Tautan-tautan Akses

Ketua DPR AS Minta Ketua Komisi Kehakiman Lanjutkan Proses Penyusunan Pasal-Pasal Pemakzulan


Ketua DPR AS Nancy Pelosi dalan konferensi pers di Gedung Capitol, Washington, DC, 5 Desember 2019. (Foto: dok).
Ketua DPR AS Nancy Pelosi dalan konferensi pers di Gedung Capitol, Washington, DC, 5 Desember 2019. (Foto: dok).

Ketua DPR AS Nancy Pelosi, Kamis (5/12) meminta ketua Komisi Kehakiman DPR yang didominasi fraksi Demokrat agar “melanjutkan dengan penyusunan pasal-pasal pemakzulan” terhadap Presiden Donald Trump, seraya menyatakan bahwa Trump telah “menyalahgunakan kewenangan jabatannya.”

Pernyataan Pelosi yang ditayangkan di televisi itu dikeluarkan sehari setelah tiga pakar konstitusi AS mengatakan kepada Kongres bahwa pemimpin AS itu melakukan pelanggaran yang dapat dikenai pemakzulan karena mendesak Ukraina untuk membuka investigasi yang akan menguntungkan Trump secara politik. Namun seorang pakar lainnya yang diundang para pendukung Trump di fraksi Republik berpendapat tidak cukup bukti untuk memakzulkan presiden.

Trump, sebelum Pelosi berbicara, mengatakan, jika DPR yang dikuasai Demokrat akan memakzulkannya, ia ingin DPR melakukannya dengan cepat, kemungkinan besar dengan menyiapkan persidangan di Senat yang mayoritasnya fraksi Republik pada bulan Januari, di mana pernyataan ia bersalah dan pemecatannya dari jabatannya kemungkinan besar tidak akan terjadi.

Profesor hukum Harvard Noah Feldman mengatakan kepada legislator bahwa Trump, dengan meminta Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy agar membuka investigasi terhadap salah satu pesaing utamanya dari partai Demokrat dalam pemilu 2020, mantan wakil presiden Joe Biden, “telah dengan jelas melakukan kejahatan berat dan pelanggaran ringan,” standar yang ditetapkan dalam Konstitusi AS untuk memakzulkan seorang presiden.

Pamela Karlan, profesor hukum dari Stanford, mengatakan, seorang presiden harus menolak intervensi asing dalam pemilu Amerika, bukan mengundangnya. Ia menyebut permintaan Trump kepada Zelenskiy secara khusus merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang serius.

Sementara itu dalam pernyataan pembukanya, profesor hukum University of North Carolina Michael Gerhardt, mengatakan kepada Komisi Kehakiman DPR, “Jika Kongres gagal memakzulkan, maka proses pemakzulan telah kehilangan makna, dan bersama dengan itu, Konstitusi kita disusun secara hati-hati untuk menjamin tidak terbentuknya raja di wilayah Amerika. Tak seorang pun, bahkan tidak juga presiden, di atas hukum.”

Sementara itu fraksi Republik yang mendukung Trump mengundang Jonathan Turley, profesor hukum dari George Washington University yang mengatakan ia tidak memilih Trump dalam pemilu 2016. Tetapi Turley mengatakan “kurang bukti” yang mendukung pemakzulan Trump dan “banyak amarah” di kalangan Demokrat yang ingin menyingkirkan Trump dari jabatannya. Turley mengatakan percakapan Trump akhir Juli lalu dengan Zelenskiy tidaklah “sempurna,” seperti yang digambarkan Trump, tetapi bukan alasan untuk memakzulkannya.

Dengar keterangan panel Kehakiman itu merupakan langkah berikutnya dari upaya fraksi Demokrat di DPR untuk memakzulkan presiden ke-45 AS. Baru ke-empat kalinya dalam 243 tahun sejarah AS seorang pemimpin AS menghadapi proses pemakzulan secara resmi. [uh/lt]

XS
SM
MD
LG