Tautan-tautan Akses

Kepala BNPT: Jaringan Teroris Yang Ada Bagian dari NII


Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai (foto: dok).
Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai (foto: dok).

Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Ansyaad Mbai, aksi terorisme yang marak terjadi belakangan ini merupakan bagian dari gerakan Negara Islam Indonesia (NII).

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbai menegaskan, NII dan kelompok terorisme yang ada saat ini memiliki keterkaitan yang cukup erat.

Ansyaad Mbai mengatakan, "Seluruh aksi teror yang terjadi sekarang ini itu didasari oleh satu pemahaman, satu idiologi yang sama. Persis sama bahkan dapat dikatakan itu kelanjutan daripada idiologi yang dikembangkan NII. Ingin mendirikan negara Islam berdasarkan syariat Islam, persis titik koma tidak berbeda. Semua tindakan teror ini semua dasarnya dari NII dan berdasarkan ideologi itu yah orang tidak segan mengorbankan nyawanya untuk membela apa yang mereka perjuangkan."

Data Badan nasional Penanggulangan Terorisme menyebutkan dari 12 pelaku bom bunuh diri yang ada di Indonesia, 9 diantaranya berasal dari Jawa Barat.

Menurut Ansyaad, hal itu juga dikarenakan Jawa Barat dahulunya merupakan basis bagi gerakan Negara Islam Indonesia Kartosuwiryo.

Ansyad berharap revisi terhadap undang-undang terorisme segera dilakukan karena dia menilai potensi terorisme di Indonesia masih besar. Sampai saat ini, menurut Ansyaad, masih ada belasan kelompok teroris yang masih merekrut, dan mencari dana untuk melakukan aksi teror di beberapa wilayah Indonesia.

Meski mengetahui keberadaan kelompok-kelompok teroris ini, kata Ansyaad, pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa karena berdasarkan Undang-undang yang ada sekarang, aparat baru dapat menangkap seseorang jika memiliki fakta hukum yang jelas.

"Masih ada belasan kelompok yang melatih, yang merekrut, mencari dana, mengumpulkan logistik untuk melakukan perbuatan keji itu, (tapi) kita tidak bisa apa-apain. Hampir 100 orang jumlahnya. Dari 100 orang itu, baru 15 orang yang kira-kira kita punya dasar untuk menangkap. Nah ini kita sebarkan dari yang namanya DPO (daftar pencarian orang). Perlu ada ketegasan karena kalau sekarang Undang-undang hanya memberi aparat, pengak hukum untuk melakukan tindakan reaktif sebelum bom meledak padahal kalau ingin efektif sebelum meledak," papar Ansyaad Mbai.

Sementara itu, Wakil Komisi Hukum DPR Azis Syamsuddin mengungkapkan revisi terhadap Undang-undang terorisme memang akan menjadi prioritas. Menurut Azis, revisi perlu dilakukan untuk meningkatkan efektifitas tentang penanggulangan tindak pidana terorisme yang saat ini masih marak terjadi.

Aziz Syamsuddin mengatakan, "Mengganggu pertahanan dan keamanan negara, mengganggu stabilitas negara dan itu harus menjadi prioritas yang utama. Maka kita sepakat apabila pemerintah mengajukan itu sebagai skala prioritas untuk membahasUndang-undang ini."

Sementara itu, terkait dengan upaya pencegahan aksi teror bom ini, Direktur Moderate Muslim Society, Zuhairi Misrawi berharap agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa mengeluarkan fatwa haram terhadap pengunaan bom untuk melakukan tindakan teror. Zuhairi yakin bahwa fatwa MUI seperti itu bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah tindakan terorisme.

XS
SM
MD
LG