Tautan-tautan Akses

Ketidaksetaraan Vaksin di India Perlebar Jurang Si Kaya dan Si Miskin


Catatan tentang tidak tersedianya vaksin COVID-19 terlihat ditempel di dinding situs vaksinasi di Mumbai, India, 8 April 2021. (Foto: AP)
Catatan tentang tidak tersedianya vaksin COVID-19 terlihat ditempel di dinding situs vaksinasi di Mumbai, India, 8 April 2021. (Foto: AP)

Ketika virus corona mengguncang India, penjaga malam Sagar Kumar berpikir terus-menerus bagaimana mendapatkan vaksin untuk dirinya dan keluarganya yang beranggotakan lima orang di tengah kekurangan ketersediaan vaksin di negara itu. Namun bahkan jika dia tahu cara mendapatkannya, hal itu tidak akan mudah.

Cara utama untuk mendapatkan vaksin adalah dengan mendaftar melalui situs web pemerintah. Namun situs web tersebut menggunakan bahasa Inggris, bahasa yang Kumar dan hampir 90 persen orang India tidak pahami, baik berbicara, membaca, ataupun menulis. Selain itu keluarganya hanya memiliki satu ponsel pintar dengan koneksi internet yang tidak stabil.

Dan meskipun negara bagiannya di Uttar Pradesh memberikan vaksinasi gratis kepada mereka yang berusia di bawah 45 tahun, tidak ada tempat yang menyediakan vaksinasi di desanya, dan rumah sakit terdekat pun berjarak satu jam dari desa.

“Yang bisa saya lakukan sekarang adalah berharap yang terbaik,” kata Kumar.

Seorang petugas kesehatan bersiap untuk memberikan vaksin COVAXIN untuk COVID-19 kepada seorang pria di stadion dalam ruangan di Gauhati, India, Kamis, 22 April 2021. (Foto: AP)
Seorang petugas kesehatan bersiap untuk memberikan vaksin COVAXIN untuk COVID-19 kepada seorang pria di stadion dalam ruangan di Gauhati, India, Kamis, 22 April 2021. (Foto: AP)

Kesenjangan pandemi sudah sangat mencolok di India, di mana akses ke perawatan kesehatan terkotak-kotak dan tidak setara. Sekarang jurang kekayaan dan teknologi semakin luas, dan jutaan orang telah jatuh di celah jurang itu.

Hal itu membuat para pakar kesehatan khawatir, Mereka mengatakan ketidaksetaraan vaksin dapat menghambat perjuangan India yang tengah kesulitan melawan virus yang telah menewaskan lebih dari 4.000 orang sehari dalam beberapa pekan terakhir.

“Risiko vaksinasi yang tidak adil memperpanjang pandemi di India,” kata Krishna Udayakumar, direktur pendiri Duke Global Health Innovation Center di Duke University di North Carolina, Amerika Serikat. “Mengurangi hambatan untuk populasi yang paling rentan harus menjadi prioritas.”

Kampanye vaksinasi India dimulai pada Januari dengan tujuan vaksinasi 300 juta dari hampir 1,4 miliar penduduknya pada Agustus. Sejauh ini, India telah memvaksinasi penuh sedikitnya 42 juta orang, atau baru hampir 3 persen dari populasinya.

Pemerintah tidak mencadangkan cukup banyak dana untuk kampanye dan lambat dalam meningkatkan produksi vaksin. Kemudian, ketika negara mencatat ratusan ribu infeksi baru setiap hari, pemerintah pada 1 Mei membuka vaksinasi untuk semua orang dewasa.

Hal itu membuat kekurangan yang sudah buruk menjadi lebih buruk.

Di tengah tantangan tersebut, pemerintah India juga mengubah kebijakannya tentang siapa yang bisa mendapatkan vaksin dan siapa yang harus membayarnya. Pemerintah mengatakan akan memberikan vaksinasi gratis untuk pekerja garis depan dan mereka yang berusia 45 tahun ke atas.

Orang-orang menunggu untuk menerima vaksin COVID-19 di luar pusat vaksinasi di Mumbai, India, Kamis, 13 Mei 2021. (Foto: AP/Rajanish Kakade)
Orang-orang menunggu untuk menerima vaksin COVID-19 di luar pusat vaksinasi di Mumbai, India, Kamis, 13 Mei 2021. (Foto: AP/Rajanish Kakade)

Pemerintah mengatakan masing-masing negara bagian dan rumah sakit swasta kemudian dapat menegosiasikan kesepakatan dengan pembuat vaksin negara tersebut untuk separuh pengambilan vaksin lainnya. Hal tersebut secara efektif membebani semua orang yang berusia di bawah 45 tahun di negara bagian dan sektor swasta, yang sering meminta anggota masyarakat untuk membayar sebanyak $20 untuk satu dosis.

Kesenjangan sudah terlihat di negara bagian kaya di mana rumah sakit swasta cenderung banyak terkonsentrasi.

Ibu Kota New Delhi telah memberikan vaksinasi pertama kepada 20 persen penduduknya, sementara negara bagian Bihar, salah satu yang termiskin, baru memberikan vaksinasi kepada sekitar 7,6 persen dari populasinya. Dan bahkan negara bagian yang menyediakan vaksinasi gratis sering kali kehabisan stok - baik karena memang kekurangan persediaan maupun persaingan dengan sektor swasta.

Banyak pakar mengatakan kebijakan federal tersebut adalah sebuah kesalahan, dan justru akan merugikan kelompok miskin.

“Memvaksinasi orang adalah tugas nasional pemerintah dan mereka perlu memvaksinasi semua orang secara gratis,” kata K Srinath Reddy, presiden Yayasan Kesehatan Masyarakat India. “Tidak ada yang boleh ditolak mendapatkan vaksin karena mereka tidak mampu membelinya atau mendaftar untuk itu.”

Kesenjangan vaksin bukan hanya masalah ketimpangan tetapi juga ketidakefisienan, kata ekonom pembangunan Jean Dreze.

Jika orang sakit, kata Dreze, mereka tidak akan bisa bekerja. Hal itu pada gilirannya dapat mendorong lebih banyak lagi orang ke dalam kemiskinan.

Orang miskin sudah kehilangan pekerjaan, melupakan upah harian dan melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan vaksinasi.

Wanita tak dikenal menghibur anggota keluarga seseorang yang meninggal karena COVID-19, di sebuah krematorium di Srinagar, Kashmir, Selasa, 25 Mei 2021. (Foto: AP)
Wanita tak dikenal menghibur anggota keluarga seseorang yang meninggal karena COVID-19, di sebuah krematorium di Srinagar, Kashmir, Selasa, 25 Mei 2021. (Foto: AP)

Pemerintah nasional sedang berupaya untuk mengatasi beberapa kekhawatiran. Pemerintah mengatakan situs web untuk pendaftaran vaksin akan segera tersedia dalam bahasa Hindi dan bahasa daerah lainnya. Namun, para ahli menekankan bahwa separuh populasi tidak memiliki akses internet, jadi solusi yang lebih baik adalah menerpakan pendaftaran secara langsung untuk semua.

Pemerintah juga mengatakan akan mengatasi kekurangan vaksin, menegaskan akan ada sekitar 2 miliar dosis yang tersedia antara Juni dan Desember. Namun, para ahli mengatakan pemerintah kemungkinan tidak akan mencapai target tersebut.

Kementerian kesehatan India tidak menanggapi permintaan komentar Associated Press. [ah/rw]

XS
SM
MD
LG