Tautan-tautan Akses

Kiat Pengusaha Hotel dan Villa Bertahan di Tengah Pandemi


The Asmara Suite di Amandari Hotel yang elegan di Ubud memiliki kolam renang pribadi dengan pemandangan sawah di dekatnya, 13 Agustus 2003. Bali merasakan pukulan yang berat akibat pandemi. (Foto: REUTERS/Bob Strong)
The Asmara Suite di Amandari Hotel yang elegan di Ubud memiliki kolam renang pribadi dengan pemandangan sawah di dekatnya, 13 Agustus 2003. Bali merasakan pukulan yang berat akibat pandemi. (Foto: REUTERS/Bob Strong)

Pandemi memukul sektor pariwisata dunia. Bali sebagai salah satu daerah wisata di ang sumber pemasukannya sangat bergantung pada industri perhotelan, merasakan dampaknya sejak awal pandemi. Namun, sejumlah pengelola bisnis penginapan mampu bertahan berkat kreativitas dan diversifikasi usaha.

Dalam laporannya yang dirilis akhir tahun lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan bahwa perekonomian negara yang sangat bergantung pada sektor pariwisata merupakan bagian dari mereka yang paling merasakan kerugian di tengah pandemi.

Kenyataan itu tampak di Bali, salah satu wilayah yang menjadi kebanggaan pariwisata Indonesia.

Komang Astawa. (Foto: Dok Pribadi)
Komang Astawa. (Foto: Dok Pribadi)

Kepala Dinas Pariwisata Bali Putu Astawa mengatakan kepada VOA bahwa para pekerja sektor wisata Bali sangat bergantung pada kedatangan wisatawan. .

“Dari segi dinas pariwisata adalah bagaimana bisa mendatangkan demand, sebanyak-banyaknya, supaya occupancy hotel kita itu bisa terisi, karena sudah satu setengah tahun kan berat pak," kata Putu Astawa​ dalam wawancara dengan reporter VOA Rivan Dwiastono. Hal tersebut sehubungan dengan rencana pemerintah menjadikan Bali sebagai tujuan wisata vaksin sebagai salah satu usaha memulihkan pariwisata Bali.

"Ini bagi pekerja-pekerja kita pada sektor pariwisata sudah sangat terdampak banget. Kita tambang batubara gak punya, emas atau timah gak punya, kita hanya punya pariwisata, jadi untuk memulihkan Bali, ekonominya, ya harus dipulihkan pariwisatanya. Untuk memulihkan pariwisata ya harus didatangkan wisatawan," paparnya.

Meningkatnya kasus COVID-19 varian Delta di Indonesia belum lama ini mendorong pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Langkah tersebut mengurangi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali, mengakibatkan para pengusaha industri perhotelan bergegas mencari jalan keluar untuk bertahan di tengah kesulitan.

Hotel di Bali sepi tamu. (Foto: Koleksi Pribadi Dimas Ramadhan)
Hotel di Bali sepi tamu. (Foto: Koleksi Pribadi Dimas Ramadhan)

Komang Astawa adalah direktur pelaksana pada Astadala Hospitality yang mengelola sejumlah properti mencakup vila eksklusif, resor, hotel berbintang, restoran dan sejumlah spa di beberapa lokasi strategis di Bali. Kepada VOA, ia mengatakan bahwa pada awalnya ia memperkirakan berkurangnya pelanggan harian akibat pandemi hanya akan berlangsung 6 bulan. Setelah perkiraannya meleset, ia langsung mencari alternatif untuk bisnisnya.

“Akhirnya kita bergerak ke plan B untuk untuk mengakomodasi tamu-tamu yang bukan cuma sewa harian seperti pada umumnya, tapi yang sewa bulanan, at least ada untuk menutupi yang namanya sedikit operational cost biar gak terus aja kita nalangin lah ceritanya," katanya.

Langkah tersebut, kata Komang, bisa membantu pemasukan hotel sekitar 15 sampai 20 persen. Strategi menarget penyewa bulanan berhasil karena wisatawan yang sudah berada di tempat memperpanjang masa tinggal untuk melakukan apa yang disebut dengan WFB atau “Work from Bali”

“Paling tidak membantu, karena dari beberapa klien yang di Bali mereka lebih banyak prefer untuk di villa, karena mungkin servis lebih menunjang, dan juga tidak begitu banyak orang, mereka rata-rata menyewa villa yang ada dua kamar, satu kamar dipakai untuk tempat istirahat, satu kamar mereka pakai untuk tempat kerja, begitu rata-rata mereka," kata Komang.

Perusahaan manajemen hotel dengan 275 karyawan ini menambahkan bahwa kreativitas itu memungkinkan perusahaan untuk tidak mem-PHK pegawai.

Langkah lain, menerapkan sistem masuk kerja bergilir, merangkap tugas, bahkan bekerja sama dengan pihak lain, misalnya dengan peternak telur setempat untuk menambah usaha para pegawainya agar setidaknya tetap memiliki penghasilan walaupun minim.

Berbagai langkah itu diambil sementara manajemen terus menjaga kesiapan bisnis dan pegawai bila pandemi berlalu. Komang memastikan bahwa semua pegawai divaksinasi dan siap kembali menerima pelanggan.

Agung Prastista dan keluarga. (Foto: Dok Pribadi)
Agung Prastista dan keluarga. (Foto: Dok Pribadi)

Lain halnya dengan Agung Prastista, pemilik tiga hotel dalam PMG Hotels dan Resorts. Ia mengandalkan diversifikasi untuk mempertahankan bisnis.

Memulai usaha dengan satu tempat cuci pakaian (laundry), Agung kini memiliki tiga hotel berbintang di lokasi strategis di Bali, serta sejumlah restoran. Tiga hotelnya berupa resor di tepi pantai dengan 58 kamar, satu hotel butik di tengah kota dengan 108 kamar, dan satu suite hotel dengan 90 kamar.

Agung terpaksa menutup tiga hotelnya sejak April 2020. Namun, sebelum itu, ia mempersiapkan seluruh karyawannya, yang berjumlah 800 orang, agar dapat mencari usaha sendiri selagi pandemi. Untuk mendukung mereka, Agung memberi santunan berupa gaji selama enam bulan.

“Dengan tetap saya gaji, mungkin gaji tersebut dipakai membeli bahan pokok, beli telur, atau nasi, mereka bisa bikin Nasi Djinggo, sehingga mereka bisa jualan gitu, atau apalah ya berkebun, mereka bisa beli tractor kecil atau apalah, tapi saya bilang ya anda belajar, tapi enam bulan ke depan akan saya tetap berikan upah, gajinya mereka gitu lho. Untungnya sih so far mereka ya sangat terbantu, ya mungkin tidak banyak yang melakukan ini," katanya.

Kiat Pengusaha Hotel dan Villa Bertahan di Tengah Pandemi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:07:25 0:00

Selain memberi pesangon, Agung secara bergilir mengkaryakan sejumlah pegawai yang tidak pulang kampung untuk melakukan basic maintenance hotel-hotelnya dengan upah harian.

“Kebetulan kan saya juga punya restoran-restoran ya, selain hotel ini. Saat saya mengembangkan hotel, saya juga mengembangkan restoran, kini ada sepuluh, tadinya sembilan, tujuh saya tutup, dua masih buka," katanya.

Pada waktu pandemi, katanya, ia sangat mengandalkan tim F&Bnya.

"Kadi Oktober 2020 saya buka restoran baru untuk menampung mereka yang kena lay-off di hotel. Walau tidak seberapa tapi minimum ada beberapa yang bisa bekerja di situ. Sampai sekarang masih buka, dan laundrynya masih buka, karena itukan jatuh hatinya saya pada laundry yang pertama. Jadi, no matter what, laundry mesti tetap buka, karyawan tetap bekerja," lanjut Agung.

Suambageni. (Foto: Dok Pribadi)
Suambageni. (Foto: Dok Pribadi)

Sedangkan Swambageni, pengelola delapan vila penginapan dan koordinator sejumlah tenaga lepas untuk sopir dan agen wisata, mengandalkan efisiensi kerja untuk menekan pengeluaran bisnis.

“Jadi bagaimana kami menekan cost, operasional terutama maintenance, yang tadinya pool bekerja 10 jam, kita coba dengan 5 jam, kalaupun masih (berat) kita akan kurangi lagi, itu salah satu contoh. Electricity yang tadinya open sampai pagi sekarang pakai timer. Dan juga security, sekarang yang paling penting itu juga untuk menjaga keamanan," katanya.

Walaupun melakukan usaha berbeda untuk mempertahankan bisnis, ketiga pengusaha memiliki satu keinginan yang sama: sektor pariwisata Bali lekas pulih supaya perekonomian dapat secepatnya kembali normal. [aa/ka]

Recommended

XS
SM
MD
LG