brimob) sebagai eksekutor hukuman mati. Messi hingga laporan ini disampaikan, belum ada kepastian kapan pelaksanaan hukuman mati tersebut akan dilakukan. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG